13 Juli 2022
08:51 WIB
Penulis: James Fernando
Editor: Leo Wisnu Susapto
JAKARTA – Polri dan Badan Narkotika Nasional (BNN) menandatangani nota kesepahaman (memorandum of understanding/MoU) pelaksanaan rehabilitasi pecandu, penyalahgunaan narkoba dan korban penyalahgunaan narkoba. MoU ini sebagai upaya kedua instansi tak lagi mengutamakan pemenjaraan bagi tahanan bagi penyalahgunaan narkoba.
Kepala BNN, Komisaris Jenderal (Komjen) Petrus R Golose mengatakan, kesepakatan ini didasari oleh tingginya jumlah penyalahgunaan narkoba di dalam lembaga pemasyarakatan (lapas).
BNN mencatat 70% jumlah penghuni lapas di kota besar adalah penyalahgunaan narkotika, sedangkan di daerah mencapai 50%.
"Karena, angka prevalensi sekarang 1,95% penyalahgunaan narkotika. Mereka adalah bagian yang harus kita selamatkan,” kata Golose, Selasa (12/7).
Dia membandingkan penanganan kasus narkoba di Indonesia dengan negara-negara di Amerika Selatan. Seperti, di Panama, sebanyak 80% penghuni lapas adalah bandar narkoba bukan penyalahgunaan. Panama juga baru menyita sebanyak 134 ton kokain.
"Menyikapi permasalahan ini, berkaitan juga dengan masalah metamfetamin (sabu-sabu.red). Jadi kalau tadi adalah dari kokain. Permasalahan yang amat luar biasa juga ditangani antara Direktorat Narkoba di bawah pimpinan Brigjen Krisno. Kemudian juga Kedeputian Pemberantasan BNN, kita juga menyita berton-ton metamfetamin," jelas Petrus.
Saat ini, perekonomian Indonesia mulai tumbuh setelah dilanda pandemi covid-19. Sejalan dengan itu, lokasi tempat peredaran narkoba mulai muncul dan mengancam keselamatan generasi muda bangsa Indonesia.
Karena itu, Polri-BNN harus menyelamatkan masyarakat umur 15-64 tahun dari penyalahgunaan narkotika. Bila ada yang kedapatan menyalahgunakan narkotika, penerapan pasalnya pun tak mengarah pada criminal justice system atau sistem peradilan pidana.
“Kecuali mereka adalah bandar atau betul-betul berada dalam jaringan,” tegas Golose.
Karena itulah, Golose mengimbau, masyarakat dan para penyalahgunaan untuk melapor agar direhabilitasi.
"BNN mengucapkan terima kasih dan apresiasi setinggi-tingginya atas inisiasi Polri bersama BNN untuk kita mengeliminir pesan sudah sampai bawah, para penyalahgunaan tidak harus takut untuk lapor. Jangan takut lapor, jangan takut direhabilitasi. Karena ini adalah tugas kita bersama untuk menyelamatkan generasi bangsa," tambah dia.
Sementara itu, Direktur Tindak Pidana Narkoba Bareskrim Polri, Brigjen Krisno Halomoan Siregar menambahkan, MoU terkait rehabilitasi pecandu hingga korban penyalahgunaan narkoba ini turut mengikuti perkembangan zaman dan melakukan berbagai penyesuaian.
"Jadi disesuaikan dengan kekinian situasi sekarang. Yakni waktu dari penyidik menyerahkan melalui tim sekretariat itu, penyidik maksimal tiga hari setelah penangkapan harus sudah menyerahkan seorang tersangka itu, maksudnya penyalahgunaan tadi untuk ke sekretariat. Kalau sebelumnya itu enam hari kerja," tambah Krisno.
Dalam kerja sama terbaru ini, Tim Assessment Terpadu (TAT) diberi waktu untuk mengeluarkan rekomendasi enam hari setelah penangkapan. Penyidik Polri memiliki waktu sedikit untuk mengeluarkan surat rekomendasi rehabilitasi. Karena itu, lanjut Krisno, penyidik sehingga harus bekerja keras untuk menentukan rehabilitasi atau tidak bagi penyalahgunaan narkoba yang tertangkap.
"Ya sesuai dengan kekinian. Jadi selama ini alasannya karena TAT itu harus dilaksanakan secara physically, on site, tapi sekarang diizinkan dengan menggunakan daring," tandas Krisno.