08 Maret 2025
13:55 WIB
Pengamat: Danantara Bisa Dipercaya, Jika Ada Hukuman Mati Untuk Koruptor
Indeks persepsi korupsi Indonesia harus turun hingga setara dengan negara-negara maju dan modern. Hanya dengan itu rakyat bisa percaya bahwa Danantara benar-benar akan dikelola secara profesional
Tamu undangan memegang katalog badan pengelola investasi Daya Anagata Nusantara (Danantara) di Istana Negara, Jakarta, Senin (24/2/2025). ANTARA FOTO/Muhammad Adimaja
JAKARTA – Kekhawatiran merebaknya mega korupsi di Danantara masih berlanjut. Pengamat Hukum dan Pembangunan, Hardjuno Wiwoho mengaku menyangsikan Danantara bisa menjadi super Holding sepereti Temasek di Singapura jika penegakan hukum tehadap pidana korupsi masih jauh panggang dari api.
Hardjuno secara spesifik menyoroti ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2025 tentang Perubahan Ketiga atas Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Khususnya terkait kewenangan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dalam mengaudit Badan Pengelola Investasi Daya Anagata Nusantara (BPI Danantara).
Dalam Pasal 15A ayat (2) UU tersebut, BPK tidak dapat langsung melakukan audit terhadap keuangan Danantara, kecuali atas permintaan DPR. Hardjuno menegaskan, memperlakukan Danantara sebagai entitas komersial murni seperti Temasek di Singapura bukanlah masalah.
Namun, jika ingin mengambil model negara maju, maka penegakan hukum terhadap kasus korupsi serta standar etik pejabat pemerintah dan BUMN juga harus mengikuti standar Singapura dan negara-negara maju lainnya.
"Korupsi harus diberantas, indeks persepsi korupsi Indonesia harus naik, hingga setara dengan negara-negara maju dan modern. Hanya dengan itu rakyat bisa percaya bahwa Danantara benar-benar akan dikelola secara profesional," kata Hardjuno.
Menurut Kandidat Doktor Universitas Airlangga (Unair) Surabaya ini, masalah besar yang dihadapi Indonesia saat ini adalah tingginya angka kasus korupsi, bahkan dengan nilai yang tidak masuk akal. Bisa dibilang, di negeri ini, korupsi sudah mendarah daging dan belum ada kejelasan arah pemerintahan dalam pemberantasannya.
Tiga Syarat
Jika UU BUMN yang baru telah diketuk dan Danantara diperlakukan layaknya entitas komersial murni, maka, kata Hardjuno, sebagai penyeimbang, pemerintah harus menunjukkan ketegasan dalam pemberantasan korupsi
Pertama, pemerintah harus segera mengesahkan Undang-Undang Perampasan Aset. Tanpa aturan ini, sulit bagi negara untuk mengambil kembali uang hasil korupsi yang telah disembunyikan oleh para pelaku.
Kedua, pembuktian terbalik harus diberlakukan tidak hanya untuk pejabat negara, tetapi juga untuk pejabat dan pegawai BUMN serta Danantara. Dengan demikian, siapapun yang memiliki harta di luar kewajaran wajib membuktikan keabsahannya.
Ketiga, hukuman mati bagi koruptor harus diterapkan untuk memberikan efek jera yang nyata, terutama bagi mereka yang menggerogoti dana publik dalam jumlah besar.
"Saat UU BUMN yang baru telah ditetapkan dan kewenangan BPK dipangkas, lalu masyarakat diminta percaya begitu saja bahwa audit independen bisa menjamin keamanan keuangan Danantara yang nilainya mencapai Rp14 ribu triliun, itu sama saja dengan menempatkan nasib rakyat di mulut buaya dan serigala," tegasnya.
Sebagai perbandingan, Temasek Holdings di Singapura beroperasi sebagai entitas komersial, namun tetap menerapkan transparansi dan akuntabilitas yang tinggi. Laporan keuangan tahunannya diaudit oleh auditor independen, KPMG LLP, yang telah melakukan audit terhadap laporan keuangan Temasek sejak 2008 hingga 2024 tanpa modifikasi.
