c

Selamat

Minggu, 16 November 2025

NASIONAL

07 Maret 2025

18:33 WIB

Perjuangan Bersama Mendukung Hidup Anak Diabetes

Diabetes tipe 1 merupakan penyakit autoimun. Mendukung hidup anak diabetes memerlukan kiat khusus.

Penulis: James Fernando

Editor: Rikando Somba

<p dir="ltr" id="isPasted">Perjuangan Bersama Mendukung Hidup Anak Diabetes</p>
<p dir="ltr" id="isPasted">Perjuangan Bersama Mendukung Hidup Anak Diabetes</p>

Ilustrasi diabetes tipe 1. Shutterstock/Raihana Asral

JAKARTA - Orang tua mana yang tidak sedih dan frustrasi mendapati anaknya bertubi-tubi menunjukkan gejala penyakit yang tidak biasa. Niken Mutia (40) merasakan hal ini. Syabila, anaknya yang baru berusia dua tahun, sering sesak napas dan buang air kecil. Niken juga mendapati berat badan buah hatinya turun drastis.

Niken bertambah panik usai mengetahui kadar gula Syabila tinggi. Meski diagnosa dokter langganan sama sekali tidak menyebut ada penyakit serius, Niken tetap tidak tenang. 

Benar saja, begitu Syabila dirujuk ke dokter spesialis anak, Niken kemudian peroleh kabar bahwa Syabila menderita penyakit diabetes tipe 1 atau Diabetes Melitus Tipe 1 (DM1). Diagnosa ini sontak membuat Niken syok.

Niken tak punya banyak informasi tentang diabetes tipe 1. Teman dekatnya rata-rata juga tidak tahu. Mereka malah tidak percaya ada anak kecil bisa terkena diabetes. Padahal, Niken merasa harus segera tahu cara mengendalikan penyakit anaknya. 

Beruntung saja, Niken menemukan Ikatan Diabetes Anak dan Remaja (Ikadar) saat berselancar di internet. Niken senang salah satu admin grup Ikadar, yang bernama Sudarwati, ternyata satu tempat kerja dengannya. Niken jadi lebih leluasa untuk berkeluh kesah. 

Sudarwati rutin berbagi pengetahuan dan memberi dukungan moral pada Niken. Niken diajari cara menjaga pola makan anak, cara memeriksa kadar gula, hingga memastikan insulin anak. Insulin sangat penting untuk pengidap diabetes.    

Seluruh informasi baru ini membuat Niken lebih tenang. Dia perlahan berhasil mengontrol kesehatan anaknya.

"Dokter itu sangat sibuk, jadi kadang saya lebih cepat mendapatkan respons dari grup ini saat menghadapi situasi darurat atau kebingungan tentang pengobatan Syabila," kata Niken, saat berbincang dengan Validnews, Kamis (6/3).

Dari pagi hingga malam, Niken selalu memeriksa kondisi anaknya sesuai dengan informasi yang diperolehnya dari komunitas besutan Aman Bhakti Pulungan itu. Dia mulai mengontrol pola makan dan insulin Syabila. Kegiatan anaknya mau tidak mau juga dibatasi.

Sama seperti Niken, Arif Novianto juga memiliki anak yang didiagnosis mengidap diabetes tipe 1 sejak tahun 2010 lalu. Hanya saja, pengalaman itu membawa perubahan besar dalam hidup Arif. Ia memutuskan untuk juga aktif membantu keluarga lain yang memiliki anak penderita diabetes tipe 1. 

Dulu, ketika anak Arif baru saja didiagnosis mengidap diabetes, dia sering kali merasa cemas dan bingung. Arif tidak tahu ke mana harus mencari dukungan. Dia juga kewalahan merogoh koceknya untuk biaya pengobatan. Saat itu, belum ada BPJS yang menanggung pengobatan penderita diabetes.

Di tahun itu, juga belum banyak informasi hingga jurnal tentang penyakit diabetes tipe 1. Pikirannya terbuka tatkala satu dokter yang menangani anaknya menyarankan untuk bergabung dengan komunitas Ikadar. Di sana, Arif langsung menyadari ada banyak orang tua yang bernasib sama sepertinya. Kondisi mereka ternyata jauh lebih sulit secara informasi dan keuangan. 

Arif mengenang, saat itu anggota Ikadar masih memanfaatkan grup percakapan di Blackberry Messenger (BBM). Arif sering membaca banyak para orang tua panik karena kondisi anak mereka tiba-tiba menurun. Mereka rata-rata bingung untuk bertindak.

Situasi ini mendorong Arif mempelajari cepat cara penanganan diabetes. Selain berguna dalam penanganan anaknya, Arif kepikiran ingin membantu orang-orang yang senasib dengannya. 

Arif juga mulai mengumpulkan keluarga-keluarga penyandang diabetes di berbagai kota,. Dia mengenalkan mereka dengan komunitas, dan memberikan dukungan moral. Untuk memudahkan komunikasi, Arif membuat grup BBM hingga WhatsApp.

