31 Januari 2025
19:16 WIB
Polisi Banyak Terjerat Kasus, Anggota DPR Dorong Polri Lakukan Evaluasi
Polri di bawah kepemimpinan Jenderal Listyo Sigit Prabowo memiliki slogan Presisi, maka hal ini semestinya dapat diimplementasikan oleh setiap anggota Polri
Penulis: Gisesya Ranggawari
Editor: Nofanolo Zagoto
Foto ilustrasi polisi. Personel Bhabinkamtibmas Polri Aiptu Amril A (kanan) membujuk seorang pemulung untuk mau mengikuti belajar baca tulis, di lokasi tempat pembuangan akhir (TPA) Terjun, di Medan, Sumatra Utara. AntaraFoto/Irsan Mulyadi
JAKARTA - Anggota Komisi III DPR RI, Rudianto Lallo, mendorong institusi Polri untuk mengevaluasi transparansi dari mulai proses rekrutmen, pembinaan jenjang karir hingga kerja-kerja kepolisian sebagai pelindung dan pengayom masyarakat.
Pasalnya, ia khawatir ada penyelewengan yang tidak bisa dipantau dan berimbas pada banyaknya oknum anggota polisi yang terjerat kasus, dari penembakan, pembunuhan sampai backing mafia.
"Harusnya proses itu dilakukan secara transparan, terbuka dan berkeadilan," kata Rudianto di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Jumat (31/1).
Ia menjelaskan, Polri di bawah kepemimpinan Jenderal Listyo Sigit Prabowo memiliki slogan Presisi, maka hal ini seharusnya diimplementasikan oleh setiap anggota Polri dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
Rudianto yakin jika Polri betul-betul melaksanakan tugasnya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, maka masyarakat pun akan memberikan dukungan yang besar.
"Itu kan pilihan-pilihannya. Harus tanggung jawab satu kata dengan perbuatan. Ketika ada perilaku oknum yang melaksanakan tugasnya tidak berkeadilan, sudah pasti akan dicibir oleh masyarakat, netizen akan diprotes kan begitu," papar Rudianto.
Politikus Partai NasDem ini menambahkan, banyaknya kejadian seperti polisi tembak polisi, polisi tembak pelajar, kemudian tahanan meninggal di rutan polisi, sampai kasus pemerasan, mestinya menjadi evaluasi bersama bagi pimpinan polri.
"Agar ditemukan apa yang salah, sampai banyak kasus yang melibatkan anggota Polri ini, harus dikoreksi," cetus dia.
Di sisi lain, Rudianto menilai sejatinya UU Polri hingga Peraturan Kapolri (Perkap) sudah sangat baik. Namun, perlu lebih tegas dalam implementasi di lapangan.
"Aturannya kan sudah bagus, tapi praktiknya bagaimana? Itu yang jadi pertanyaan publik. Kok banyak kejadian yang melibatkan alat negara tadi yang disebut banyak orang oknum," tandas Rudianto.
KontraS mencatat dalam rentang 2020 sampai 2024 praktik-praktik kekerasan yang melibatkan kepolisian di Indonesia terus meningkat. Sepanjang Juli 2020 sampai Juni 2021 terdapat 651 kasus.
Juli 2021 sampai Juni 2022 terdapat 677 kasus, Juli 2022 sampai Juni 2023 mencapai 622 kasus, Januari sampai April 2024 terjadi 198 peristiwa kekerasan yang melibatkan kepolisian.
Adapun kategori pelanggarannya berupa penembakan, penganiayaan, penyiksaan (torture), penangkapan sewenang-wenang (arbitrary arrest), pembubaran paksa, tindakan tidak manusiawi, penculikan, pembunuhan, penembakan gas air mata, water cannon, salah tangkap, intimidasi, bentrokan, kejahatan seksual, kriminalitas, hingga extrajudicial killing.