27 Juni 2024
19:31 WIB
Peserta UTBK Diminta Lepas Alat Bantu Dengar, KPAI: Langgar Hak
Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) mendorong pemerintah untuk meningkatkan pemenuhan hak pendidikan anak penyandang disabilitas
Penulis: Ananda Putri Upi Mawardi
Editor: Nofanolo Zagoto
Foto ilustrasi pelaksanaan UTBK. Antara Foto/Maulana Surya
JAKARTA - Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) mengatakan, kasus peserta Ujian Tulis Berbasis Komputer (UTBK) disabilitas tuna rungu yang diminta melepas alat bantu dengar (ABD) merupakan bentuk pelanggaran hak disabilitas, terutama hak hidup secara mandiri dan dilibatkan dalam masyarakat sebagaimana diatur dalam Undang-Undang (UU) Nomor 8 Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas.
"Seharusnya sudah terdeteksi saat awal registrasi oleh panitia, maka panitia harus memfasilitasi kebutuhan sesuai jenis ke-disabilitas-nya," ujar Komisioner Pendidikan KPAI, Aris Adi Leksono, melalui pesan singkat kepada Validnews, Kamis (27/6).
Dia melanjutkan, jika peserta merupakan tuna rungu yang dapat menyediakan ABD secara mandiri, mereka perlu diberi kesempatan untuk menggunakannya, sehingga peserta dapat mengerjakan tes seleksi dengan nyaman.
Aris juga mengatakan, pemenuhan hak pendidikan bagi anak disabilitas masih perlu ditingkatkan oleh pemerintah, khususnya pada institusi pendidikan.
Pemenuhan hak dilakukan dengan turut menyiapkan sarana dan prasarana, lingkungan yang inklusif, hingga guru dan tenaga kependidikan yang cakap mendampingi secara inklusif.
Hal itu sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 13 Tahun 2020 tentang Akomodasi yang Layak untuk Peserta Didik Penyandang Disabilitas.
"Meraka (penyandang disabilitas) punya hak yang sama seperti anak Indonesia lainnya," tambah Aris.
Sebelumnya, Direktur Jenderal HAM Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham), Dhahana Putra, mengaku menyayangkan pencopotan ABD yang dialami Naufal Athallah saat mengikuti UTBK di Universitas Indonesia (UI) pada 14 Mei 2024. Dia menyebutkan hal itu tidak senapas dengan komitmen pemerintah untuk mendorong penghormatan HAM penyandang disabilitas di dunia pendidikan.
"Pelarangan penggunaan ABD membatasi akses penyandang disabilitas tunarungu untuk mendapatkan hak pendidikan yang setara dan inklusif," ujar Dhahana seperti diberitakan Antara, Minggu (23/6).
Dia menyebutkan hal itu akan dikomunikasikan bersama Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) agar kejadian serupa tidak terulang kembali.