09 September 2022
08:37 WIB
BALMORAL – Ratu Elizabeth II, pemimpin kerajaan Inggris yang berkuasa dan pemimpin bangsa selama tujuh dekade, meninggal dunia dalam usia 96 tahun. Demikian dilaporkan Istana Buckingham, Kamis (8/9) malam waktu setempat atau Jumat (9/9) WIB dini hari.
"Sang Ratu meninggal dunia dalam damai di Balmoral siang ini," jelas pernyataan Istana Buckingham seperti dikutip Reuters.
Menurut keterangan itu, Ratu tetap berada di Balmoral pada Kamis malam dan akan kembali ke London pada Jumat. Putra sulung Ratu Elizabeth II, Charles (73), secara otomatis menjadi Raja Inggris Raya sekaligus kepala negara 14 negara lain, termasuk Australia, Kanada, dan Selandia Baru.
Sejumlah keluarga Ratu bergegas menyambanginya di Istana Balmoral setelah beberapa dokter menyatakan kekhawatiran atas kesehatan Ratu.
Istana Buckingham menyebut Ratu mengalami "masalah dalam menggerakkan anggota tubuh" sejak akhir 2021. Hal itu memaksanya menarik diri dari hampir seluruh kegiatan umum.
Ratu Elizabeth II, kepala negara yang menjabat paling lama dan tertua di dunia. Ia diangkat sebagai ratu pada Juni 1953, setelah ayahnya, Raja George VI, wafat pada 6 Februari 1952 ketika Elizabeth berusia 25 tahun.
Kondisi Kesehatan
Seperti disiarkan Independent, Jumat, kondisi Sang Ratu melemah setelah mengalami batuk parah dan infeksi dada. Dia juga mengalami sakit punggung, dan telah menjalani operasi untuk tulang rawan yang robek di lututnya. Tetapi ketika masalah mobilitas baru-baru ini muncul kembali, kekhawatiran pada kondisi kesehatan Ratu Elizabeth meningkat.
Pada Oktober tahun lalu, dia diam-diam dirawat di rumah sakit untuk menjalani pemeriksaan awal. Dia menginap semalam pertama di rumah sakit setelah delapan tahun terakhir.
Sebelumnya, pada Maret 2013, dia pernah dirawat karena serangan gastroenteritis. Delapan bulan kemudian, Ratu mengalami rasa tak nyaman di pergelangan kaki sehingga Duke of Cambridge harus mewakilinya menghadiri upacara penobatan.
Pada 2016, tak lama setelah hari ulang tahunnya yang ke-90, untuk Pembukaan Parlemen Negara, dia memilih menggunakan lift daripada menaiki 26 anak tangga. Dia juga memutuskan untuk mengakhiri perjalanan ke luar negeri segera setelah itu.
Pangeran Wales mengatakan ibunya berada di Cenotaph for Remembrance Sunday pada November 2017, karena mengalami sakit lutut. Itulah kali pertama kepala negara menyaksikan upacara dari balkon.
Hanya beberapa bulan kemudian, Ratu menjalani operasi mata untuk menghilangkan katarak. Dia diperlakukan sebagai pasien harian dan tidak membatalkan kegiatan apa pun. Tetapi pada Juni 2018, Ratu terpaksa menarik diri dari kebaktian di Katedral St Paul karena merasa tidak enak badan.
Pada 2020, saat pandemi covid-19, Ratu dan Duke of Edinburgh mengisolasi diri di Kastil Windsor. Pada tahun yang sama, Ratu terlepas dari masalah lututnya dan bisa mengendarai kuda poni. Pada Oktober tahun lalu, dia menggunakan tongkat untuk berjalan di Westminster Abbey Service. Pihak Istana Buckingham mengatakan Ratu mengalami masalah mobilitas episodik.
Seminggu kemudian, setelah program musim gugur yang sibuk, dia diminta oleh dokternya untuk beristirahat dan disarankan untuk membatalkan perjalanan ke Irlandia Utara. Hari berikutnya dia kembali bekerja untuk melakukan tugas-tugas ringan.
Namun, segera setelah itu, dia menarik diri dari lebih banyak keterlibatan di berbagai acara penting, termasuk KTT perubahan iklim Cop26 dan Festival of Remembrance. Pihak Istana Buckingham mengatakan Ratu disarankan tidak melakukan kunjungan resmi.
Dia berniat menghadiri kebaktian Minggu Peringatan di Cenotaph, tetapi harus membatalkannya karena masalah punggung. Selama lebih dari tiga bulan, dia hanya melakukan tugas-tugas ringan, termasuk audiensi virtual dan tatap muka di Kastil Windsor.
Tahun ini, serangkaian gelaran acara menjadi kegiatan menantang bagi siapapun di usia 90-an. Pada Februari lalu, dia bertemu dengan pekerja amal di Sandringham House, yang merupakan keterlibatan publik terbesarnya sejak Oktober.
