14 Agustus 2024
12:21 WIB
PP Muhammadiyah Tolak Kontrasepsi Bagi Anak Sekolah
Kontrasepsi bagi anak sekolah menjadikan aturan batas usia menikah bisa diabaikan.
Penulis: Ananda Putri Upi Mawardi
Editor: Leo Wisnu Susapto
| Illustrasi alat kontrasepsi. Sumb: Pexels. |
JAKARTA - Majelis Pendidikan Dasar Menengah dan Pendidikan Nonformal (Dikdasmen PNF) Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah menilai, penyediaan alat kontrasepsi bagi anak usia sekolah dan remaja dapat menimbulkan konsekuensi yang tidak diinginkan.
Menurut Kementerian Kesehatan (Kemenkes) kebijakan itu ditujukan bagi remaja yang sudah menikah untuk menunda kehamilan.
Namun, Undang-Undang (UU) Perkawinan menyatakan batas usia perkawinan adalah 19 tahun. Sedangkan, anak usia sekolah dan remaja berusia di bawah 19 tahun.
"Ini punya implikasi konsekuensi yang tidak diinginkan, yaitu pemahaman bahwa menikah di bawah usia 19 tahun itu tidak apa-apa," ujar Wakil Ketua Dikdasmen PNF PP Muhammadiyah, Alpha Amirrachman, dalam diskusi publik yang digelar daring, Selasa (13/8).
Lebih luas lagi, lanjut dia, masyarakat bisa menganggap pernikahan di bawah umur tidak apa-apa selama menggunakan alat kontrasepsi. Hal ini disebutnya bisa meningkatkan angka pernikahan dini.
Padahal, Alpha menyebutkan berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), angka pernikahan dini menurun dalam beberapa tahun terakhir. Pada 2019, BPS mencatat proporsi perempuan umur 20-24 tahun yang berstatus kawin sebelum umur 18 tahun mencapai 10,82%. Angka itu turun menjadi 8,06% pada 2022.
"Kalau Kemenkes ingin meng-address persoalan anak yang menikah di usia dini atau di bawah 19 tahun, hendaknya itu dilihat sebagai case by case," tambah Alpha.
Oleh karena itu, Muhammadiyah meminta aturan penyediaan alat kontrasepsi bagi remaja yang tercantum dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28 Tahun 2024 tentang Peraturan Pelaksanaan UU Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan, untuk direvisi.
"Tidak perlu menurut kami ini diturunkan dalam Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes). Kami meminta ini direvisi," tegas Alpha.
Dia pun mengusulkan agar Kemenkes fokus kepada komunikasi dan edukasi kesehatan reproduksi.
Dia juga menyebutkan edukasi kesehatan reproduksi membutuhkan peran orang tua dan pendidikan agama yang kuat. Selain itu, anak-anak dapat didorong untuk berkegiatan secara positif.
"Banyak hal yang bisa kita lakukan untuk membuat anak-anak kita terdistraksi dari hal-hal yang tidak kita inginkan," tutup Alpha.