c

Selamat

Minggu, 16 November 2025

NASIONAL

19 Maret 2024

20:50 WIB

Polisi Bongkar Perdagangan Orang Dengan Modus Magang Ke Jerman

Berdasarkan penyidikan polisi, program Ferienjob bukan merupakan bagian dari program Kemendikbudristek, sementara menurut Kemenaker, program Ferienjob tidak memenuhi kriteria magang di luar negeri

Penulis: James Fernando

Editor: Nofanolo Zagoto

Polisi Bongkar Perdagangan Orang Dengan Modus Magang Ke Jerman
Polisi Bongkar Perdagangan Orang Dengan Modus Magang Ke Jerman
Foto ilustrasi perdagangan orang. Shutterstock

JAKARTA - Bareskrim Polri mengungkap kasus dugaan tindak pidana perdagangan orang dengan modus mengirim mahasiswa untuk magang di Jerman melalui program Ferienjob. Direktur Tindak Pidana Umum Bareskrim Polri, Brigjen Djuhandhani Rahardjo Puro mengatakan, sudah ditetapkan lima orang sebagai tersangka di kasus ini.

Para tersangka yang dimaksud, yakni ER alias EW (39) dan seorang perempuan A alias AE (37). Keduanya saat ini ada di Jerman. Lalu, ada laki-laki berinisial SS (65) dan MZ (60), serta seorang perempuan berinisial AJ (52). Kelimanya punya peran yang berbeda-beda.

“Dalam perkara ini, kami telah menetapkan lima orang WNI sebagai tersangka, yang mana dua orang tersangka keberadaannya di Jerman sehingga kami berkoordinasi dengan pihak Divhubinter dan KBRI Jerman untuk penanganan terhadap dua tersangka tersebut,” kata Djuhandhani, di Jakarta, Selasa (19/4).

Kasus ini bermula dari informasi yang diterima polisi dari KBRI Jerman terkait adanya empat orang mahasiswa yang datang ke KBRI dan mengaku sedang mengikuti program Ferienjob di sana.

Berbekal informasi itu, polisi melakukan penelusuran. Hasilnya, program ini dijalankan oleh 33 universitas yang ada di Indonesia. Jumlah mahasiswa yang diberangkatkan sebanyak 1.047 orang. Mereka tersebar di tiga agen tenaga kerja di Jerman. 

Dari situ juga didapati fakta bahwa para mahasiswa itu mengikuti program melalui sosialisasi dari PT Cvgen dan PT Sinar Harapan Bangsa (SHB). Karena informasi itu, para mahasiswa tertarik mendaftarkan diri. 

Saat mendaftar, para korban diminta untuk membayar biaya pendaftaran sebesar Rp150 ribu. Uang itu dikirimkan ke rekening atas nama cvgen. Mereka juga diminta membayar uang 150 euro guna pembuatan letter of acceptance (LOA) kepada PT SHB sebagai bukti bahwa korban telah diterima di agency runtime yang ada di Jerman. 

“Waktu pembuatannya selama kurang lebih dua minggu," kata Djuhandhani.

Setelah LOA terbit, para korban kembali harus membayar sebesar 200 euro kepada PT SHB untuk pembuatan approval otoritas Jerman (working permit). Waktu penerbitan surat ini paling lama dua bulan. Para tersangka menyatakan, surat tersebut nantinya akan menjadi persyaratan dalam pembuatan visa. 

Tak hanya itu saja, para mahasiswa pun dibebankan menggunakan dana talangan sebesar Rp30 juta sampai Rp50 juta. Uang ini akan dipotong dari penerimaan gaji setiap bulannya.

Ternyata, setibanya di Jerman para korban langsung disodorkan surat kontrak kerja oleh PT SHB dan working permit berbahasa Jerman, sehingga tidak dipahami para korban. Dalam situasi terdesak, mereka menandatangani kontrak kerja tersebut.

Dalam kontrak kerja tersebut, ternyata biaya penginapan dan transportasi selama berada di Jerman dibebankan kepada para mahasiswa. Nantinya, uang transportasi dan biaya penginapan ini akan dipotong dari gaji mereka. Mereka pun menjalankan program ini sejak Oktober 2023 hingga Desember 2023.

“Para mahasiswa dipekerjakan secara nonprosedural, sehingga mengakibatkan mahasiswa tereksploitasi,” tambah Djuhandhani. 

Berdasarkan penyidikan polisi, ternyata Ferienjob ini bukan merupakan bagian dari program Merdeka Belajar Kampus Merdeka (MBKM) dari Kemendikbudristek. Sementara dari Kemenaker program Ferienjob tidak memenuhi kriteria magang di luar negeri.

"Yang mana program tersebut pernah diajukan ke Kementerian namun ditolak mengingat kalender akademik yang ada di Indonesia tidak sama dengan kalender akademik yang ada di Jerman,”  ucap Djuhandhani.

Selain itu, mekanisme program magang di luar negeri seharusnya berjalan melalui usulan dari KBRI negara terkait. Kalau dinilai bermanfaat dan sesuai dengan kebijakan yang ada di lingkungan Kemendikbudristek, maka akan diterbitkan surat endorsement bagi program tersebut. 

Atas perbuatannya, para tersangka dijerat Pasal 4, Pasal 11, Pasal 15 UU 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang, dengan ancaman pidana paling lama 15 tahun dan denda paling banyak Rp600 juta.


KOMENTAR

Silahkan login untuk memberikan komentarLoginatauDaftar