c

Selamat

Jumat, 7 November 2025

NASIONAL

18 November 2022

20:55 WIB

Pentingnya Mengenali ‘Identitas’ Darah

Masyarakat Indonesia yang memiliki golongan darah dengan rhesus negatif kurang dari 5%

Penulis: Oktarina Paramitha Sandy

Editor: Nofanolo Zagoto

Pentingnya Mengenali ‘Identitas’ Darah
Pentingnya Mengenali ‘Identitas’ Darah
Ilustrasi kantong darah. ANTARAFOTO/Muhammad Adimaja

JAKARTA - Tak pernah terbayang oleh Nurul Hamidah (30 tahun) jika perbedaan rhesus antara dirinya dan suami berpengaruh besar pada kondisi kehamilan anak keduanya.

Nurul baru mengetahui jika dirinya memiliki rhesus negatif setelah melahirkan anak pertama pada 2015 lalu. Saat itu, dokter memberitahu bahwa dia dan anaknya memiliki golongan darah A rhesus negatif.

Dulu dia tidak memaknai betul-betul apa itu rhesus darah negatif. Nurul tidak pernah mencari tahu lebih jauh. Pikirnya itu hanya salah satu golongan darah. Tak ada yang spesial dengan hal tersebut.

“Lagi pula dokter yang membantu proses melahirkan tidak menjelaskan lebih jauh soal rhesus negatif, jadi ya hanya sekedar tahu saja tanpa mencari informasi lebih jauh,” kata Nurul kepada Validnews, Senin (14/11).

Namun di luar dugaan, anak kedua yang dikandungnya pada 2018 ternyata memiliki rhesus darah positif. Hal ini menimbulkan kondisi inkompatibilitas rhesus yang dapat membahayakan anak. Perbedaan darah ibu dan anak bisa berakibat fatal.

Si bayi ternyata mendapatkan rhesus positif dari suaminya. Dari sini lah, Nurul baru tahu jika dia dan suami memiliki rhesus berbeda. 

“Saat pemeriksaan rutin, dokter melihat kondisinya ada inkompabilitas rhesus. Jadi, setelah dicek memang ibu dan anak rhesusnya berbeda, dan rhesus anak ini mengikuti ayahnya,” ucapnya.

Nurul langsung disarankan untuk menjalani dua tes oleh dokter untuk mengetahui kondisi sang bayi. Pertama tes rosette untuk menskrining jumlah antibodi ibu terhadap rhesus positif janin. Kedua USG Doppler, untuk mendeteksi anemia pada janin. 

“Syukur, kondisi anak saya waktu itu masih baik-baik saja dan antibodi belum terbentuk banyak,” kata Nurul.

Seingat Nurul, dokter memberinya suntikan untuk imunoglobulin anti-D. Pun setelah melahirkan, anak keduanya harus melakukan tes darah untuk mengecek sel darah dan kadar bilirubin bayi. 

Anaknya juga melakukan tes Coombs pada tali pusar bayi, untuk mendeteksi adanya antibodi dari ibu. Si bayi juga harus melakukan fisioterapi untuk menguraikan zat bilirubin yang menumpuk pada kulit dan organ tubuhnya.

“Ada beberapa tindakan yang dilakukan sama pihak rumah sakit, karena memang ini kan kondisinya khusus, dan syukurnya anak saya sehat sampai sekarang, tidak ada masalah apa-apa,” kata dia.

Nurul benar-benar lega mengetahui dirinya dan anak tetap sehat. Kondisinya memang sempat kurang baik saat proses melahirkan. Nurul saat itu mengalami pendarahan hebat sehingga sempat kekurangan darah dan harus menerima transfusi darah. 

Waktu itu Nurul kebingungan karena pihak rumah sakit tidak memiliki darah A rhesus negatif. Untung Nurul menemukan komunitas rhesus negatif saat mencari informasi di sosial media dan berita-berita terkait darah rhesus negatif. 

