c

Selamat

Sabtu, 15 November 2025

NASIONAL

11 September 2025

17:16 WIB

Rangkap Menko Polkam-Menhan Timbulkan Penyalahgunaan Wewenang

Rangkap Menko Polkam-Menhan mengulang rangkap Menhankam/Panglima ABRI.

Penulis: Aldiansyah Nurrahman

Editor: Leo Wisnu Susapto

<p>Rangkap Menko Polkam-Menhan Timbulkan Penyalahgunaan Wewenang</p>
<p>Rangkap Menko Polkam-Menhan Timbulkan Penyalahgunaan Wewenang</p>

Menko Polkam ad interim, Sjafrie Samsoeddin (tengah) di Gedung Kemenko Polkam di Jakarta, Rabu (10/9/2025). Kemenko Polkam.

JAKARTA - Koalisi Masyarakat Sipil menilai rangkap jabatan antara Menteri Pertahanan (Menhan) dan Menteri Koordinator Bidang Politik dan Keamanan (Menko Polkam) harus segera diakhiri karena berpotensi menimbulkan penyalahgunaan kewenangan.

Sebagai informasi, Menhan Sjafrie Sjamsoeddin ditunjuk Presiden Prabowo Subianto menjadi Menko Polkam ad interim pada Selasa (9/9).

Pengajar Fakultas Hukum Trisakti sekaligus Direktur De Jure, Bhatara Ibnu Reza menjelaskan, dua kementerian itu memiliki fungsi dan tugas yang berbeda. Maka, rangkap jabatan yang terlalu lama akan menimbulkan kerumitan tersendiri dalam tata kelola manajemen politik, keamanan dan pertahanan negara. 

“Kondisi ini akan menimbulkan potensi penyalahgunaan kewenangan yang besar, karena adanya akumulasi kewenangan pada satu orang menteri,” jelas dia, Kamis (11/9).

Bhatara menegaskan, di dalam negara demokrasi, penting menghindari akumulasi kewenangan di satu tangan. Negara demokrasi menuntut pentingnya diferensiasi fungsi dan tugas kementerian demi efektivitas kerja pemerintah itu sendiri. 

“Diferensiasi fungsional dalam pemerintahan ini menjadi penting guna menghindari terjadinya absolut power satu orang atau satu lembaga. Karena jika akumulasi kewenangan itu terjadi maka potensi penyalahgunaan kewenangan akan tinggi,” lanjut dia.

Sementara itu, Ketua Perhimpunan Bantuan Hukum dan Hak Asasi Manusia (PBHI) Julius Ibrani mengatakan pada masa Orde Baru, penggabungan Menteri Pertahanan Keamanan (Menhankam)/Panglima ABRI (Pangab) membuat Menhankam sekaligus Pangab mengambil kendali penuh atas sektor pertahanan dan keamanan. 

Jadi berdampak pada terciptanya kebijakan keamanan yang eksesif, represif dan cenderung membatasi kebebasan.

Julius mengatakan, rangkap jabatan cenderung membuka ruang terjadinya sekuritisasi. Yakni, negara akan melihat semua isu sosial politik akan menjadi masalah keamanan nasional, yang perlu didekati dengan pendekatan keamanan. 

Sekuritisasi ini, kata dia, akan mendelegitimasi pendekatan dialog, mengabaikan aspirasi publik hanya formalitas, dan dalam penyelesaian masalah cenderung lebih mengedepankan pendekatan militer. 

“Dalam konteks kekinian, hal itu nyata terjadi dengan maraknya keberadaan militer dalam ruang-ruang dan wilayah sipil, untuk mengatasi situasi sosial politik yang terjadi,” ujar dia.


KOMENTAR

Silahkan login untuk memberikan komentarLoginatauDaftar