Gerakan Arif dan beberapa orang tua penyandang diabetes tipe 1 ini akhirnya diketahui oleh sejumlah dokter endokrin anak. Sering kaliKon mereka diajak untuk memperhatikan saat dokter tengah mengedukasi dan menangani anak pengidap diabetes tipe 1. Harapannya, Arif dan teman-temannya bisa ikut membantu orang-orang yang punya pengalaman yang sama. 

Benar saja, pernah ada orang tua yang menghubungi Arif karena panik anaknya mengalami sesak napas dan muntah-muntah. Arif buru-buru menyarankan agar anak itu dibawa ke IGD. Saat di rumah sakit, Arif berkata anak mereka menunjukkan tanda-tanda ketoasidosis diabetik (KAD).

Kondisi tersebut bisa sangat berbahaya jika tidak ditangani segera. KAD adalah komplikasi serius yang terjadi ketika kadar keton dalam darah tinggi. Kondisi ini bisa berakibat fatal jika tidak segera ditangani.

Berbagi Stok Insulin
Seiring waktu, Arif merasa perlu membentuk grup diskusi dengan menghadirkan dokter spesialis sebagai pembicara. Gayung bersambut, mayoritas orang tua setuju. Lebih beruntung lagi, dokter yang ditarget untuk menjadi pembicara juga menolak dibayar. 

Secara pribadi, Arif mengaku siap memberikan waktunya selama 24 jam bagi siapa saja yang membutuhkan informasi mengenai penanganan diabetes tipe 1. 

"Saya itu meminta bila butuh informasi soal penanganan penyakit ini silakan telepon, saya siap 24 jam untuk berinteraksi dengan para orang tua," kata Arif, kepada Validnews, Kamis (7/3).

Tak hanya itu, Arif juga sering kali mau bertindak sebagai penghubung antara keluarga dengan bantuan medis. Karena keaktifannya berkomunikasi dengan orang tua penderita diabetes tipe 1, Arif kerap mendapatkan tawaran insulin hingga alat pengukur kadar gula darah yang tidak terpakai.  

Tidak semua anak penderita diabetes tipe 1 mau rutin disuntikkan insulin. Nah, obat itu kadang dikumpulkan oleh Arif, agar dapat digunakan untuk membantu para orang tua yang tidak memiliki insulin.  

Dia biasanya akan menginformasikan kepada orang tua bila memegang stok insulin dan alat pengukur gula darah melalui pesan grup. Arif bahkan rela mengantarkan langsung stok tersebut ke rumah keluarga yang membutuhkan, tentunya jika rumah mereka masih berada di Jakarta.

Khusus untuk mereka yang berada di luar daerah, Arif biasanya akan melakukan kunjungan di sela-sela perjalanan mudik Idulfitri. Dia biasanya akan menyempatkan diri untuk mampir ke rumah keluarga pasien yang tinggal di Kuningan, Salatiga, dan Kudus. Di kesempatan itu, tak lupa dia akan membawa sejumlah bantuan obat-obatan untuk anak mereka.

"Diabetes itu penyakit seumur hidup. Makanya harus bersama-sama mendukung dan menguatkan agar anak bisa melangsungkan hidup hingga hari tua," kata Arif.

Gerakan serupa Arif juga dipilih Anita Sabidi. Salah satu pengurus di Ikadar ini paham betul dengan penderitaan para orang tua dan pasien diabetes tipe 1. Sebab, dia juga merupakan pengidap. 

Anita sadar minimnya informasi soal diabetes tipe 1 ini menjadi masalah utama yang harus dihadapi bersama-sama. Setahu Anita, dokter spesialisnya hanya berjumlah 21 orang, mayoritas berada di pusat kota. 

Dia mengatakan, banyak orang menganggap penyakit diabetes tipe 1 ini sama dengan tipe 2. Sebab, diabetes tipe 2 lebih banyak ditemui di masyarakat.

Karena itu, tidak semua masyarakat paham penyakit diabetes tipe 1 membuat penderita benar-benar tidak memproduksi insulin. Untuk bertahan hidup, mereka harus mendapatkan insulin dari luar tubuhnya.

Masalah informasi ini rentan membuat penanganan para pengidapnya menjadi salah. Oleh karena itu, Anita kepikiran untuk aktif memberikan pendampingan kepada para orang tua pasien.

Biasanya, Anita akan meminta para orang tua untuk selalu tepat waktu untuk menyuntikkan insulin kepada anak-anaknya. Dia juga menginformasikan pada orang tua dosis yang tepat tiap kali menyuntikkan insulin kepada anaknya.  

"Saya itu terus menekankan saat melakukan pendampingan soal insulin ini menjadi hal yang saya paling tekankan karena memang anak itu tidak bisa menghasilkan insulin dari pankreas," kata Anita, kepada Validnews, Kamis (6/3).

Pengaturan Kalori
Selain itu, Anita akan mengajarkan orang tua pasien cara menghitung kebutuhan kalori. Misalnya, dalam satu hari anak membutuhkan 1.700 kalori.  

Jadi, orang tua pasien akan dimintanya untuk mengatur pola makan anaknya. Misalnya, untuk makan pagi sang anak hanya 500 kalori saja. Siang dan malam masing-masing berbobot 500 kalori. Sisanya, 200 kalori bisa digunakan untuk snack pagi dan malam.  

