c

Selamat

Minggu, 16 November 2025

NASIONAL

18 Januari 2022

14:23 WIB

Prevalensi Stunting-Obesitas Harus Ditekan Bersamaan

Masalah gizi masih menjadi perhatian dunia. Stunting-obesitas dapat memengaruhi produktivitas masa datang.

Penulis: Wandha Nur Hidayat

Editor: Leo Wisnu Susapto

Prevalensi Stunting-Obesitas Harus Ditekan Bersamaan
Prevalensi Stunting-Obesitas Harus Ditekan Bersamaan
Ilustrasi obesitas. pusat2.litbang.kemkes.go.id

JAKARTA – Direktur Gizi Masyarakat Ditjen Kesehatan Masyarakat Kemenkes Dhian Probhoyekti mengatakan, masalah gizi masih menjadi perhatian dunia, baik gizi kurang atau stunting maupun gizi lebih termasuk obesitas. Prevalensi stunting-obesitas harus ditekan secara bersamaan.

"Masalah gizi baik itu masalah gizi kurang maupun lebih masih menjadi perhatian dunia. Bahkan, gizi lebih dan obesitas meningkat secara cepat hampir di seluruh negara di dunia," ungkap Dhian saat Peringatan Hari Gizi Nasional (HGN) ke-62, Selasa (18/1).

Berdasarkan data Global Nutrition Report 2021, dia menjelaskan, satu dari sembilan penduduk dunia menderita kelaparan. Sebagian besar penduduk dunia saat ini tidak bisa mengakses makanan sehat. Lalu seorang dari tiga penduduk dunia mengalami gizi lebih atau obesitas.

Di Indonesia, Studi Status Gizi Indonesia (SSGI) 2021 menunjukkan angka stunting memang menurun sejak tiga tahun terakhir yakni 30,8% pada 2018, 27,67% pada 2019, dan menjadi 24,% pada 2021. Namun, angka ini masih jauh dari target RPJMN 2020-2024 yaitu 14%.

Sementara prevalensi overweight pada balita juga menurun dari delapan persen pada 2018 menjadi 3,8% pada 2021. Untuk obesitas pada usia lebih dari 18 tahun meningkat dari 14,8% pada 2013 menjadi 21,8% pada 2018, berdasarkan Riset Kesehatan Dasar 2018.

"Ini menjadi masalah kesehatan masyarakat yang harus mendapat perhatian semua pihak. Masalah stunting dan overweight mempunyai penyebab yang sama sehingga sesuai tema HGN 2022 ini perlu aksi bersama, aksi ganda untuk mencegah keduanya," ujar dia.

Penurunan angka stunting pada balita menjadi parameter pembangunan model manusia. Ini menjadi proyek besar yang harus diupayakan bersama dengan langkah strategis, efisien, dan efektif, sehingga penurunan stunting tidak langsung memengaruhi laju obesitas pada balita maupun dewasa.

Dampak Jangka Panjang
Dhian mengungkapkan masalah stunting dan obesitas memiliki konsekuensi jangka pendek maupun panjang. Pertama, masalah gagal tumbuh seperti berat lahir rendah, kecil, pendek, kurus, sehingga menyebabkan daya tahan tubuh rendah dan mudah sakit.

"Sehingga selanjutnya dapat berpengaruh pada daya juang produktivitas di masa mendatang," imbuh dia.

Kemudian masalah gangguan perkembangan kognitif terkait nilai sekolah dan keberhasilan pendidikan, serta menjadi SDM yang tidak berdaya saing global. Ketiga, masalah gangguan metabolisme tubuh yakni risiko obesitas dan terkena penyakit tidak menular.

"Selain obesitas juga mungkin muncul akibat pola asuh, gaya hidup yang tidak bergizi seimbang pada orang yang sebelumnya berstatus gizi normal, tidak stunting, atau tidak bermasalah gizi," ucap dia.

Dhian menegaskan bahwa gizi seimbang harus dimaknai secara luas bukan hanya khusus pada kelompok usia tertentu, melainkan untuk semua kelompok usia. Perbaikan pola perilaku gizi seimbang menjadi salah satu capaian RPJMN 2020-2024.

Penerapan gizi seimbang terdiri dari empat pilar. Pertama, mengonsumsi aneka ragam makanan. Kedua, membiasakan perilaku hidup bersih dan sehat. Ketiga, mempertahankan berat badan normal. Keempat, melakukan aktivitas fisik.

"Melakukan aktivitas fisik di semua kelompok usia dipastikan dapat mencegah masalah gizi seperti stunting maupun obesitas yang kemungkinan juga akan muncul," pungkas dia.


KOMENTAR

Silahkan login untuk memberikan komentarLoginatauDaftar