Dia pun langsung disarankan oleh komunitas terkait untuk menghubungi pihak PMI. Benar saja, selang beberapa jam dia bisa mendapatkan transfusi darah.

“Sejak saat itu, saya menyadari pentingnya mengetahui rhesus darah ini, dan bergabung dengan komunitas. Jadi kalau ada apa-apa yang membutuhkan darah kita bisa mendapat bantuan,” kata Nurul. 

Cek Sebelum Menikah
Dari pengalamannya tersebut, Nurul menyadari pentingnya mengetahui golongan darah beserta rhesus pasangan dari sebelum menikah. Hal ini demi mencegah terjadinya perbedaan rhesus pada saat kehamilan. Dari ini, dia juga tahu cara menangani hal-hal yang disebabkan oleh perbedaan rhesus yang ada.  

Kini, Nurul tengah mengandung anak ketiganya, dan saat ini sudah masuk pekan ke-32. Nurul sudah lebih siap karena sudah melakukan konsultasi sejak akan menjalani program kehamilan.

“Semuanya sudah disiapkan dengan matang, mudah-mudahan si dedek bisa lahir dengan sehat ya,” kata Nurul.

Hal yang berbeda dialami oleh Syifa Putri (21 tahun) yang terlahir sebagai salah satu orang dengan rhesus negatif. Dia baru mengetahui ada rhesus negatif dan positif saat berusia 17 tahun. 

Pada 2018 silam, ayah Syifa yang sedang dirawat di Rumah Sakit karena Demam Berdarah Dengue (DBD) membutuhkan transfusi darah. Trombositnya yang terus menurun. Syifa dan anggota keluarga diminta untuk melakukan pemeriksaan darah saat dicari pendonor darah yang cocok bagi sang ayah.

“Waktu itu stok darahnya tidak tersedia, jadi diupayakan dulu dari anggota keluarga,” kata Syifa kepada Validnews, Rabu (16/11).

Dari hasil tes darah itu, dia mengetahui jika dirinya, serta adik dan ayah memiliki golongan darah B rhesus negatif. Namun, waktu itu dia tidak bisa mendonorkan darahnya ke ayahnya. Sebab Syifa sedang tidak memenuhi syarat untuk mendonor. 

Syifa mengaku sempat merasa sedih karena tidak bisa menolong sang ayah. Namun, selang sehari kemudian, ayahnya sudah mendapatkan donor darah dari salah satu anggota komunitas rhesus darah negatif. 

“Syukurnya ada bantuan dari komunitas itu, jadi ayah tertolong dan bisa bersama kami sampai sekarang,” kata Syifa.

Sejak saat itu, dia menyadari pentingnya mengetahui rhesus dari golongan darah. Jadi jika ada kejadian-kejadian tak terduga, minimal pendonor darah bisa dari anggota keluarga yang memiliki golongan darah dan rhesus yang sama. 

Syifa juga mengajak ayah dan adiknya untuk bergabung dengan komunitas rhesus negatif. Dia yakin, dengan bergabung dengan komunitas Rhesus Negatif Indonesia. Niat mereka mulia, untuk bisa menolong orang lain.

“Sekarang saya dan anggota keluarga lain rutin melakukan donor darah, minimal kita bisa membantu orang yang membutuhkan,” akunya.

Kini, Syifa rajin mengajak orang-orang di sekitarnya untuk melakukan pemeriksaan darah untuk mengetahui golongan darah dan rhesus mereka. Bahkan, dia meminta mereka untuk menyimpan hasil tes darah tersebut di dompet, agar memudahkan jika terjadi sesuatu yang tidak diinginkan.

“Saya ajak keluarga dan teman-teman dekat saya untuk mengecek golongan darah mereka karena kebanyakan mereka tidak tahu golongan darahnya apa, minimal ini sebagai langkah antisipasi kalau ada apa-apa,” kata Syifa.

Berbagi Informasi
Ketua Komunitas Rhesus Negatif Indonesia, Lici Muniarti mengatakan, Rhesus Negatif Indonesia terbentuk pada 2009 lalu. Hanya saja saat itu bentuknya grup sharing informasi saja. 

