01 Juli 2025
18:16 WIB
Pungli Bebani Ongkos Logistik Hingga 20%
Para sopir truk mengaku kerap dipalak atau menjadi korban praktik pungutan liar (pungli) preman maupun oknum aparat
Penulis: Aldiansyah Nurrahman
Editor: Nofanolo Zagoto
Ilustrasi pungli atau pungutan liar. Shutterstock/dok
JAKARTA - Wakil Ketua Pemberdayaan dan Pengembangan Wilayah Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI), Djoko Setijowarno mengamati pungutan liar (pungli) terhadap angkutan logistik kian meresahkan.
Djoko memperkirakan praktik pungli dapat menyumbang beban 15 hingga 20% ongkos angkut logistik di Indonesia.
“Punglinya dilakukan mulai baju seragam hingga tidak memakai baju. Penuturan pengusaha truk, ongkos logistik di Indonesia sudah lebih tinggi dari Thailand,” Djoko dalam keterangannya, Selasa (7/1).
Karenanya, dia mendesak pemerintah untuk memberantas pungli terhadap angkutan logistik. “Pungli di angkutan logistik Indonesia harus dihilangkan dan harus dimasukkan dalam Program Zero ODOL (Over Dimension Over Loading) yang sedang ditangani Kemenko Bidang Infrastruktur dan Pengembangan Wilayah,” jelas
Menurutnya, sejauh ini pemerintah hanya memikirkan memberantas truk ODOL, namun tidak berpikir mengenai pemberantasan pungli. Padahal, praktik pungli terjadi dari angkut logistik sampai bongkar muat.
Djoko mengungkapkan, para sopir truk pada saat diskusi bersama Asosiasi Pengemudi Angkutan Barang di Kantor Pusat Kementerian Perhubungan beberapa waktu lalu mengaku kerap mengalami pungli sepanjang rute pengiriman barang.
Para sopir truk mengaku kerap dipalak oleh berbagai pihak, baik oleh preman maupun oknum aparat.
“Pemalakan oknum preman dari Tol Cikampek hingga Kramat Jati, supir truk bawa besar harus bayar pungli Rp200 ribu. Jika istirahat di bahu jalan (setelah gerbang tol), mereka juga kena pungli petugas tol,” ujar Djoko.
Keluhan serupa juga disampaikan komunitas sopir yang menyebutkan bahwa mereka sering dipungli oleh oknum Polisi Jalan Raya (PJR) saat berada di bahu jalan dan oleh satpam saat berada di rest area.
Di sekitar Pelabuhan Tanjung Priok, sopir juga harus membayar pungli sebesar Rp100 ribu untuk melewati jalur gudang yang melewati kawasan portal kampung, bahkan mesti disertai stempel RT setempat.
Selain itu, sopir yang mengangkut sayuran dari Garut ke Pasar Kramat Jati harus menyisihkan paling tidak Rp 175 ribu untuk melewati lima hingga enam titik pungli.
“Sesungguhnya, pemilik barang dan pengusaha juga korban pungli yang jumlahnya lebih besar. Bedanya, pemilik barang tertutup, pengusaha angkutan setengah terbuka, sopir buka-bukaan,” ujarnya.