06 November 2025
17:31 WIB
Penyitaan Ruko Rp30,2 M Di Kasus Timah Digugat, Kejagung Bilang Begini
PT Paramount Land mengajukan keberatan atas penyitaan ruko senilai Rp30,23 miliar oleh Kejaksaan Agung di kasus timah ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat
Penulis: James Fernando
Editor: Nofanolo Zagoto
Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung, Anang Supriatna. ANTARA/Nadia Putri Rahmani
JAKARTA - PT Paramount Land mengajukan keberatan atas penyitaan ruko senilai Rp30,23 miliar oleh Kejaksaan Agung (Kejagung) ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.
Pengajuan keberatan atas penyitaan aset itu terkait dengan penyitaan aset Tamron alias Aon, terpidana kasus korupsi tata niaga timah terkait penerbitan izin usaha pertambangan (IUP) PT Timah.
Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung, Anang Supriatna mengatakan, Kejaksaan Agung menghormati dan tidak mempermasalahkan pengajuan keberatan tersebut. Sebab, langkah hukum itu diatur dalam Pasal 19 Undang-undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
“Kami tidak mempermasalahkan itu, silakan. Sudah ada ketentuan di Pasal 19, kepada pihak ketiga ya, yang merasa dirugikan dan beritikad baik. Kalau bisa dibuktikan, itu ada haknya dan sudah diatur ya,” kata Anang di Kejaksaan Agung, Kamis (6/11).
Anang mengatakan, Kejaksaan yakin majelis hakim yang memeriksa dan mengadili perkara itu akan mempertimbangkan seluruh aspek termasuk proses penyitaannya. Kejagung yakin tiap penyitaan yang dilakukan oleh penyidik sudah sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
“Dan tentunya juga penyidik yang melakukan penyitaan akan diminta pertimbangan oleh majelis hakim,” tambah Anang.
PT Paramount Land mengajukan permohonan keberatan penyitaan ruko Rp30,2 miliar terkait kasus korupsi timah. Pembelian ruko Maggiore Business Loft senilai Rp30,2 miliar itu menggunakan nama istri Tamron yakni Kian Nie.
Untuk diketahui, Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta menghukum Tamron dengan pidana penjara 8 tahun dan denda Rp1 miliar. Tamron juga diminta untuk membayar uang pengganti Rp3,5 miliar.
Di tingkat banding, hukuman Tamron diperberat. Dari 8 tahun menjadi 18 tahun, dan denda Rp1 milar serta uang pengganti Rp3,5 triliun. Vonis ini tidak berubah di tingkat kasasi.