Saat itu, pendirinya, Irwan yang berasal dari Lampung, merasa kesulitan mendapatkan darah rhesus negatif ketika akan melakukan operasi untuk penyakit jantung yang dideritanya. Karena pengalaman itulah, dia tergerak membuat komunitas rhesus darah negatif. 

“Sejak saat itu beliau mulai membuat grup komunitas untuk sharing di grup pada 2009, khusus untuk orang-orang dengan golongan darah rhesus negatif,” kata Lici saat ditemui Validnews, Rabu (16/11).

Lici sendiri mulai bergabung dengan komunitas Rhesus Negatif Indonesia pada 2011 lalu. Kira-kira setelah dia mendapat informasi dari pihak rumah sakit jika anak yang baru dilahirkannya memiliki rhesus negatif. 

Waktu itu, dia sempat berpikir untuk membentuk suatu komunitas. Lici tahu betul rhesus negatif adalah golongan darah yang langka. Dari data yang didapatkannya dari PMI, pemilik rhesus negatif di indonesia tidak mencapai satu persen. Berbekal data itu Lici memahami anaknya suatu waktu bisa kesulitan mencari pendonor saat membutuhkan transfusi darah.

“Ada kali ya 10 tahun, saya sempat berpikir untuk mencari komunitas atau membuat komunitas, bahkan saya sempat mengarahkan anak saya keluar negeri untuk memudahkan mencari donor darah,” kata Lici. 

Keinginan Lici semakin kuat setelah mendapatkan informasi dari PMI bahwa dirinya juga orang yang memiliki rhesus darah negatif. Hal ini diketahui saat Lici melakukan donor darah.

Dari situ Lici makin gencar mencari-cari orang yang senasib dengannya, sampai akhirnya ada grup komunitas Rhesus Negatif Indonesia. Lici dan teman-teman satu komunitas mulai melakukan sosialisasi dan mencari anggota lain melalui FB Group, Twitter serta media sosial lainnya.

“Sampai sekarang kami sudah punya anggota sekitar 4.000 orang seluruh Indonesia, dan setiap wilayah kita memiliki korwil,” kata Lici. 

Komunitas Rhesus Negatif Indonesia juga bekerja sama dengan PMI untuk tujuan menemukan pendonor darah yang memiliki rhesus negatif. Kerja sama ini bisa dibilang berdampak besar. Sebab PMI merupakan pihak yang paling membutuhkan donor darah. 

“Kita juga selalu mendorong dari temen-temen komunitas untuk mengajak anggota keluarga dan teman-temannya melakukan cek rhesus,” kata Lici.

Biasanya jika ada pihak-pihak yang membutuhkan darah rhesus negatif, dia akan mengarahkan pihak tersebut untuk memintanya melalui PMI. 

Nanti, anggota komunitas yang menjadi “standby” donor akan langsung mendonorkan darahnya untuk mereka. 

Saat ini, ketersediaan darah dengan rhesus negatif untuk daerah DKI Jakarta   sudah terpenuhi. Sementara itu, untuk daerah-daerah lain yang kekurangan biasanya akan menggunakan standby donor tersebut.

“Kalau untuk di daerah Jawa udah cukup banyak, kalau untuk Sumatera masih belum tergali, Sulawesi, Papua, juga belum banyak,” kata Lici.

Di komunitas ini, Lici menyebutkan kegiatan mereka tidak hanya seputar donor darah saja. Tetapi mereka juga melakukan sharing bersama anggota komunitas, mulai dari soal kehamilan rhesus negatif, dan kondisi lainnya. 

Terlebih masih banyak ada salah persepsi, yang menganggap rhesus negatif adalah penyakit, kelainan darah, dan sebagainya.

Urgensi Cek Rhesus
Menurut Lici, persoalan banyaknya  orang yang tidak mengetahui golongan darah dan rhesus miliknya, bisa diatasi. Pemerintah melalui Kementerian Kesehatan selayaknya bisa memiliki program yang mendorong masyarakat melakukan cek golongan darah dan rhesus. 

