31 Juli 2025
10:56 WIB
Publik Desak Pemerintah Revisi UU TPPO
Revisi UU TPPO agar hukum bisa menjangkau modus baru human trafficking
Penulis: Ananda Putri Upi Mawardi
Editor: Leo Wisnu Susapto
Petugas Reskrimum Polda Riau menghadirkan tersangka dan sejumlah barang bukti saat gelar perkara TPP O di Mapolda Riau, di Pekanbaru, Riau, Selasa (13/6/2023). Antara Foto/Rony Muharrman.
JAKARTA - Koalisi masyarakat sipil mendorong pemerintah dan DPR untuk merevisi secara menyeluruh Undang-Undang (UU) Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO). Revisi diperlukan agar aturan itu bisa menjangkau modus baru TPPO dengan penyalahgunaan teknologi digital, seperti forced scamming, penipuan kerja daring, dan eksploitasi melalui platform digital.
"Undang-undang ini tidak bisa menjangkau modus-modus baru perdagangan orang dengan penyalahgunaan teknologi digital," papar perwakilan koalisi sekaligus Direktur Eksekutif Migrant Care, Wahyu Susilo, dalam pernyataan sikap yang diterima, Rabu (30/7) malam.
Dia menjelaskan, sejak pandemi covid-19, tipologi korban TPPO meluas. TPPO mulai menjerat orang muda berpendidikan tinggi yang tinggal di wilayah urban. Mereka umumnya dipekerjakan di bidang penipuan dan judi daring di Kamboja, Myanmar, dan Laos.
Wahyu menilai, payung hukum TPPO yang terbit pada 2007 sudah ketinggalan zaman dan jauh dari konteks saat ini. Di samping itu, gugus tugas TPPO juga minim pelibatan masyarakat sipil dan nyaris tidak hadir di daerah. Padahal, mereka semestinya menjadi garda terdepan pencegahan dan penanganan TPPO.
Baca juga: Semester I 2025, Polri Menangani 189 Kasus TPPO
Dia juga berkata, negara tidak serius menangani TPPO modus baru yang menjerat orang muda berpendidikan tinggi. Contohnya, kasus TPPO bermodus pemagangan mahasiswa ke Jerman (ferien job) pada 2024 lalu kini persidangannya mandek.
Selain itu, pada Maret 2025 sebanyak 555 korban forced scamming yang dipulangkan dari Myanmar tidak mendapat layanan pemulihan. Para pelaku perdagangan orang pun tidak diproses.
Koalisi juga meminta pemerintah untuk menegakkan hukum TPPO. Pasalnya, penegakan hukum yang lemah, ditambah penyalahgunaan teknologi digital dan impunitas pelaku, hanya akan menyuburkan TPPO.
Baca juga: Polda Jatim Bongkar TPPO Berkedok Cari Kerja ke Jerman
"Negara harus bekerja serius dalam penegakan hukum TPPO dan kerja paksa sebagai bagian dari perlindungan bagi semua warga negara Indonesia," tegas Wahyu.
Adapun koalisi yang menyerukan revisi UU TPPO terdiri dari Migrant CARE, Yayasan Integritas Justitia Madani Indonesia (IJMI), Human Rights Working Group (HRWG), Serikat Buruh Migran Indonesia (SBMI), International NGO Forum on Indonesian Development (INFID), Destructive Fishing Watch (DFW), dan Emancipate Indonesia.