11 Juli 2024
08:00 WIB
Perempuan Lebih Mau Terlibat Dalam Inisiatif Antikorupsi
Riset Puskapol UI menunjukkan perempuan cenderung lebih bersedia melaporkan kasus korupsi skala kecil dibanding laki-laki, sedangkan untuk skala besar, tidak ada berbeda secara signifikan
Penulis: Aldiansyah Nurrahman
Editor: Nofanolo Zagoto
Ilustrasi korupsi. Shutterstock/dok
JAKARTA - Hasil riset Pusat Kajian Politik Universitas Indonesia (Puskapol UI) menunjukkan perempuan lebih berperan mendukung inisiatif antikorupsi dibandingkan laki-laki.
Associate Researcher Puskapol UI, Whinda Yustisia, menyebut hal ini tercermin dari hasil survei Puskapol UI dengan objek 205 anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) provinsi.
“Menariknya adalah gender muncul sebagai faktor yang dapat memprediksi intensi terlibat dalam inisiatif antikorupsi dan itu efeknya positif ya. Artinya, adalah perempuan cenderung lebih mau terlibat dalam inisiatif anti korupsi,” jelasnya, dalam diskusi Are Women Less Corrupt di kawasan Tebet, Jakarta, Rabu (10/7).
Dosen Psikologi UI ini merinci, dari skala kecil dan skala besar, hasil riset menunjukkan kemungkinan perempuan untuk melaporkan kasus korupsi skala kecil berbeda signifikan secara gender. Perempuan cenderung lebih bersedia melaporkan hal tersebut dibanding laki-laki.
Sementara, dari kasus skala besar, baik perempuan dan laki-laki tidak berbeda secara signifikan.
Namun secara umum, apabila korupsi skala kecil dan besar digabung, hasilnya perempuan menunjukkan lebih mau terlibat dalam inisiatif antikorupsi daripada laki-laki.
Di lembaga penyelenggara pemilu, sudah ada beberapa praktik baik pengalaman perempuan dalam melakukan inisiatif anti-korupsi.
“Sikap perempuan yang cenderung menghindar dari ajakan perilaku korupsi pada akhirnya membuat mereka secara tidak langsung dikecualikan dari forum-forum pembicaraan atau pertemuan yang berpotensi pada perilaku yang koruptif,” jelasnya.
Sementara, Direktur Puskapol UI, Hurriyah mengatakan dari hasil riset Puskapol UI terhadap lembaga legislatif, menunjukkan peran perempuan dalam menolak korupsi juga sudah terlihat.
“Sikap perempuan lebih cenderung berhati-hati dalam menerima korupsi karena pertimbangan moral, norma, dan beban domestik yang melekat pada perempuan. Faktor ini menjadi enablers bagi perempuan untuk menghindari praktik korupsi,” katanya.
Ia menjelaskan korupsi skala kecil dalam lingkup legislatif contohnya perilaku anggota legislatif menerima uang perjalanan dinas meski tidak melakukan perjalanan tersebut.
Sementara, korupsi yang terkait dalam pelaksanaan fungsi anggota legislatif dalam mengeluarkan produk legislasi. Contoh lainnya, korupsi individual terkait pemanfaatan proyek-proyek pemerintah.