Lici dan koleganya di organisasi itu mendorong pemerintah untuk menerbitkan kebijakan yang mewajibkan semua masyarakat mengetahui golongan darah dan rhesus mereka. 

Jika peran ini diambil swasta atau komunitas, jelas tidak akan maksimal. Karena komunitas memiliki banyak kekurangan dalam hal sumber daya dan waktu.

Sayangnya, pemerintah setahunya masih belum memiliki upaya untuk menggiatkan cek golongan darah dan rhesus. 

Padahal golongan darah dan rhesus adalah informasi dasar yang penting untuk diketahui oleh semua orang. Sudah seharusnya di setiap kartu identitas masyarakat dilengkapi dengan informasi golongan darah dan rhesusnya. 

“Kayak di KTP sama SIM saja, saat kita bikin biasanya tidak ditanya golongan darahnya apa, jadi cenderung asal diisinya,” kata Lici. 

Kepala Unit Donor Darah PMI DKI Jakarta, Ni Ken Ritchie mengatakan,  PMI juga terus mengupayakan agar pemerintah bisa mengkampanyekan gerakan tes golongan darah dan cek rhesus, minimal melalui donor darah. 

Sebab, kata dia, sangat penting masyarakat mengetahui golongan darah dan juga rhesus. 

Bahkan, dia menyarankan agar pemeriksaan dilakukan melalui unit yang paling kecil, yakni di sekolah dan puskesmas. Dengan demikian, sejak dini anak-anak bisa mengetahui golongan darah dan rhesus mereka. 

“Memang pemeriksaan rhesus lebih sulit daripada golongan darah, tapi minimal kita coba lakukan dengan melakukan pemeriksaan sederhana untuk menimbulkan awareness di masyarakat,” kata Ni Ken kepada Validnews, Rabu (16/11)..

Tak hanya itu, Ni Ken juga mendorong agar pemerintah mewajibkan pasangan yang akan menikah untuk melakukan pemeriksaan golongan darah dan rhesus, untuk mencegah terjadinya inkompatibilitas rhesus pada masa kehamilan.

“Dengan demikian, bayi yang dilahirkan sehat, dan ibu juga sehat,” kata Ni Ken. 


Ilustrasi donor darah. Di Indonesia kurang dari lima persen penduduk yang mempunyai rhesus negatif. ANTARAFOTO/Rivan Awal Lingga 

 

Tergolong Langka
Dalam sistem darah manusia, biasanya hanya dikenal 4 golongan darah, yakni A, B, AB, dan O. Namun sebenarnya, ada pula sistem penggolongan darah berdasarkan rhesus yakni, rhesus positif dan rhesus negatif.

“Rhesus negatif ini memang termasuk langka, kalau di Indonesia kurang dari lima persen, dan di seluruh dunia hanya 15%,” urai Ni Ken.

Menurut data statistik, 1 dari 100 orang Indonesia memiliki golongan darah dengan rhesus negatif. Di Asia, rata-ratanya hanya 1% dari semua total golongan darah yang terdapat di populasi kawasan ini.

Dokter ahli transfusi darah ini menjelaskan, meski langka, rhesus negatif bukan merupakan kelainan atau sesuatu membahayakan tubuh. Rhesus ini sama saja dengan rhesus positif, hanya saja karena jumlah pemilik rhesus sedikit.

Maka saat menerima transfusi darah harus berhati-hati, karena mereka yang punya rhesus negatif hanya bisa menerima donor dari orang dengan golongan darah dan rhesus yang sama. 

Bila menerima dari rhesus positif, misalnya A+ untuk A-, tubuh akan mengalami reaksi penolakan.

Niken mengatakan, golongan darah ditentukan oleh antigen atau penanda yang ada di permukaan sel darah merah. Rh (+) memiliki antigen D, sementara Rh (-) tidak memiliki antigen D.

