c

Selamat

Minggu, 28 April 2024

NASIONAL

28 Maret 2024

15:41 WIB

Perubahan Iklim Perburuk Kesenjangan Gender

Perubahan iklim berdampak terhadap semua. Namun, perempuan dengan fungsi tradisionalnya akan menjadi yang terdampak. Kesenjangan gender kian buruk, jadinya.

Editor: Rikando Somba

Perubahan Iklim Perburuk Kesenjangan Gender
Perubahan Iklim Perburuk Kesenjangan Gender
Seorang perempuan paruh baya menyiapkan air bersih di depan rumahnya yang terendam banjir di Semarang, Jawa Tengah, Kamis (14/3/2024). Antara Foto/Makna Zaezar

JAKARTA – Perubahan iklim itu tidak netral gender. Perempuan lebih rentan terhadap dampak perubahan iklim karena adanya peran tradisional gender, semisal mengurus rumah dan merawat anak. Karenanya, perempuan lebih rentan terhadap dampak perubahan iklim.  Namun, perubahan iklim ini semakin memperburuk kesenjangan gender.

Deputi Bidang Kesetaraan Gender Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Lenny N. Rosaline menyebutkan, ada delapan dampak perubahan iklim yang berpengaruh pada kesenjangan gender, yakni gagal panen, ketersediaan bahan bakar, kelangkaan air, bencana iklim, penyakit, perpindahan penduduk, konflik, dan kemiskinan.

"Perubahan iklim itu tidak netral gender. Perempuan lebih rentan terhadap dampak perubahan iklim karena adanya peran tradisional gender. Perempuan sering kali masih diharapkan untuk menjalankan peran-peran tradisional seperti mengurus rumah tangga, merawat anak, dan mengelola sumber daya alam," kata Rosaline, dalam "Peluncuran Dokumen Rencana Aksi Nasional Gender dan Perubahan Iklim (RAN GPI)", di Jakarta, Kamis (28/3).

Dia mengatakan, perempuan yang tinggal di daerah miskin akan lebih rentan karena kurangnya akses terhadap infrastruktur yang kuat, layanan kesehatan yang memadai, dan sumber daya untuk menghadapi perubahan iklim Kemudian penyebab lainnya adalah akses sumber daya yang terbatas, mobilitas terbatas, perempuan di daerah miskin, dan konsekuensi sosial kebijakan.

Menurut dia, perubahan iklim merupakan isu sosial yang dampaknya sangat dirasakan bersama, baik bagi perempuan, laki laki, anak-anak, dan kelompok rentan. 

"Jadi sangat penting mewujudkan kesetaraan gender dalam mengatasi tantangan dari dampak perubahan iklim," kata Lenny N Rosaline.

Perubahan iklim yang diprediksi terjadi pada tahun 2050, diperkirakan akan berdampak terhadap 251 juta populasi yang terpapar, dengan 62,7 juta rumah tangga, dan 25,1 juta kelompok rentan Jumlah ini terdiri 68% dewasa, 24 persen anak-anak, dan 8% lansia.


Berdampak Pada Kerumunan Mudik
Menyoroti hal serupa, anggota Bidang Kajian Penanggulangan Penyakit Menular Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Prof. Dr. dr. Erlina Burhan SpP(K) mengatakan perubahan iklim berisiko untuk kesehatan kerumunan mudik.

Erlina mengatakan, musim hujan juga berpotensi menurunkan sistem imun pada sebagian orang. "Kalau Anda berisiko untuk mudah terinfeksi seperti orang tua, orang dengan 'komorbid', punya risiko untuk tertular kan? Kita sadar diri saja untuk memakai masker," kata Erlina dalam diskusi daring "Menjelang Mudik Lebaran" di Jakarta, Rabu. 

Erlina menyerukan agar warga sadar bahwa berkerumun adalah saat dimana orang perlu meningkatkan kewaspadaan, termasuk menjaga tubuhnya tidak tertular penyakit yang dapat menyerang saluran pernapasan seperti COVID-19, contohnya, atau penyakit Flu Singapura yang kasusnya sedang meningkat oleh adanya infeksi Coxsackievirus.

Terkait Coxsackievirus, modus penularan cukup banyak. Umumnya adalah kontak langsung dengan penderita lewat ruam lenting pada kulit yang terbuka (pecah) atau cairan droplet menyentuh mulut dan rongga mulut kita, atau lewat makanan yang masuk ke mulut.

Penyakit itu membuat penderitanya demam, batuk dan sakit tenggorokan dengan masa inkubasi rata-rata 10 sampai 14 hari.

Kematian akibat penyakit ini masih sangat jarang terjadi, tingkatnya masih di bawah penyakit Monkey Pox atau cacar monyet yang angka kematiannya antara tiga sampai enam persen.

Dikutip dari Antara, prinsip penanganannya adalah bersifat suportif dan pemberian obat sesuai gejala. Karena belum ada vaksin untuk Flu Singapura, pastikan melakukan etika ketika batuk dan kurangi kontak langsung dengan individu lain serta sterilisasi tangan dan jaga higienitas tubuh dengan mandi setiap hari.

Hingga pekan ke-11 2024, menurut Erlina, Kementerian Kesehatan melaporkan terdapat 5.461 orang terjangkit Flu Singapura di Indonesia.

Powered by Froala Editor


KOMENTAR

Silahkan login untuk memberikan komentarLoginatauDaftar