28 Juni 2022
20:17 WIB
Penulis: Gisesya Ranggawari, Oktarina Paramitha Sandy
Editor: Leo Wisnu Susapto
JAKARTA – Hari yang dinanti Azka (10) pun tiba. Bukan hari ulang tahun yang ditunggunya. Libur kenaikan kelas lah yang dinantikan anak laki-laki berusia 10 tahun itu. Dia mengaku gembira karena mulai Sabtu kemarin (25/6) hingga 9 Juli mendatang, tak harus bersekolah.
“Aku merdeka main handphone,” ucap bocah itu spontan menjawab pertanyaan Validnews yang menanyakan alasan kegembiraannya pada Sabtu (25/6).
Sinta (37), ibu Azka tersenyum mendengar ucapan bahagia anak sulungnya. “Itu waktu panjang buat Azka untuk bebas main handphone karena tak belajar dan bebas dari tugas sekolah,” urai Sinta.
Masygul sebenarnya hati Sinta melihat kegembiraan Azka. Terselip rasa khawatir akan sejumlah efek buruk akibat anak menghabiskan waktu dengan telepon genggam.
Bujuk rayu Sinta dan ayah Azka agar anak sulungnya itu berganti aktivitas pada hari libur, hanya menuai penolakan. Semakin dipaksa, Azka makin enggan berpisah dengan alat komunikasi canggih itu.
Sinta bercerita, sebelum pandemi covid-19, Azka suka beraktivitas di luar rumah. Saat libur sekolah, ajakan untuk berlibur dari orang tua selalu disambutnya dengan gembira.
Namun, keadaan itu berubah saat pandemi. Azka berbalik. Gawai canggih yang jadi sarananya belajar secara daring, menjadi teman yang sangat dekat dan lekat. Azka hampir tak pernah melepasnya.
Selepas belajar secara daring, anak kecil ini rutin main gim di ponsel. Kadang dia sendiri. Lain waktu dia bermain gim berkelompok. Padahal, orang tuanya membatasi waktu bergawai hanya tiga jam saja saban harinya.
Kini, saat libur sekolah Azka malah ingin bebas main gim tanpa waktu. Tidak adanya kewajiban bangun pagi untuk pergi ke sekolah membuatnya senang. Aktivitas di luar rumah tak lagi menarik buatnya.
Dari mulai PUBG sampai Mobile Legend dimainkan bocah berkacamata itu. Cita-cita menjadi pilot juga sepertinya sudah dikubur Azka. Dia kini bercita-cita ingin menjadi atlet e-sports.
Sinta memilih untuk mendukung keinginan Azka selama masih dalam batas wajar. Dia menyadari, pergeseran kebiasaan ini merupakan fenomena yang memang sedang dialami anak-anak generasi Z atau generasi Alpha yang lahir tahun 1995-2025.
"Sepertinya anak sekarang lebih tertarik segala sesuatu yang berhubungan dengan teknologi, teman-teman Azka juga seperti itu. Kalau dulu kan saya selalu senang kalau liburan berwisata ke alam misalnya," papar Sinta.
Sebagai orang tua, lanjut Sinta, dia mengalami dilema. Ada kengerian tersendiri membiarkan anak bermain gawai. Di sisi lain, dia juga takut sang anak malah dicap kuper atau ketinggalan zaman. Belakangan, adalah lumrah jika anak kian akrab dengan gawai masing-masing.
Ya, banyak orang tua seperti Sinta kini mengalami hal sama. Sang anak lebih lekat dengan gawai dan enggan beraktivitas lain. Padahal, sejatinya, ada banyak aktivitas yang bisa dilakukan oleh siswa untuk belajar saat liburan.
Praktik semacam itu banyak dilakukan oleh siswa atas persetujuan orang tua. Seperti pesantren kilat. Kegiatan perkemahan di alam. Lalu, olahraga ataupun latihan tari, teater, maupun melukis atau olah vokal. Bahkan desain grafis komputer, belajar coding bisa menjadi aktivitas anak yang menambah kreativitasnya.
