07 April 2025
18:04 WIB
Pengamat Sebut Pendatang ke Jakarta Turun
Pendatang ke Jakarta menurut pengamat tak melebihi warga yang ke luar dari kota ini.
Editor: Leo Wisnu Susapto
Ilustrasi. Sejumlah pemudik berjalan keluar terminal saat tiba seusai naik bus angkutan lebaran dari berbagai daerah Jawa di Terminal Lebak Bulus, Jakarta, Sabtu (3/9). Antara Foto/Reno Esnir.
JAKARTA - Pengamat Tata Kota, Yayat Supriatna menilai, kondisi sosial ekonomi menjadi alasan warga memilih pindah ke luar Jakarta. Dia mencatat, terjadi penurunan jumlah pendatang ke Jakarta, namun, jumlah warga yang pindah ke luar Jakarta juga cukup banyak.
“Kalau kita bandingkan, penduduk Jakarta yang keluar itu hampir 321.000 tahun 2024. Mungkin, Jakarta bagi sebagian warga mungkin sudah tidak nyaman. Terutama, anggapan dari mereka yang kelas menengah ke atas ya, makin padat, makin polusi, makin macet dan sebagainya,” papar Yayat dikutip dari Antara di Jakarta, Senin (7/4).
Selain itu, lanjut Yayat, masyarakat juga merasa, secara sosial ekonomi, mereka sudah tidak mampu hidup di Jakarta. Dengan biaya hidup di Jakarta, Yayat menilai banyak masyarakat yang kemudian memilih untuk menetap di luar Jakarta.
Oleh karenanya, Yayat mengimbau agar para pendatang yang ingin mencari peruntungan di Jakarta juga harus memikirkan rencana yang matang agar mampu bertahan.
Misalnya memiliki kemampuan khusus, atau merencanakan terkait tempat tinggal selama berada di Jakarta.
“Bukan apa-apa, kalau misalnya mereka pendidikannya di bawah SLTA atau SLTA, mereka harus bertarung dengan hampir 300.000-400.000 pencari kerja. Artinya mereka juga harus membaca, keterampilan apa yang mereka bawa dari daerah kemari. Jadi sebetulnya kalau orang mau pindah, mau masuk kota, itu harusnya sudah mempersiapkan dirinya,” kata Yayat.
Selain itu, Yayat juga mengimbau agar para pendatang juga memiliki budaya berkota. Sehingga jangan sampai para pendatang tidak mematuhi tata tertib yang ada di Jakarta.
“Kalau mau masuk Jakarta dia juga harus memahami budaya berkota. Tertib peraturan. Jangan sampai di kampung buang sampah sembarangan, di Jakarta tambah bebas (buang sampah sembarangan). Artinya dia harus bisa masuk Jakarta. Bukan sekedar pindah ke Jakarta. Tapi harus punya budaya berkota,” kata Yayat.