31 Mei 2024
17:51 WIB
Penjualan Video Porno Anak Di Telegram Terbongkar, Tersangka Raup Ratusan Juta
Polda Metro Jaya menyampaikan, tersangka penjualan video porno anak di Telegram telah melakukan aksinya sejak November 2022 dengan membuat 105 grup Telegram
Penulis: James Fernando
Editor: Nofanolo Zagoto
Ilustrasi penangkapan pelaku kejahatan. Shutterstock/Ben Gingell
JAKARTA - Direktorat Reserse Kriminal Khusus Polda Metro Jaya mengungkap penjualan video porno melalui aplikasi Telegram. Di kasus ini, Deky Yanto ditetapkan sebagai tersangka.
Wakil Direktur Reserse Kriminal Khusus Polda Metro Jaya, Ajun Komisaris Besar Polsi Hendri Umat mengatakan, tersangka penjualan video porno anak ini melakukan aksinya sejak November 2022. Penjualan ini dilakukan melalui 105 grup telegram yang dibuat tersangka.
“Kami sampaikan temuan dari hasil penyidikan dari hasil penggeledahan device pelaku, terdapat 398 pelanggan aktif per 29 Mei 2024,” kata Hendri, di Polda Metro Jaya, Jumat (31/5).
Hendri menjelaskan, dari ratusan grup itu hanya tiga grup yang aktif sebagai tempat penjualan film porno, di antaranya VVIP bocil dengan jumlah video 916, VVIP Bocil 1 dengan jumlah 869 video, serta Indobocil 2 dengan jumlah 225 video.
Tujuan Deky Yanto menjual video porno anak ini semata-mata karena alasan ekonomi. Tersangka meraup keuntungan hingga ratusan juta rupiah dari aksinya tersebut.
Dari penelusuran polisi, pemeran anak dalam video yang dijual oleh Deky Yanto tidak hanya berasal dari Indonesia saja. Penyidik menemukan ada pemeran anak dari luar negeri. Polda Metro Jaya masih menindaklanjuti hal ini dengan berkoordinasi dengan Divisi Hubungan Internasional Polri dan Kepolisian negara terkait.
“Ada juga yang berasal dari negara asing, ada beberapa yaitu China kemudian Taiwan dan Singapura,” tambah Hendri.
Polisi juga menemukan fakta, Deky Yanto mendapatkan video anak dari Twitter. Tersangka kerap mengunduh video porno tersebut dan dimasukkan ke grup Telegram.
“Terkait apakah tersangka ini pedofil, saya kita kami belum bisa menjustifikasi apakah ini proyek dari orang-orang pedofil karena memang harus melewati serangkaian pemeriksaan,” lanjut Hendri.
Sementara itu, Ketua KPAI, AI Maryati menyatakan, selama beberapa tahun terakhir Indonesia berada dalam kondisi darurat pornografi. Utamanya terkait maraknya peredaran video porno anak.
“KPAI menyebut tiga tahun terakhir ada situasi darurat pornografi yang kemudian diikuti dengan berbagai pengungkapan dari penegak hukum yang menunjukkan bahwa kompleksitas anak kita masuk dalam industri pornografi,” kata Maryati.
Maryati mengingatkan, tingkat kerawanan pornografi anak masih menjadi permasalahan yang harus diselesaikan secara bersama-sama hingga Mei 2024. Sebab anak berpeluang menjadi pasar besar dan ketergantungan karena sebaran video ini.
KPAI berharap kasus-kasus pembuatan video porno anak dapat dituntaskan. Polisi diharapkan untuk mencari pelaku yang membuat film porno anak.
“Harus kita ungkap karena setidaknya penerima manfaat atas situasi ini bukan hanya mereka yang menyebarkan, tetapi yang menyebarkan konten ini harus dikejar, siapa mereka,” tegas Maryati.
KPAI juga mendorong Polri untuk berkoordinasi dengan Pusat Penelusuran Aset dan Transaksi Keuangan (PPATK) dalam penanganan kasus penyebaran film porno anak ini.
Alasannya, proses transaksi dalam kasus penjualan video porno anak yang dilakukan tersangka Deky Yanto menggunakan e-wallet dan transfer. Jadi PPATK semestinya bisa melacak dengan cepat.
PPATK sendiri pernah memaparkan bahwa angka senilai Rp114 miliar diperoleh dari tindak pidana perdagangan orang (TPPO) dan pornografi dalam satu tahun.
Kemudian, pada 2024 hingga akhir Mei ada Rp200 triliun yang bersumber dari tindak pidana TPPO, pornografi anak, dan judi online. Karena itu, Polri diharapkan dengan sigap melakukan penindakan terhadap kasus peredaran film porno anak.