13 Februari 2023
10:10 WIB
Editor: Leo Wisnu Susapto
BANDA ACEH - Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DP3A) Aceh menyatakan, sebab pernikahan dini tidak ada faktor tunggal, melainkan karena persoalan kompleks. Namun, sebagian besar perkawinan anak disebabkan karena pola pengasuhan yang kurang maksimal.
"Pengasuhan yang kurang maksimal juga menjadi penyebab utama terjadinya perkawinan usia anak," kata Pelaksana Tugas (Plt) Kepala DP3A Aceh Meutia Juliana, di Banda Aceh, Minggu (12/2).
Sebelumnya, Kantor Wilayah Kementerian Agama (Kanwil Kemenag) Aceh mencatat sebanyak 507 pasangan di Aceh melakukan pernikahan dini sepanjang 2022 ini, terlihat dari permintaan dispensasi ke Mahkamah Syar'iyah.
Angka pernikahan yang dilakukan oleh pasangan yang berusia di bawah 19 tahun mengalami peningkatan dibandingkan tahun 2021, yaitu sebanyak 416 pasangan. Dalam dua tahun terakhir, jumlahnya menjadi 923 pasangan.
Meutia menjelaskan bahwa sebagian besar kasus perkawinan usia muda adalah pasangan yang menikah di bawah usia 19 tahun disebabkan oleh pola pengasuhan dan kurangnya pengawasan dari orang tua.
"Untuk itu, advokasi dan sosialisasi terkait pencegahan pernikahan pada anak harus terus dilakukan seiring dengan advokasi pengasuhan bagi orang tua," ujar dia seperti dikutip dari Antara.
Kata Meutia, langkah tersebut perlu dilakukan secara komprehensif pada berbagai bidang dengan melibatkan banyak pihak. Baik instansi terkait di pemerintah maupun non pemerintahan, termasuk kampus hingga tokoh masyarakat serta ulama.
Dalam kesempatan ini, Meutia juga menanggapi terkait isu sebanyak 54 anak di bawah umur di Kabupaten Aceh Besar mengajukan dispensasi nikah ke Mahkamah Syar’iyah (MS) Jantho selama 2022.
Terkait isu tersebut, Meutia menyampaikan bahwa hasil koordinasi DP3A Aceh melalui UPTD PPA Aceh dan DP3AKB Aceh Besar dengan Mahkamah Syar’iyah Jantho penyebab pernikahan usia muda sebagiannya karena hamil duluan.
Penyebab sebagian besar pernikahan usia muda di Aceh Besar, kata dia, banyak disebabkan oleh faktor ekonomi, putus sekolah, dan juga menjalin hubungan asmara dengan lawan jenis atau pacaran.
"Sehingga orang tua khawatir, serta adanya keinginan sendiri untuk menikah," ujar dia.
Maka dari itu, Meutia mengajak seluruh elemen masyarakat mulai dari tingkat gampang dengan peran aktif kader-kader PKK dan aktivis Perlindungan Anak Terpadu Berbasis Masyarakat (PATBM), pemerintah kabupaten/kota hingga provinsi untuk saling berkolaborasi dan bersinergi dalam upaya mencegah pernikahan usia muda.
"Karena dampak dari perkawinan anak tidak hanya akan dialami oleh anak yang dinikahkan, tetapi juga akan berdampak pada anak yang dilahirkan serta berpotensi memunculkan kemiskinan antargenerasi," demikian Meutia.