Karena tidak punya antigen D, maka saat di transfusi rhesus positif, maka pasien rhesus negatif membentuk antibodi yang disebut anti-D. Kemampuan membentuk antibodi ini akan disimpan dalam memori tubuh seseorang. Jadi jika dilakukan transfusi beda rhesus untuk kedua kalinya dapat terjadi reaksi transfusi pada orang tersebut. 

Biasanya, jika ini terjadi, maka yang muncul adalah gejala saat seseorang mengalami hemolisis (sel darah merah rusak). Nilai hemoglobin pasien tidak naik atau turun. Akibatnya, pasien bisa mengalami kuning. 

“Jadi, kalau dia menerima antigen yang tidak dikenalnya misal rhesus positif, maka tubuh akan melakukan perlawanan dan membentuk antibodi,” kata Ni Ken.

Tak hanya untuk keperluan donor atau transfusi darah, pemahaman soal rhesus negatif juga sangat penting saat kehamilan. Terlebih ada kemungkinan perempuan rhesus negatif menikah dengan lelaki rhesus positif, dan hamil dengan janin yang memiliki rhesus positif.

Menurut Ni Ken, perbedaan rhesus ibu hamil dan janin bisa menimbulkan reaksi yang disebut inkompatibilitas rhesus. Perbedaan rhesus tersebut dapat menyebabkan tubuh ibu hamil memproduksi antibodi yang bisa merusak sel darah merah janin dan membahayakan kesehatannya.

“Biasanya, pembentukan antibodi ini biasanya belum banyak terjadi pada kehamilan pertama, akan muncul pada saat kehamilan anak kedua dan seterusnya,” kata Ni ken. 

Ni Ken menjelaskan, saat antibodi sudah mulai terbentuk, potensi serius bisa terjadi. Darah si ibu  dapat menyerang sel darah merah janinnya dengan rhesus yang berbeda. 

Pada beberapa kasus, bayi yang terlahir dengan kondisi ketidakcocokan rhesus bisa mengalami berbagai gangguan kesehatan. Seperti kulit dan mata bayi akan tampak kekuningan akibat penumpukan bilirubin (zat yang dihasilkan saat sel darah merah dihancurkan) dalam tubuhnya (hiperbilirubinemia). 

“Mereka juga bisa mengalami anemia hemolitik, gerakannya lambat, bahkan ini bisa mempengaruhi tumbuh kembang mereka,” kata Ni ken. 

Untuk itu, dia menyarankan agar wanita dengan  golongan darah rhesus negatif (Rh-) disarankan untuk berkonsultasi dengan dokter tepat sebelum kehamilan. Terlebih jika memiliki pasangan dengan golongan darah rhesus positif.

Kalau dalam pemeriksaan antibodi masih belum terbentuk, maka pada pada usia kehamilan 28 minggu dan dalam 72 jam setelah persalinan akan diberikan suntikan Immunoglubulin Anti-D (Rho). 

Suntikan Immunoglubulin akan menghancurkan sel darah merah janin yang beredar dalam darah ibu. Suntikan ditujukan mencegah pembentukan antibody si ibu yang dapat menyeberang ke dalam sirkulasi darah janinnya. Dengan demikian sang janin akan terlindung dari serangan antibodi.

Sementara itu, jika terjadi peningkatan kadar bilirubin maka dapat dilakukan fototerapi pada bayi. Hal ini dilakukan untuk menguraikan zat bilirubin yang menumpuk pada kulit dan organ tubuh bayi.

Tetapi, semua ini bisa diantisipasi, jika jauh hari pasangan yang berikrar sehidup-semati, memeriksakan diri dan mengetahui jenis darahnya. Dengan pengetahuan ini, tindakan medis yang akan dialami jika punya anak, bisa dimitigasi.

“Hal ini sangat penting diperhatikan ya, khususnya untuk pasangan yang baru menikah. Kalau bisa memang cek dulu kesehatan dan golongan darah sebelum menikah,” kata Ni Ken.


KOMENTAR

Silahkan login untuk memberikan komentarLoginatauDaftar