c

Selamat

Sabtu, 11 Mei 2024

NASIONAL

19 Januari 2022

20:31 WIB

Penyidikan Kasus Satelit Kemenhan Hanya Sasar Peran Sipil

Penyidik Kejagung tidak fokus mendalami keterlibatan militer di kasus satelit Kemenhan

Penulis: James Fernando

Editor: Nofanolo Zagoto

Penyidikan Kasus Satelit Kemenhan Hanya Sasar Peran Sipil
Penyidikan Kasus Satelit Kemenhan Hanya Sasar Peran Sipil
Jaksa Agung Sanitiar Burhanuddin memberikan keterangan kepada awak media di Gedung Kartika Adhyaksa, Kejaksaan Agung, Jakarta, Rabu (19/1/2022). (ANTARA/Laily Rahmawaty)

JAKARTA – Jaksa Agung, Sanitiar Burhanuddin menegaskan, tim penyidik Jaksa Agung Muda bidang Pidana Khusus (Jampidsus) hanya menyasar peran sipil dalam kasus dugaan tindak pidana korupsi pengadaan proyek satelit slot orbit 123 derajat Bujur Timur (BT) di Kementerian Pertahanan (Kemenhan) tahun 2015-2021.

Penyidik tak fokus mendalami keterlibatan militer di kasus ini. Kecuali, dalam perkara tersebut ditemukan adanya dugaan tindak pidana koneksitas atau suatu perbuatan pidana yang dilakukan oleh militer bersama-sama dengan masyarakat sipil. Kalau dugaan itu muncul, maka Jaksa Agung Muda bidang militer akan berkoordinasi dengan polisi militer. 

“Saya tegaskan, kami melakukan penyidikan hanya terhadap tersangka yang merupakan masyarakat sipil. Jadi, tidak pada militer,” kata Burhanuddin di Kejaksaan Agung, Rabu (19/1).

Jampidsus, Febrie Adriansyah menambahkan, penanganan kasus dugaan korupsi satelit itu sudah masuk tahap penyidikan. Tim penyidik menemukan sejumlah alat bukti dan dugaan perbuatan melawan hukum dalam proses pengadaan satelit slot orbit 123 derajat BT. Selain itu, penyidik yakin ada kerugian negara saat pengadaan satelit itu.

“Jadi, tinggal bagaimana proses penyidikan untuk melihat siapa yang bertanggung jawab atau siapa menjadi tersangkanya,” tutur Febrie.

Dalam perjalanannya, tim penyidik telah memeriksa lima orang saksi dari PT Dini Nusa Kusuma (DNK). Selain itu, pada Selasa (18/1) malam, penyidik telah menggeledah sejumlah lokasi. Hasilnya, jaksa menyita sejumlah alat bukti berupa dokumen dan beberapa bukti elektronik.

“Sekarang, penyidik mendalami peran apakah perusahaan ini (DNK.red) memang cukup dinilai mampu ketika diserahkan pekerjaan ini,” tambah Febrie.

Menko Polhukam, Mahfud MD sebelumnya mengungkapkan, ada dugaan pelanggaran hukum dalam proyek Satkomhan Kemenhan pada 2015. Perkara bermula dari fakta pada 19 Januari 2015 ketika Satelit Garuda-1 telah keluar orbit dari slot orbit 123 derajat Bujur Timur (BT), sehingga terjadi kekosongan pengelolaan oleh Indonesia.

Berdasarkan peraturan International Telecommunication Union (ITU), negara yang telah mendapat hak pengelolaan akan diberi waktu tiga tahun untuk mengisi kembali slot orbit. Lepas dari tenggat itu, hak pengelolaan slot orbit akan gugur secara otomatis dan dapat digunakan oleh negara lain.

Kemudian, Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) memenuhi permintaan Kemenhan untuk mendapatkan hak pengelolaan slot orbit 123 derajat BT guna membangun Satkomhan.

Kemenhan lalu membuat kontrak sewa Satelit Artemis yang merupakan floater (satelit sementara pengisi orbit). Kontrak satelit milik Avanti Communication Limited (Avanti), diteken 6 Desember 2015. Kontrak lebih dulu dilakukan ketimbang persetujuan penggunaan slot orbit 123 derajat BT dari Kemenkominfo yang terbit 29 Januari 2016.

Pada 25 Juni 2018, Kemenhan mengembalikan hak pengelolaan slot orbit 123 derajat BT kepada Kemenkominfo. Lalu, pada 10 Desember 2018, Kemenkominfo mengeluarkan keputusan tentang Hak Penggunaan Filing Satelit Indonesia pada Orbit 123 derajat untuk Filing Satelit Garuda-2 dan Nusantara-A1-A kepada PT DNK. Ternyata, DNK tidak mampu menyelesaikan permasalahan residu Kemenhan dalam pengadaan Satkomhan.

Kontrak Kemenhan dan Avanti tahun 2015 terjadi saat belum ada anggaran. Padahal, nilai kontrak begitu besar.Terkait Satkomhan, Kemenhan juga kontrak dengan Navayo, Airbus, Detente, Hogan Lovel, dan Telesat. Kontrak dilakukan sejak 2015-2016, yang anggarannya dalam tahun 2015 juga belum tersedia. Sedangkan di tahun 2016, anggaran telah tersedia, namun dilakukan ‘selfblocking’ oleh Kemenhan.

Masalah kontrak ini ternyata merugikan negara. Karena Avanti melayangkan gugatan di London Court of International Arbitration akibat Kemenhan tidak membayar sewa satelit dengan nilai di dalam kontrak.


KOMENTAR

Silahkan login untuk memberikan komentarLoginatauDaftar