24 Mei 2025
16:26 WIB
Pernikahan Anak Di Lombok Tengah, Orang Tua Dan Penghulu Dilaporkan Ke Polisi
Pelapor dugaan pernikahan anak di Lombok Tengah, Lembaga Perlindungan Anak (LPA) Mataram mengingatkan, pernikahan anak di bawah umur bisa diberi sanksi pidana
Editor: Nofanolo Zagoto
Ilustrasi pernikahan anak. Shutterstock/popovartem.com
LOMBOK TENGAH - Lembaga Perlindungan Anak (LPA) Mataram, Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) melaporkan kasus dugaan pernikahan anak di bawah umur ke Polres Lombok Tengah, merespons viralnya pernikahan anak yang tayang di video nyongkolan atau prosesi adat Lombok di media sosial.
"Kami dari LPA Kota Mataram telah melakukan pelaporan pengaduan perkawinan anak yang terjadi di salah satu desa di Lombok Tengah," kata Ketua LPA Kota Mataram Joko Jumadi usai melaporkan kasus tersebut di Lombok Tengah, seperti dilansir Antara, Sabtu (24/5).
Ia mengatakan, dari informasi yang diterima, pasangan suami istri yang masih di bawah umur tersebut adalah SY (15) anak perempuan asal Desa Sukaraja, Kecamatan Praya Timur dan remaja inisial SR (17) asal Desa Braim, Kecamatan Praya Tengah.
"Dalam aduan ini, kami melaporkan seluruh pihak yang terlibat aktif dalam proses perkawinan anak tersebut. Baik itu orang tua atau penghulu yang menikahkan," katanya.
"Yang dilaporkan adalah pihak-pihak yang kemudian memfasilitasi perkawinan anak ini," katanya.
Menurutnya, pernikahan tersebut sempat dicegah oleh pemerintah desa setempat. Baik dari desa mempelai perempuan atau mempelai laki-laki. Namun, kedua belah pihak tetap ngotot untuk menikahkan mereka.
"Kalau dari informasi awal, Kades dan Kadus sudah berusaha melakukan pencegahan. Tetapi para pihak ini tetap ngotot untuk dinikahkan. Sehingga yang disoroti di sini orang tua, kami belum tau apakah ada penghulunya," ujarnya.
Joko menjelaskan, pencegahan ini bukan terjadi sekali saja. Melainkan berkali-kali, namun keduanya tetap ngotot dan melakukan pernikahan itu di bawah meja atau tanpa sepengetahuan pemerintah desa.
"Sudah, makanya tadi sudah ada upaya yang dilakukan oleh pemerintah desa setempat, untuk kemudian mencegah terjadinya perkawinan anak ini," katanya .
"Bahkan, setelah adanya perkawinan anak. Dari aparat desa sudah melarang untuk tidak melakukan nyongkolan," katanya.
Ia mengatakan kejadian pertama terjadi sekitar bulan April 2025. Saat itu, pernikahan sempat dicegah pemerintah desa setempat. Namun, keduanya kembali kawin lari seminggu kemudian, tetapi itu pun dapat dilerai.
"April itu sudah ada upaya pernikahan, tetapi saat itu dipisahkan. Kemudian selang satu minggu setelahnya lagi ada upaya pernikahan lagi. Sampai terakhir di bulan Mei ini ada pernikahan," katanya.
"Kami melaporkan kasus ini sebagai bentuk upaya edukasi kepada masyarakat, bahwa pernikahan anak di bawah umur itu bisa dipidana sesuai undang-undang," katanya.
Terpisah, Kasat Reskrim Polres Lombok Tengah Iptu Luk Luk Il Maqnun membenarkan adanya pelaporan tersebut. Ia menjelaskan, saat ini pihaknya masih melakukan pendalaman dan akan memanggil pihak-pihak terkait.
"Laporan baru masuk. Nanti kami panggil dulu saksi saksi pihak terkait," katanya.