Sayangnya, kegiatan itu tak pernah diadakan sekolah saat libur pembelajaran formal.
Belajar Saat Libur
Bermain gawai tidak melulu menjadi hal negatif. Namun, Koordinator Nasional Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI), Ubaid Matraji menyerukan ada baiknya masa liburan diisi dengan kegiatan yang berkaitan dengan pembentukan karakter dan mengasah bakat anak.
Dia menilai perlu ada sinergitas antara sekolah dan orang tua dalam memantau anak selama libur sekolah. Libur sekolah harusnya juga menjadi momentum buat mengembangkan potensi dan karakter si anak.
Ubaid menyarankan sekolah lebih aktif lagi untuk menginformasikan bakat terpendam anak. Tujuannya, agar saat masa libur, giliran orang tua yang memantik bakat dan karakter anaknya lewat berbagai metode.
"Tidak perlu yang berat-berat seperti belajar di sekolah, kan bisa kursus musik. Jadi tidak selalu sesuatu yang serius atau berkaitan dengan akademis, membangun karakter anak juga penting," ucap Ubaid saat berbincang dengan Validnews, Minggu (26/6).
Masa liburan juga selayaknya menjadi momen bagi orang tua mengambil alih peranan penting dalam tumbuh kembang anak. Ini bisa dilakukan dengan orang tua yang juga mengambil cuti dari pekerjaannya. Harus diingat, proses pendidikan karakter dan pendewasaan anak perlu dikuatkan oleh keluarga, khususnya orang tua.
"Momen libur penting untuk berkegiatan bersama, membuka ruang dialog, mengajarkan anak memiliki karakter yang berintegritas misalnya," imbuhnya.
Idealnya, sekolah perlu memberikan masukan atau catatan evaluasi yang lebih rinci kepada orang tua saat sebelum masa libur. Ini menjadi rujukan agar orang tua bisa mengevaluasi dan meningkatkan kekurangan anak di sekolah dengan berbagai metode pendekatan saat liburan.
Sayangnya, di seluruh Indonesia tidak sampai lima persen sekolah yang menerapkan pola komunikasi seperti ini. Mayoritas, pola komunikasi antara sekolah dan orang tua siswa hanya sebatas pembagian rapor.
Psikolog klinis anak, Firesta Farizal mengamini. Libur sekolah memang bisa menjadi solusi untuk pendidikan karakter dan memantik minat bakat anak. Dia sepakat, liburan selayaknya diisi dengan kegiatan bisa merangsang otak anak bekerja lebih. Belajar tidak melulu soal akademik.
"Menurut saya liburan sangat efektif dimanfaatkan untuk merangsang otak anak. Bagaimana caranya? Kita bisa memanfaatkan minat anak, supaya belajar bisa menjadi hal yang menyenangkan dan merangsang otak anak," beber Firesta di kesempatan berbeda.

Firesta menjabarkan, ada banyak kegiatan yang bisa menjadi opsi dilakukan saat liburan. Misalnya, olahraga, musik, kesenian atau seni lukis. Bisa juga kegiatan yang berkaitan dengan alam, seperti camping, outbound mendaki gunung atau melakukan hal-hal yang baru lainnya.
Firesta maklum jika sekolah belakangan ini jarang yang melakukan kegiatan ekstrakurikuler mengisi liburan. Kekosongan ini harus diambil orang tua untuk mendidik karakter anak.
Dia menyarankan agar orang tua memberikan kesempatan pada anak untuk mencoba melakukan sesuatu yang diminati. Kegiatan yang disukai anak namun tak digeluti karena jadwal sekolah yang padat, sangat pas dipilih menjadi prioritas.
"Sebenarnya anak butuh juga, dan orang tua harus bisa melihat bakat dan minat apa sih yang disukai oleh anak," urainya.
