c

Selamat

Kamis, 25 April 2024

NASIONAL

22 Oktober 2021

15:27 WIB

Ratusan Pelajar Di Kalteng Menikah Selama Pandemi

Pemerintah provinsi Kalteng intens membahas pemberlakuan pembelajaran tatap muka dengan tujuan meningkatkan pendidikan dan mencegah pernikahan anak

Editor: Rikando Somba

Ratusan Pelajar Di Kalteng Menikah Selama Pandemi
Ratusan Pelajar Di Kalteng Menikah Selama Pandemi
Kampanye anti pernikahan anak. ANTARA FOTO/Aditya Pradana Putra

PALANGKA RAYA – Masa pandemi yang berdampak pada tidak adanya pembelajaran tatap muka di sekolah ternyata berbuntut panjang. Banyak pelajar yang ternyata menikah selama tak hadir bersekolah.  

Setidaknya ada 300 pelajar diam-diam menikah di sela-sela pemberlakuan pembelajaran daring di sejumlah kabupaten di Kalimantan Tengah (Kalteng).

Gubernur Kalteng Gubernur Sugianto Sabran, mengaku tidak pernah mengira akan hal ini. Dia mengungkapkannya saat memantau vaksinasi bagi kalangan pelajar di SMKN 1 Pangkalan Bun dan SMAN 1 Kumai, Kabupaten Kotawaringin Barat baru-baru ini.

 “Ya, kalian bisa segera bersekolah lagi. Pada bulan Nopember ya”. Kata Sugianto menjawab pertanyaan seorang siswi di sela kegiatan vaksinasi itu. 

Terungkapnya data pernikahan anak itu, mengakibatkan intensnya pembahasan secara lintas sektor tentang bagaimana pembelajaran tatap muka (PTM) bisa segera dilangsungkan di tengah pandemi. Dikutip dari Antara, sebelum ini tidak ada bahasan waktu dan ketentuan sekolah di Kalteng bisa melaksanakan PTM.

Tim Satgas Penanganan covid-19 di 13 kabupaten dan kota se-Kalteng dikutip dari Antara, terus melakukan pendampingan sekolah-sekolah yang telah menyatakan siap untuk melaksanakan PTM. Di provinsi ini ada 464 sekolah SMA dan sederajat, dengan jumlah siswa 58.483 orang, tersebar di 13 kabupaten dan kota.

Terhadap pelaksanaan PTM, Pelaksana Tugas Kepala Dinas Pendidikan Provinsi Kalimantan Tengah Syaifudin bahwa PTM terbatas dilakukan secara ketat dan menyesuaikan dengan kondisi di masing-masing sekolah.

"Esensinya PTM di sekolah ini dilaksanakan secara terbatas dengan penerapan protokol kesehatan secara ketat dan disiplin," ucapnya.

Dalam penerapan PTM, pihaknya masih bersandar pada surat keputusan bersama empat menteri, antara lain terkait dengan jumlah siswa yang dapat hadir secara langsung di sekolah sekitar 50% dari total kapasitas. 

Namun, dikatakan pula, jika suatu sekolah memiliki jumlah siswa yang cukup banyak dan usai dipangkas, dirasa masih berpotensi menyebabkan kerumunan, jumlah siswa yang boleh datang ke sekolah akan kembali dikurangi.

Ia mencontohkan suatu sekolah memiliki sekitar 1.000 siswa sehingga 50%-nya berarti 500 siswa yang boleh mengikuti PTM. Namun, jika 500 siswa itu masih dianggap berpotensi besar menyebabkan kerumunan, jumlahnya akan kembali dikurangi. 

Di sisi lain, ada juga penyesuaian dengan kondisi sekolah dan daerahnya. Jika suatu daerah aman dan jumlah siswanya sedikit, misalnya hanya belasan orang, pengurangan jumlah siswa yang boleh hadir di sekolah, tidak dilakukan.  

Pembahasan PTM ini membangkitkan antusiasme siswa. Salah satu pelajar SMAN 1 Tamiang Layang, Kabupaten Barito Timur, Kalimantan Tengah, Riswanda (16), mengaku sangat ingin divaksin, agar bisa segera masuk sekolah. 

“Iya mau ikut vaksinasi agar cepat masuk sekolah. Kangen masuk sekolah,” kata dia.  

Sebaliknya, Pemkab Barito Timur berkomitmen menuntaskan vaksinasi pelajar hingga akhir September 2021. Dalam setiap pelaksanaan vaksinasi, pihaknya akan melibatkan sasaran remaja yang berstatus pelajar. 

“Seperti dalam setiap pelaksanaan vaksinasi massal, selalu diberikan jatah untuk vaksinasi pelajar,” kata Bupati Barito Timur Ampera A.Y. Mebas.

Dampak Tautan Vaksinasi
Di sisi lain, vaksinasi yang berujung kembalinya siswa bersekolah juga dinilai penting dari sisi kesehatan. Kembalinya siswa bersekolah bisa menghindari anak menikah, dan mencegah naiknya angka stunting yang kerap disebabkan pernikahan dini. 

“Kami mendorong pelaksanaan PTM bisa segera digelar di Kalteng karena vaksinasi pelajar SMA sederajat sudah hamper 90%. Jangan bertambah lagi pelajar yang menikah dini karena terlalu lama tidak masuk sekolah,” kata Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Kalimantan Tengah Dr. dr. Suyuti Syamsul, MPPM.

Ekses pandemi terhadap pernikahan anak juga diulas Unicef. Pada awal 2021, Unicef merilis kajian terbaru terkait dampak pandemi covid-19 dan perkawinan anak di dunia. Riset tersebut menyebutkan, pandemi telah membuat sebanyak 10 juta anak perempuan di dunia berisiko menikah pada usia dini.

"Penutupan sekolah, tekanan ekonomi, gangguan layanan kehamilan dan kematian orang tua karena pandemi menempatkan gadis-gadis yang paling rentan pada risiko pernikahan anak," kutipan dari publikasi berjudul “Covid-19: A threat to progress against child marriage”.

Riset Unicef menjelaskan bagaimana pandemi membuat anak semakin berpeluang menikah di usia dini. Hal itu dikarenakan anak-anak kehilangan aktivitas sekolahnya, kehilangan komunitas pertemanan, akibat isolasi. Di sisi lain, faktor kemiskinan turut mendorong para orang tua menikahkan anaknya.


KOMENTAR

Silahkan login untuk memberikan komentarLoginatauDaftar