01 Juni 2024
08:10 WIB
Perempuan Lebih Besar Kemungkinan Jadi Pekerja Informal
Pekerja informal perempuan Indonesia yang memanfaatkan teknologi digital butuh sejumlah hal agar bisa meningkatkan hasil.
Editor: Leo Wisnu Susapto
Pedagang menawarkan dagangannya melalui siaran langsung media sosial Tiktok di Pasar Tanah Abang, Ja karta, Selasa (12/12/2023). ValidNewsID/Darryl Ramadhan.
JAKARTA – Jumlah pekerja perempuan di Indonesia lebih rendah daripada laki-laki. Namun, pekerja perempuan lebih besar kemungkinannya untuk menjadi pekerja informal.
“Sekitar 66% atau 54.5 juta pekerja informal di Indonesia adalah perempuan,” sebut Plt Deputi Bidang Kesetaraan Gender Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA), Indra Gunawan seperti keterangan tertulis dari Kementerian PPPA, Jumat (31/5).
Indra menguraikan, perempuan umumnya lebih termotivasi memasuki dunia kerja informal dengan pertimbangan jam kerja yang fleksibel. Serta, cepat memperoleh pendapatan, karena harus meluangkan waktu untuk memenuhi tanggung jawab melakukan pekerjaan rumah tangga dan mengasuh anak.
Karena itu, ekonomi digital diperlukan guna mendorong dan membuka akses bagi pelaku pekerja sektor informal. Terutama, bagi perempuan, agar dapat mengembangkan usahanya lebih jauh lagi.
Kementerian PPPA melakukan studi bertajuk, Perempuan Dalam Ekonomi Digital: “Meningkatkan Akses Terhadap Pekerjaan Bagi Pekerja Informal Perempuan Dalam Ekonomi Digital”. Studi tersebut hasil kolaborasi dengan Microsave (MSC) Consulting Indonesia dengan responden 400 pekerja informal perempuan di sembilan provinsi.
Penelitian ini dilatarbelakangi Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) perempuan yang berada pada kisaran 50% untuk 20 tahun terakhir. Atau, jauh di bawah partisipasi laki-laki sebesar 80%.
Indra memaparkan, Indeks Ketimpangan Gender Tahun 2022 di Indonesia, menunjukkan adanya perbaikan. Namun, perbaikan ini dipengaruhi oleh perbaikan kesetaraan capaian pada dimensi kesehatan reproduksi dan pemberdayaan.
Sedangkan, dalam dimensi tenaga kerja yang dilihat dari nilai TPAK perempuan, belum ada perbaikan berarti. TPAK laki-laki sebesar 83,98% dan perempuan sebesar 54,42%.
Data tersebut menunjukkan, TPAK laki-laki lebih tinggi sekitar 1,5 kali TPAK perempuan. Atau, dari 100 orang penduduk usia kerja laki-laki, ada 84 orang yang termasuk angkatan kerja, urai dia mengutip Sakernas Badan Pencatat Statistik (BPS) pada Februari 2023.
Senior Manager Gender Equality & Social Inclusion (GESI), MSC Indonesia Consulting, Putu Monica Christy memaparkan, pekerja informal perempuan memiliki jam kerja panjang, tetapi pendapatan yang rendah. Sebagian besar pekerja informal perempuan bekerja lebih dari 40 jam per minggu. Akan tetapi, lebih dari 70% perempuan di sektor informal hanya memiliki pendapatan di bawah tiga juta rupiah per bulan.
Perempuan juga menanggung beban ganda karena tetap bertanggung jawab mengurus rumah tangga dan mengasuh anak. Lebih dari 60% pekerja informal perempuan menghabiskan lebih dari 10 jam per minggu untuk melakukan pekerjaan rumah tangga atau pengasuhan.
Monica menambahkan pemanfaatan layanan keuangan digital pekerja informal perempuan, khususnya mereka yang bekerja secara hybrid dan offline, masih rendah. Pembayaran tunai masih lebih disukai oleh 95% pekerja hybrid dan 99% pekerja offline.
Metode pembayaran nontunai, seperti transfer bank, lebih disukai oleh pekerja online (79%) dibanding pekerja hybrid (34%) dan offline (10%). Selain itu, akses mereka terhadap kredit juga masih rendah. Hanya 40% pekerja informal perempuan pernah mengambil kredit formal dan 26% kredit informal.
Kredit digunakan untuk memenuhi keperluan produktif, seperti pembelian alat kerja dan bahan baku. Serta, keperluan konsumtif, seperti untuk memenuhi kebutuhan keluarga.