c

Selamat

Minggu, 16 November 2025

NASIONAL

27 Januari 2023

13:19 WIB

PKS Nilai Pengelolaan SDA Era Jokowi Amburadul

Pengelolaan SDA era Jokowi hanya dinikmati pihak tertentu. Rakyat hanya terima dampak kerusakan dan masalah.

Penulis: Gisesya Ranggawari

Editor: Leo Wisnu Susapto

PKS Nilai Pengelolaan SDA Era Jokowi Amburadul
PKS Nilai Pengelolaan SDA Era Jokowi Amburadul
Ilustrasi - Pekerja mengeluarkan biji nikel dari tanur dalam proses furnace di sebuah smelter. ANTAR A FOTO/Basri Marzuki.

JAKARTA - Anggota Komisi VII DPR dari Fraksi PKS, Mulyanto menilai, pengelolaan sumber daya alam (SDA) di era pemerintahan Joko Widodo (Jokowi) amburadul. Pemerintah dianggap gagal mengelola dan memanfaatkan sumber daya alam untuk kesejahteraan.

Mulyanto sampaikan, SDA Indonesia saat ini dikuasai oleh segelintir pengusaha dan investor asing. Sementara itu, masyarakat Indonesia sendiri hanya kebagian masalah dan dampak kerusakan lingkungan hidup yang panjang.

"Cadangan sumber daya alam kita terus dikeruk untuk keuntungan pengusaha-pengusaha tambang,” demikian pendapat Mulyanto lewat keterangan tertulis, Jumat (27/1) di Jakarta.

Mulyanto melanjutkan, kasus bentrok berdarah antar kelompok pekerja di perusahaan smelter nikel PT Gunbuster Nickel Industry (GNI) dan kasus beking kegiatan tambang ilegal oleh orang dekat presiden menjadi contoh nyatanya.

Ditambah kabar dari Bank Indonesia yang menyatakan dolar hasil ekspor barang tambang tidak masuk ke Indonesia. Hasil penjualannya justru diparkir di rekening-rekening luar negeri yang menurunkan devisa negara.

Dia menilai kegagalan pengelolaan SDA selama ini karena presiden tidak paham persoalan tersebut. Pada saat yang sama, Presiden dikelilingi oknum bermental korup yang lebih mementingkan diri sendiri dan kelompok daripada memikirkan keadilan dan kesejahteraan rakyat. 

"Dampaknya, banyak keputusan Presiden yang hanya menguntungkan pengusaha tapi menyengsarakan masyarakat," cetus Mulyanto.

Dia minta agar presiden terpilih nanti, bersungguh-sungguh menata manajemen SDA. Jangan sampai SDA, khususnya hasil tambang yang terbatas ini, hanya dinikmati segelintir oknum atau investor asing. 

Menurut dia, Indonesia perlu kembali ke jalan konstitusi untuk mengelola SDA sebesar-besarnya bagi kemakmuran rakyat. Serta menjalankan roda ekonomi nasional secara inklusif berkualitas bagi keadilan dan kesejahteraan rakyat. 

"Bukan pendekatan ekonomi yang eksploitatif dan ekstraktif yang memarginalkan dan menghisap darah rakyat,” tegas Mulyanto.

Dia prihatin mendengar kabar bahwa banyak beking tambang ilegal adalah orang kuat yang dekat dengan Presiden. Ini yang mengakibatkan dirjen, gubernur dan wali kota angkat tangan mengatasi pelanggaran usaha tambang ini. 

Kabar terbaru yang beredar sekarang ditemukan satu perusahaan tambang ilegal yang beromzet miliaran yang ternyata dibeking oknum aparat keamanan.

Soal pajak atau royalti batubara Indonesia juga termasuk masih rendah, flat 13,5% di atas harga US$90 per ton. Padahal harga batubara dunia saat ini membumbung tinggi mendekati US$400 per ton.  

"Kalau ini ditingkatkan, bukan hanya kita banjir surplus neraca perdagangan, bisa jadi kita tidak perlu utang untuk pembangunan," imbuh Mulyanto.

Sementara hilirisasi nikel juga dijalankan dengan setengah hati. Ia menilai pemerintah hanya menghasilkan barang setengah jadi dengan nilai tambah rendah seperti nickel pig iron (NPI) dan fero nikel dengan kandungan nikel hanya empat persen.

"Lalu diekspor ke Cina dengan bebas pajak. Insentif fiskal dan non fiskalnya diberikan sangat besar. Kemudahan mengimpor alat-mesin, yang bisa jadi barang bekas pakai," tandas Mulyanto. 


KOMENTAR

Silahkan login untuk memberikan komentarLoginatauDaftar