c

Selamat

Minggu, 16 November 2025

NASIONAL

26 Agustus 2025

13:26 WIB

Peradilan Adat Makin Tak Mendapatkan Tempat

Peradilan adat memang diakui di KUHP baru, namun masyarakat adat banyak ditarik ke pengadilan negeri untuk menyelesaikan masalah adat.

Penulis: Aldiansyah Nurrahman

Editor: Leo Wisnu Susapto

<p>Peradilan Adat Makin Tak Mendapatkan Tempat</p>
<p>Peradilan Adat Makin Tak Mendapatkan Tempat</p>

Warga suku Biak menampilkan atraksi berjalan di atas batu panas. Antara Foto/Gusti Tanati.

JAKARTA - Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Parahyangan (Unpar) Bandung, Catharina Dewi Wulansari menilai peradilan adat belum mendapatkan tempat yang layak dibandingkan peradilan negara.

“Peradilan adat diakui dalam KUHP baru. Tapi, hanya seperti angin sepoi-sepoi, yang kayaknya kesannya ada pelindungan, tapi sebenarnya lip service,” katanya, saat ditemui Validnews, di Jakarta Selatan, Senin (25/8).

Malah, lanjut dia, peradilan adat kini seakan malah dihilangkan. Yakni, kasus-kasus adat yang terjadi justru diselesaikan di pengadilan negeri, sehingga tidak pas untuk menyelesaikan kasus seperti masalah tanah ulayat.

Lagipula, masyarakat adat yang mau mengajukan penyelesaian berdasarkan hukum adat, ternyata sifatnya tambahan, bukan sebagai pidana pokok.

Ketua Dewan Pembina Asosiasi Pengajar Hukum Adat (APHA) ini menjelaskan, peradilan adat tidak membedakan antara hukum privat dan publik atau hukum pidana dan perdata.

Baca juga: Masyarakat Hukum Adat Punya Kontribusi Bagi Pembangunan Berkelanjutan

Persoalan lainnya adalah ketika masalah adat akhirnya dibawa ke pengadilan negeri yang memutuskan adalah hakim-hakim yang bukan hakim di peradilan adat.

“Hakim di pengadilan negeri orang Batak memutus perkara orang Papua, bagaimana bisa mengerti dia dengan hukum adat Papua?” jelas dia.

Catharina berharap peradilan adat disetarakan dengan sistem hukum Islam maupun sistem hukum nasional. Dengan begitu, masyarakat adat masih bisa mendapatkan keadilan berdasarkan kesadaran hukumnya, termasuk persoalan hak ulayat.

“Masyarakat kita masih banyak masyarakat adat. Jika tidak mau mengakui, itu pasti ada kepentingan di belakangnya,” urai dia.

Catharina menambahkan, jika dalam kondisinya terjadi perselisihan antara hukum adat, hukum nasional, bahkan hukum Islam, maka perlu dibuat perselisihan antar hukum.

“Harus dibuat, ada ketentuan tentang perselisihan antar golongan dan antar hukum. Harus ada Itu seperti masa zaman Belanda dulu. Ketika ada perselisihan antara sistem hukum dibuatlah hukum perselisihan antar hukum. Nah itu yang harusnya pemerintah siapkan juga,” tuturnya.


KOMENTAR

Silahkan login untuk memberikan komentarLoginatauDaftar