Nah, misalnya 500 kalori ini dibagi-bagi lagi, nasi itu berapa kalori, lauknya berapa kalori, sehari berapa kalori. Ini saya paksa ibu-ibu, tidak bisa ditunda-tunda mereka harus mengerti dengan cepat kalau tidak anaknya bisa bahaya,” tambah Anita. 

Anita sadar tidak mudah untuk membuat anak mengerti soal pengaturan kalori ini. Hal ini riskan membuat mereka merasa serba diatur. Untuk mengatasinya, pemahaman soal pola makan ini perlu pelan-pelan disampaikan agar anak tidak merasa aneh dan menganggapnya sebagai hal normal.  

Dengan begitu, pasien anak bisa menganggap dirinya tetap dapat menikmati makanan seperti anak lainnya, meski seluruh makanan yang mereka konsumsi mengikuti anjuran dokter.  

Saat melakukan pendampingan, Anita kerap menemukan orang tua pasien yang mengalami depresi karena kondisi anaknya. Makanya, ia dan teman-temannya tidak hentinya berupaya memberikan dukungan secara moral.

Anita berupaya untuk membuka pandangan orang tua, jika bukan mereka saja yang mengalami hal ini. Mereka harus bangkit dari keterpurukan dan memastikan anaknya bisa bertahan hidup hingga tua. 

Kadang Anita menjadikan dirinya sebagai contoh. Dia sudah mengidap diabetes tipe 1 selama 27 tahun. 

"Kami berusaha untuk membuat orang tua dan anak-anak merasa lebih kuat, lebih siap menghadapi diabetes ini," tambahnya.

Di sisi lain, Anita kadang mendapati anak-anak penderita diabetes merasa terisolasi dan stres, terutama saat mereka mulai dirundung oleh teman-teman sebayanya. 

Pernah ada seorang anak berusia 10 tahun yang di-bully karena kondisi diabetesnya. Anita dan teman-temannya berupaya agar anak itu pindah sekolah agar mendapatkan pendidikan di tempat yang lebih toleransi, serta mendapat pengawasan baik dari para guru.

"Kami di komunitas Ikadar ini selain saling memberikan dukungan menjadi support system agar semuanya kuat menghadapi kondisi ini," kata Anita.

Pemahaman Masyarakat Kurang
Ketua Pengurus Pusat Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI), Piprim Basarah Yanuarso menilai keberadaan komunitas yang fokus pada diabetes tipe 1 pada anak dan remaja hal sangat positif. 

Dia menilai komunitas tersebut bisa menjadi wadah bagi pasien dan keluarga untuk saling berbagi pengalaman, memberi dukungan emosional, berbagi informasi. Sebab, diabetes tipe 1 merupakan penyakit autoimun, yang memerlukan pengelolaan yang ketat, mulai dari pemantauan kadar gula darah hingga pemberian insulin secara teratur. 

Pimprim menyadari pemahaman masyarakat terhadap diabetes tipe 1 masih kurang. 

Penyakit ini pun sering disalahpahami sebagai akibat dari pola makan atau gaya hidup tidak sehat. Padahal, kondisinya sangat berbeda dengan diabetes yang kerap ditemui di masyarakat. 

"Komunitas diabetes tipe 1 juga memainkan peran penting dalam meningkatkan kesadaran masyarakat mengenai penyakit ini, yang sering kali kurang dipahami dibandingkan diabetes tipe 2. Dengan adanya komunitas yang aktif, pasien dan keluarga dapat merasakan dukungan dan tidak merasa sendirian dalam menghadapi tantangan hidup dengan diabetes tipe 1," kata Piprim kepada Validnews, Kamis (6/3).

Setahu Piprim, gerakan ini turut memperjuangkan hak-hak pasien, seperti akses terhadap perawatan kesehatan yang lebih baik, ketersediaan insulin yang terjangkau, serta peningkatan kesadaran publik tentang pentingnya penanganan diabetes tipe 1 sejak dini.

Terkait akses layanan kesehatan, Piprim menyatakan, diabetes tipe 1 sudah tercakup dalam layanan BPJS Kesehatan, termasuk pemeriksaan dan pengobatan. Sayang, praktik di lapangan masih menemukan ada keterbatasan stok insulin dan alat pemantauan gula darah di beberapa daerah. Belum lagi prosedur administrasi yang kompleks.

"Untuk itu, pemerintah perlu meningkatkan ketersediaan insulin dan alat pemantauan gula darah di seluruh fasilitas kesehatan yang bekerja sama dengan BPJS, serta menyederhanakan prosedur administrasi untuk memudahkan pasien mendapatkan perawatan yang dibutuhkan," ucapnya.

Piprim juga menyarankan agar pemerintah menambah cakupan alat medis penunjang, seperti sensor pemantauan gula darah kontinu (CGM) dan pompa insulin, dalam skema pembiayaan BPJS untuk meningkatkan kualitas hidup pasien diabetes tipe 1.


KOMENTAR

Silahkan login untuk memberikan komentarLoginatauDaftar