18 Juni 2025
16:19 WIB
PRT, Kelompok Pekerja Paling Rentan Alami Kekerasan
Berdasarkan Catatan Tahunan Komnas Perempuan 2020-2024, setidaknya ada 128 pekerja rumah tangga atau PRT yang menjadi korban kekerasan
Editor: Nofanolo Zagoto
Warga melintas di dekat mural yang bertuliskan "Sahkan RUU PPRT, PRT Butuh Perlindungan" di Jembatan Kewek, Yogyakarta, Rabu (15/12/2021). Antara Foto/Andreas Fitri Atmoko
JAKARTA - Pekerja rumah tangga (PRT) menjadi kelompok pekerja yang paling rentan terhadap kekerasan, eksploitasi, dan diskriminasi. Catatan Tahunan Komisi Nasional Anti-Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) 2020 hingga 2024 setidaknya menguatkan kenyataan ini.
"PRT masih menjadi kelompok pekerja yang paling rentan terhadap kekerasan, eksploitasi, dan diskriminasi. Berdasarkan Catatan Tahunan Komnas Perempuan 2020 - 2024, setidaknya terdapat 128 PRT menjadi korban kekerasan," kata Anggota Komnas Perempuan, Irwan Setiawan di Jakarta, seperti dilansir Antara, Rabu (18/6).
Menurutnya, data kekerasan terhadap PRT yang terus berulang menggambarkan posisi PRT sebagai kelompok pekerja berada dalam relasi kerja yang timpang, tanpa pengakuan, dan tanpa jaminan keadilan.
"Salah satu kasus yang terdokumentasikan oleh Komnas Perempuan menunjukkan bagaimana seorang PRT di Jakarta, yang merupakan korban perdagangan orang, mengalami kekerasan seksual sejak hari pertama bekerja, kasusnya tidak pernah diproses dan justru diselesaikan di luar jalur hukum, tanpa mempertimbangkan hak dan pemulihan korban. Hal ini mempertegas lemahnya sistem perlindungan bagi PRT," kata Irwan.
Sementara itu, Anggota Komnas Perempuan, Devi Rahayu mengatakan Komnas Perempuan merekomendasikan RUU Perlindungan Pekerja Rumah Tangga (PPRT) segera disahkan. Sebab, ini merupakan langkah mendasar dalam memenuhi mandat konstitusi untuk melindungi hak asasi manusia dan menjamin keadilan sosial bagi seluruh warga negara.
Baca juga: Presiden Prabowo Janji Tuntaskan RUU PPRT 3 Bulan
Dia mengatakan pengesahan RUU PPRT adalah langkah konkret untuk menghapus ketidakadilan struktural dan memastikan bahwa setiap kerja dihargai, dilindungi, dan diakui secara bermartabat.
"Siapa pun mereka tidak boleh ditinggalkan. Penundaan pengesahan RUU PPRT hanya akan memperkuat impunitas kekerasan kepada PRT di Indonesia," tambahnya.
Ketua Komnas Perempuan, Maria Ulfah Anshor berharap peringatan Hari PRT Internasional dapat menjadi momentum untuk mendorong segera disahkannya RUU PPRT menjadi Undang-undang.
Hari PRT Internasional diperingati setiap 16 Juni.