18 Maret 2025
18:15 WIB
Pengamat: UU Perampasan Aset Lebih Penting, Ketimbang Bangun Penjara Khusus Koruptor
Efek jera yang paling efektif justru dengan memiskinkan koruptor melalui perampasan aset hasil kejahatan korupsi
Pengamat hukum dan pembangunan Hardjuno Wiwoho. dok. SHW Center
JAKARTA – Pengamat hukum dan pembangunan Hardjuno Wiwoho mengapresiasi keinginan Presiden Prabowo Subianto membangun penjara khusus koruptor di tempat terpencil bahkan dengan menggunakan dana pribadi. Namun, langkah tersebut dinilai belum cukup untuk menolkan praktik koruptif yang membuat keuangan negara jebol.
Sebab kata Hardjuno pengesahan RUU Perampasan Aset menjadi UU jauh lebih efektif mematikan Langkah para penggarong uang rakyat ini. "Saya kira layak diapresiasi. Menunjukkan betapa geramnya pak presiden terhadap sepak terjang para koruptor. Akan tetapi, belum ada jaminan praktik korupsi turun. Sebenarnya, ada yang tak kalah pentingnya untuk disegerakan," papar pengamat hukum dan pembangunan, Hardjuno Wiwoho di Jakarta, Selasa (18/3).
Hardjuno menekankan, rencana Presiden Prabowo Subianto untuk membangun penjara khusus bagi koruptor di pulau terpencil sangat baik, namun tidak cukup efektif dalam memberantas korupsi. “Saya kira, efek jera yang paling efektif justru dengan memiskinkan koruptor melalui perampasan aset hasil kejahatan,” tegasnya.
Hardjuno menuturkan, beleid RUU Permpasan Aset sebetulnya sudah ada di meja DPR sejak dulu. Namun sayangnya, hingga saat ini, tidak ada keseriusan dari DPR untuk menyelesaikan beleid tersebut. Padahal kehadiran UU Perampasan asset ini sangat penting untuk memitigasi prilaku jahat para koruptor.
Kandidat doktor Hukum dan Pembangunan Universitas Airlangga (Unair) ini mengatakan kasus korupsi di Indonesia saat ini tumbuh subur.
Beberapa kasus korupsi kakap misalnya kasus korupsi tata kelola minyak mentah dan produk kilang dan Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) tahun 2018-2023 yang ditangani Kejaksaan Agung (Kejagung) yang ditaksir merugikan negara hingga Rp968,5 triliun.
Selain itu, temuan duit hampir Rp1 triliun di rumah mantan pejabat Mahkamah Agung (MA) serta korupsi PT Timah Tbk yang merugikan negara Rp300 triliun.
Semua ini mengkonfirmasikan Indonesia kini menjadi ladang subur korupsi.
“Saya kira, munculnya kasus itu menjadi alasan pengesahan RUU Perampasan Aset menjadi UU harga mati. Tidak boleh ditunda lagi,” ujarnya.
Hardjuno menyakini UU Perampasan Aset merupakan cara yang paling efektif untuk memberikan efek jera kepada para koruptor. “Kalau hanya mengandalkan hukuman penjara, tidak akan cukup. Kita sudah melihat banyak kasus, koruptor yang divonis bersalah tetap bisa hidup nyaman setelah keluar dari tahanan karena aset mereka tidak tersentuh," tuturnya.
Dia menjelaskan, strategi pemberantasan korupsi harus berjalan dalam tiga aspek utama, yakni pencegahan, penindakan, dan pemulihan aset. Selama ini, aspek pemulihan aset seringkali terabaikan karena mekanisme hukum yang berbelit.
Hardjuno menambahkan, RUU Perampasan Aset membawa terobosan penting dengan memperkenalkan mekanisme non-conviction based asset forfeiture, yang memungkinkan penyitaan aset tanpa perlu menunggu putusan pidana. Model ini telah diterapkan di berbagai negara, seperti Amerika Serikat dengan Civil Asset Forfeiture dan Inggris melalui Proceeds of Crime Act.
"RUU ini akan memungkinkan negara menyita aset koruptor sejak penyidikan, selama ada bukti yang cukup bahwa kekayaan tersebut berasal dari tindak pidana," tuturnya.
Selain itu, kata dia, konsep illicit enrichment juga cocok diterapkan di Indonesia. Di mana, pejabat yang hartanya meningkat secara tidak wajar bisa langsung diperiksa dan asetnya disita bila tidak bisa membuktikan asal-usulnya secara sah.
Seperti diketahui, Presiden RI Prabowo Subianto berniat untuk membangun penjara di pulau terpencil. Hal ini agar dapat membuat para koruptor yang telamenyengsarakan rakyat bisa merasakan efek jera karena tidak bisa kabur.
"Saya juga akan sisihkan dana buat penjara di suatu tempat yang terpencil mereka gak bisa keluar. Kita akan cari pulau kalau mereka keluar biar ketemu sama hiu," kata Prabowo di Plaza Insan Berprestasi Kantor Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah (Kemendikdasmen), Jakarta Pusat, Kamis (15/3).
Menurutnya dalam pembangunan negara, para koruptor menjadi batu sandungan yang bahkan menyusahkan masyarakat. Baik guru, dokter, perawat, hingga petani, menurut Prabowo semuanya menjadi kesusahan karena para koruptor menyalahgunakan dana-dana yang harusnya disiapkan bagi program-program kesejahteraan rakyat.
Maka dari itu, Kabinet Merah Putih diinstruksikan untuk bisa melakukan efisiensi agar dana-dana yang harusnya dipergunakan untuk kesejahteraan rakyat bisa dioptimalkan dan tidak disalahgunakan oleh oknum-oknum yang tidak bertanggung jawab.
Meski ada saja menurut Presiden yang menentang kebijakan efisiensi, namun sebagai Kepala Negara ia menyatakan pemerintahannya kini sudah berada di jalur yang benar untuk membawa kesejahteraan bagi rakyat. Presiden kemudian kembali dengan tegas menyatakan bakal maju pantang mundur dalam memberantas koruptor.
Bahkan ia rela mempertaruhkan nyawanya sehingga praktik buruk itu bisa dihentikan di Indonesia dan tidak berlanjut ke generasi penerus bangsa. "Saya tidak akan mundur menghadapi koruptor. Mereka harusnya ngerti saya ini siap mati untuk bangsa dan negara ini. Mafia manapun saya tidak takut. Apalagi ada Kapolri dan TNI, apalagi ada guru-guru yang akan membantu saya," kata Presiden.