Namun, yang perlu digarisbawahi adalah konteks pengawasan dan etika pejabat di Singapura sangat berbeda dengan Indonesia. Singapura dikenal sebagai negara dengan indeks persepsi korupsi yang sangat rendah dan penegakan hukum yang ketat terhadap kasus korupsi.
Berdasarkan data Transparency International, Singapura secara konsisten menempati peringkat teratas dalam indeks persepsi korupsi global, menunjukkan minimnya praktik korupsi di pemerintahan dan sektor bisnisnya.
Pejabat publik di Singapura tunduk pada standar etika yang tinggi dengan pengawasan yang ketat, serta ancaman hukuman berat bagi pelanggar hukum. Di sisi lain, Indonesia masih bergulat dengan korupsi yang meluas, dengan indeks persepsi korupsi yang jauh lebih buruk dibandingkan negara-negara maju.
Berbagai kasus korupsi besar yang terungkap dalam beberapa tahun terakhir menunjukkan bahwa sistem pengawasan masih lemah dan belum efektif dalam memberikan efek jera. Inilah yang membuat perbandingan antara Danantara dan Temasek menjadi tidak apple-to-apple.
"Kita ingin Danantara dikelola secara profesional seperti Temasek, tetapi jika korupsi masih merajalela dan tidak ada ketegasan dalam pemberantasannya, maka ini hanya akan menjadi celah baru bagi oligarki untuk menggerogoti uang rakyat," tutup Hardjuno.
Tak Kebal Hukum
Sebelumnya, Kepala BPI Danantara Rosan P. Roeslani memastikan Danantara tak kebal hukum, sehingga Danantara dapat diperiksa oleh KPK serta diaudit oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).
"Tidak ada yang kebal hukum di negara ini. Jadi, KPK bisa periksa Danantara, apalagi kalau ada tindakan yang yang tidak patut atau kriminal, sangat-sangat bisa," kata Rosan.
Sementara itu, Rosan menyebut Danantara juga dapat diaudit BPK, terutama untuk penggunaan APBN terkait dengan program kewajiban layanan publik (PSO). "Itu juga bisa diaudit untuk perusahaan-perusahaan yang ada PSO. Jadi, berita Danantara kebal hukum ini harus diluruskan karena semua itu ikut awasi kami," tuturnya.
Rosan menilai, Danantara merupakan badan yang paling banyak diawasi karena semua terlibat. Dirinya sebagai Kepala BPI Danantara, juga melapor langsung kepada Presiden RI Prabowo Subianto.
"Kami lapor langsung kepada Bapak Presiden. Itu tidak ada yang paling, lebih tinggi lagi laporan pertanggungjawabannya kepada Bapak Presiden. Bapak Presiden otomatis akan dibantu oleh seluruh perangkatnya untuk memastikan kami bisa berjalan dengan baik, dan ini saya meyakini juga akan melibatkan semua pihak dan seluruh perangkatnya," sambung Rosan Perkasa Roeslani.
Sementara itu, Wakil Ketua Umum (Waketum) Partai Gerindra Rahayu Saraswati Djojohadikusumo mengatakan Presiden RI Prabowo Subianto memiliki prinsip yang jelas, termasuk salah satunya mengenai penegakan hukum.
“Silahkan dilihat dari apa yang beliau sampaikan dari awal, yang ditulis, karena visi dan prinsipnya jelas. Dan sekarang kenapa mungkin banyak yang lagi kalang kabut? Karena jelas, beliau itu hukum harus ditegakkan,” kata Sara, sapaan akrabnya, di Jakarta, Jumat.
Prabowo, tutur Sara, berkomitmen untuk melakukan proses hukum bagi siapa pun yang melanggar aturan perundang-undangan. Menurut dia, hal itu telah dilakukan Prabowo dalam beberapa waktu terakhir. “Siapa pun yang melanggar, sikat. Dan ini lagi bersih-bersih istilahnya. It is a clear message, pesan yang jelas dan enggak semua orang suka,” ucapnya.