Asah Bakat dan Minat
Soal peran sekolah, Direktur Sekolah Dasar Kemendikbudristek, Sri Wahyuningsih mengakui, kegiatan pendidikan selama liburan memungkinkan untuk diterapkan. Guru bisa menyesuaikan dengan tren masa kini, seperti memberikan challenge kepada siswa untuk mendesain proyek sederhana dan menarik yang relevan dengan pengalaman liburan siswa.
Sri mengakui, memang selama ini kegiatan yang berhubungan dengan membangun karakter dan bakat, lebih dilakukan secara individu. Seperti, les musik tambahan atau latihan olahraga. Sekolah belum pernah menerapkan kegiatan-kegiatan tambahan ini.
"Adapun, beberapa sekolah pernah menawarkan program pesantren kilat untuk mengisi waktu liburan siswa. Tapi, intinya sangat memungkinkan sekali diadakan kegiatan selama liburan asalkan ada kesepakatan dari sekolah dengan siswa dan orang tua siswa," papar Sri kepada Validnews, Senin (27/6).
Melaksanakan pembelajaran berbasis proyek juga bisa jadi solusi lain untuk menekankan nilai-nilai karakter. Lalu, profil pelajar pancasila dengan melibatkan mitra atau organisasi masyarakat agar peserta didik dapat belajar dengan lingkungan di sekitarnya.
Sekolah disarankan melakukan pendekatan yang persuasif kepada peserta didik. Hal ini penting dilakukan agar menciptakan lingkungan sekolah yang aman, nyaman, dan menyenangkan.
Panduan
Sayangnya, selama ini belum ada panduan resmi dari Kemendikbudristek soal kegiatan apa saja yang bisa dilakukan para siswa atau orang tua selama liburan dalam rangka pembentukan karakter siswa.
Namun dalam pencegahan learning loss selama pandemi covid-19, Kemendikbudristek telah mengeluarkan regulasi yang mengatur panduan pembelajaran di masa pandemi dengan strategi, kurikulum, dan target pencapaian hasil pembelajaran yang telah disesuaikan.
Materi/bahan ajar bagi guru dan peserta didik baik berupa buku teks, modul ajar, audio, dan video pembelajaran juga bisa diakses melalui berbagai platform. Misalnya, lewat platform Merdeka Mengajar, Rumah Belajar, dan TV Edukasi.
"Sekolah dapat memberikan proyek, misalnya siswa membuat laporan tentang kegiatan selama libur, karena ini terkait dengan kompetensi bahasa Indonesia. Ini untuk menyiasati belum adanya panduan itu," papar Sri.
Kendala juga ada dari pihak sekolah. Biasanya, sekolah mengaku keberatan jika dilibatkan dalam kegiatan pada hari libur. Banyak guru juga berpersepsi, kegiatan atau program tambahan dalam rangka membentuk pendidikan karakter di hari libur sepenuhnya tanggung jawab individu ataupun orang tua.
Ketua DPP Asosiasi Kepala Sekolah Indonesia (AKSI), Asep Tapip Yani menyampaikan jika sekolah harus menyelenggarakan program tambahan pendidikan karakter pada masa libur, akan membebankan sekolah dan guru. Di saat siswa libur, biasanya mayoritas guru tidak ikut libur.
Pada masa inilah pihak sekolah melakukan evaluasi dan mempersiapkan kurikulum atau peta pendidikan untuk tahun ajaran baru.
Contohnya, pada saat libur tengah semester tahun 2022 sekarang ini, guru-guru diberikan pengetahuan tambahan dengan mengikuti workshop selama 8 hari.
"Menurut saya sih enggak perlu sekolah menyiapkan program lagi pada saat libur, menambah beban sekolah," kata Asep kepada Validnews, Senin (27/6).
Yang diyakini, sekolah pasti mendukung jika orang tua siswa berinisiatif mengikutsertakan anaknya berkegiatan yang berkaitan dengan pendidikan karakter pada masa libur.
"Kalau mau ikut pendidikan karakter bagus sekali, kami dukung. Tapi mangga, secara individu saja. Camping atau kemah remaja yang mengusung pendidikan karakter, itu bisa," tutur Asep.