04 April 2022
11:44 WIB
Penulis: Gisesya Ranggawari
Editor: Leo Wisnu Susapto
JAKARTA – DPR dan pemerintah sepakat tidak memasukkan pasal yang mengatur soal pemerkosaan dan aborsi dalam draf Revisi Undang-Undang (RUU) Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS) yang saat ini sedang dibahas di Badan Legislasi (Baleg) DPR.
Wakil Ketua Baleg DPR, Willy Aditya menjelaskan, tidak dicantumkannya pemerkosaan dan aborsi dalam RUU TPKS karena pemerkosaan telah ada di Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) dan aturan aborsi sudah ada di UU Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan.
“Kan tidak boleh dua norma hukum itu bertabrakan, jadi kita menggunakan undang-undang yang sudah existing," ujar Willy saat dikonfirmasi Validnews, Senin (4/4).
Ia juga mengatakan, pihak pemerintah dalam hal ini Wakil Menteri Hukum dan HAM (Wamenkumham) memastikan pemerkosaan akan dimasukkan ke RKUHP. Sedangkan untuk aturan aborsi sudah ada di UU Kesehatan.
"Kebetulan kan yang mewakili pemerintah juga dalam hal ini Wamenkumham juga yang bertanggung jawab terhadap RKUHP," imbuh Willy.
Wakil Menteri Hukum dan HAM, Edward Omar Sharif Hiariej, mengatakan penghapusan pasal pemerkosaan dan aborsi dari RUU TPKS memang perlu dilakukan untuk menghindari tumpang tindih aturan dengan regulasi lain.
Menurut dia, pemerkosaan dan aborsi akan diatur dalam Revisi Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP).
"Saya mampu meyakinkan satu ini. Khusus mengenai pemerkosaan itu sudah diatur rinci di dalam RKUHP," kata Edward yang akrab disapa Eddy.
Pasal 245 RKUHP menyatakan, 'Setiap orang yang melakukan perampasan nyawa orang, penganiayaan, perkosaan, perbuatan cabul, pencurian dengan kekerasan, atau perampasan kemerdekaan berdasarkan diskriminasi ras dan etnis, pidana ditambah dengan 1/3 (satu pertiga) dari ancaman pidananya'.
Sementara itu, Pasal 455 RKUHP menyebutkan, 'Pidana penjara paling lama tiga tahun atau pidana denda paling banyak kategori IV. Pasal 455 RKUHP mengatur soal orang yang mengancam dengan kekerasan secara terang-terangan dengan tenaga bersama yang dilakukan terhadap orang atau barang, suatu tindak pidana yang mengakibatkan bahaya bagi keamanan umum terhadap orang atau barang, dan perkosaan atau dengan perbuatan cabul. Kemudian, suatu tindak pidana terhadap nyawa orang, penganiayaan berat, dan pembakaran'.
Eddy menyampaikan, Pasal 469 RKUHP juga mengatur soal pemaksaan aborsi. Maka, menurut dia mengenai aturan aborsi sudah tercantum pada RKUP dan UU Kesehatan.
"Pemaksaan itu kan berarti tanpa persetujuan. Nah, di dalam RUU KUHP itu adalah perempuan yang tanpa persetujuannya, kemudian dilakukan pengguguran janin dan lain sebagainya masuk dalam konteks tindak pidana," papar dia.
Sebelumnya, pasal soal pemerkosaan dan aborsi sempat ada dalam Daftar Inventarisasi Masalah (DIM) versi DPR. Namun pada tanggal 28 Maret 2022, pihak pemerintah menghapuskan kedua pasal tersebut dalam DIM versi pemerintah yang dikirimkan ke DPR.
Panitia Kerja (Panja) RUU TPKS dalam satu pekan ini setidaknya sudah menggelar rapat enam kali pembahasan DIM RUU TPKS. Ada beberapa materi tambahan yang dibahas seperti jenis-jenis kekerasan seksual, hak restitusi korban, victim trust fund, kekerasan seksual berbasis elektronik dan pencegahan serta rehabilitasi korban.
Pihak Baleg DPR menargetkan RUU TPKS bisa selesai dibahas pada 5 April 2022. Setelah itu, Baleg akan mengajukan ke pimpinan DPR untuk dibawa ke Rapat Paripurna untuk kemudian disahkan menjadi UU.