21 Juni 2024
10:34 WIB
Revisi UU Berpotensi Beri Kekuasaan Lebih Pada Polri
Revisi UU Polri termasuk dalam bidang yang secara konstitusi adalah kewenangan lembaga lain.
Penulis: Gisesya Ranggawari
Editor: Leo Wisnu Susapto
Ilustrasi Bintara Polri. tribratanews.polri.go.id.
JAKARTA - Direktur Eksekutif Human Studies Institute (HSI), Rasminto menilai, revisi Undang-Undang (UU) Nomor 2 Tahun 2022 tentang Polri yang sedang dibahas di DPR, berpotensi memberikan kekuasaan berlebih kepada aparat kepolisian.
Pasalnya, ada beberapa pasal yang dikhawatirkan memberikan kewenangan yang terlalu luas kepada institusi Polri. Termasuk dalam bidang yang secara konstitusi seharusnya menjadi kewenangan lembaga lain.
"Kritik utama terhadap revisi UU Polri berkisar pada potensi penumpukan kekuasaan berlebih di tangan Polri yang juga dapat menimbulkan konflik kewenangan dengan instansi lain," papar Rasminto dalam keterangan tertulis, Kamis (20/6) malam.
Dia mengingatkan revisi UU Polri ini semangat awalnya untuk memastikan adanya reformasi Polri. Bukan justru menjadikan Polri sebagai lembaga superpower yang dapat mengabaikan atau mengambil alih peran dan fungsi kementerian/lembaga lain.
Menurut Rasminto, Polri tetap harus menjaga keseimbangan, guna mencegah potensi penyalahgunaan wewenang, yang bisa berimbas pada ancaman prinsip-prinsip demokrasi dan HAM.
"Situasi ini mengharuskan adanya pengawasan dan pembatasan yang jelas," cetus Rasminto.
Atas dasar itu, Rasminto mendesak agar pembahasan revisi UU Polri harus dilandasi oleh semangat reformasi yang menekankan terhadap pentingnya akuntabilitas, transparansi serta mengedepankan prinsip HAM.
Maka nantinya, lanjut dia, reformasi Polri melalui pengaturan kelembagaan berdasarkan peraturan perundang-undangan perlu dirancang sedemikian rupa.
"Hal itu supaya dapat mewujudkan sinergi yang efektif antar lembaga, meningkatkan kepercayaan publik serta memperkuat tatanan hukum di Indonesia," tandas Rasminto.