26 April 2024
08:48 WIB
Pengelolaan JHT Perlu Pengawasan Ketat
Pengelolaan JHT kini mengikuti UU Nomor 4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan.
Editor: Leo Wisnu Susapto
Peserta melakukan pencairan dana Jaminan Hari Tua (JHT) di Kantor BPJS Ketenagakerjaan Cabang Sudirm an, Jakarta, Senin (14/2/2022). Antara Foto/Asprilla Dwi Adha.
JAKARTA - BPJS Watch mengingatkan pemerintah, untuk mengawasi secara efektif akan pengelolaan iuran Jaminan Hari Tua (JHT) yang akan dikelola melalui Dana Pensiun Lembaga Keuangan (DPLK) dan Dana Pensiun Pemberi Kerja (DPPK).
Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (UU P2SK), mengamanatkan penggabungan pengelolaan program JHT dan Jaminan Pensiun (JP) milik BPJS Ketenagakerjaan dengan dana pensiun milik Dana Pensiun Lembaga Keuangan (DPLK) dan Dana Pensiun Pemberi Kerja (DPPK).
“Penggabungan ini rentan merugikan pekerja sebagai pemberi iuran,” urai anggota BPJS Watch Timboel Siregar, pada seminar bertajuk “UU No 4 Tahun 2023 tentang P2SK dan Penguatan Tabungan Pekerja pada Jaminan Sosial Ketenagakerjaan” di Jakarta, Kamis (25/4).
Timboel menguraikan, dari rekam jejak yang dahulu, DPPK-DPLK itu gagal menginvestasikan dana kelolaan sehingga dananya lost.
“Bisa disebut, DPPK, DPLK itu lembaga swasta. Apakah kalau rugi akan dijamin oleh APBN? Ya pasti enggak,” ungkap Timboel.
Selain itu, dia juga menilai penggabungan pengelolaan dana JHT dan JP BPJS Ketenagakerjaan dengan dana pensiun milik DPLK dan DPPK kurang tepat. Karena, kedua lembaga tersebut terhitung sebagai asuransi yang bersifat komersial dan tidak mengikuti sembilan prinsip Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN), tidak seperti BPJS Ketenagakerjaan.
Pengawasan tata kelola JHT, JP maupun dana pensiun, sambung dia, menjadi penting. Tidak hanya bagi pekerja sebagai pemberi iuran, namun juga pemerintah guna memastikan Indonesia mendapatkan bonus demografi yang kedua lewat pemanfaatan ekonomi perak (silver economy) dari kelompok lansia.
Prediksi Lembaga Demografi UI, Indonesia akan mengalami bonus demografi kedua pada tahun 2045-2055 dari kelompok masyarakat lansia. Jumlah mereka akan lebih banyak dari kelompok masyarakat usia remaja.
Untuk mendapatkan bonus demografi tersebut, Peneliti Lembaga Demografi, Dewa Wisana menekankan, pentingnya mempersiapkan generasi lansia yang akan datang dengan baik. Jadi, para lansia tetap dalam kondisi active ageing di masa tua.
Oleh karena itu, dia menilai penguatan program dana pensiun dari pemerintah menjadi penting. Serta, perlu dilakukan guna memastikan kemampuan konsumsi kelompok usia lansia secara mandiri. Jadi, dapat menekan angka generasi sandwich pada masa yang akan datang.