Tetapi seiring kemajuan teknologi, maka berbagai tugas dapat dialihkan ke panggilan video. Penguasa terlama di Inggris itu pernah berkomentar selama audiensi langsung: "Yah, seperti yang kalian lihat, saya tidak bisa bergerak," serunya.
Ratu pernah mendapatkan hasil tes positif covid-19 pada Februari lalu. Dia yang telah mendapatkan vaksin tiga kali, mengalami gejala seperti pilek ringan tetapi virus itu membuatnya sangat lelah. Dia lalu membatalkan beberapa audiensi virtual, dan bulan berikutnya menarik diri dari kebaktian Commonwealth Day di Westminster Abbey.
Tetapi dia berkumpul untuk menghormati Duke of Edinburgh melalui sebuah upacara peringatan, pada akhir Maret. Saat itu, dia berjalan perlahan dan hati-hati dengan bantuan tongkat, dan berpegangan pada siku Duke of York.
Pada Mei lalu, dia melewatkan Pembukaan Parlemen Negara untuk pertama kalinya dalam hampir 60 tahun, karena kembali mengalami masalah mobilitas episodik. Pada bulan yang sama, Ratu sempat berkunjung ke Windsor Horse Show pada Mei dan menjadi tamu kehormatan di ekstravaganza A Gallop Through History di dekat Windsor.
Dia membuat penampilan kejutan untuk secara resmi membuka jalur Elizabeth di Paddington Station, London. Saat itu Ratu tampak ceria, meskipun kunjungannya dibatasi hanya 10 menit. Pada hari pertama perayaan jubilee 2 Juni lalu, dia menyenangkan orang banyak dengan penampilannya dari balkon Istana Buckingham dan kemudian di Windsor Castle.
Tetapi hari berikutnya, dia menarik diri dari Platinum Jubilee Service of Thanksgiving di Katedral St Paul setelah mengalami ketidaknyamanan selama perayaan hari sebelumnya. Setelahnya, Ratu sempat menghadiri Chelsea Flower Show. Saat itu, dia dibawa berkeliling menggunakan kereta golf berteknologi tinggi.
Pada Rabu (7/9), Sang Ratu menarik diri dari Dewan Penasihat virtual atas saran dokter kerajaan. Istana Buckingham mengumumkan dalam sebuah pernyataan sehari setelahnya, bahwa dokter prihatin dengan kesehatan Ratu. Mereka mencatat Ratu tetap nyaman di Balmoral.
Simbol Abadi
Ratu Elizabeth II menjadi simbol abadi Inggris, negara di mana dia memerintah selama 70 tahun. Bahkan ketika Inggris terus berubah, mulai kehilangan jati diri kerajaannya dan mengalami pergolakan sosial.
Beberapa komentator menggambarkan pemerintahan Elizabeth II sebagai "zaman keemasan". Hal ini mengingatkan pada masa Ratu Elizabeth I, yang memerintah Inggris 400 tahun yang lalu selama periode pertumbuhan kekuasaan dan perkembangan budaya.
"Saya pikir kami (masyarakat Inggris) dipandang sebagian melalui prisma sang ratu yakni dari konsistensi, kebijaksanaan yang telah ditunjukkannya, semua itu terlihat jelas dalam cara orang memandang Inggris," kata Valerie Amos, mantan politisi yang juga politisi kulit hitam pertama yang ditunjuk oleh kerajaan untuk "Orde Garter" kuno.
Namun beberapa kritikus berpendapat bahwa Ratu Elizabeth II tidak meninggalkan bekas pemerintahan yang nyata. Alih-alih hanya sebuah institusi yang tidak sesuai untuk tujuan di dunia yang diwarnai dengan aspirasi egaliter, komentar media sosial yang tidak sopan dan pengawasan sepanjang waktu oleh outlet media terhadap anggota kerajaan.
Namun, apapun itu, harus diakui, warisan Ratu Elizabeth II masih tetap luar biasa, yakni memastikan monarki selamat dari era perubahan yang cepat. Sejak saat Elizabeth II menjadi ratu, sejumlah presiden, paus, dan perdana menteri telah datang dan pergi.
Uni Soviet telah runtuh dan zaman kerajaan Inggris telah berlalu digantikan oleh suatu Persemakmuran 56 negara yang di mana Elizabeth berperan penting dalam menciptakannya.
"Tidak ada kekuatan kerajaan lain yang mencapai hal semacam itu ... dan di Inggris, perubahan sosial dan ekonomi yang besar telah terjadi secara keseluruhan secara damai dan konsensual," kata Profesor Vernon Bogdanor, seorang ahli dalam sejarah konstitusi Inggris.
"Itu sangat luar biasa," ujar Bogdanor.