24 Januari 2024
20:25 WIB
Penulis: Ananda Putri Upi Mawardi
Editor: Nofanolo Zagoto
JAKARTA - Peneliti Pusat Riset Kependudukan Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Yanu Endar Prasetyo mengungkap lima masalah utama terkait kebijakan bantuan sosial (bansos) dari pemerintah pusat. Bansos pemerintah pusat meliputi Program Keluarga Harapan (PKH), Program Indonesia Pintar (PIP), Kartu Prakerja, Penerima Bantuan Iuran (PBI) BPJS Kesehatan, dan lainnya.
Masalah pertama, jelasnya, adalah program bansos ini terfragmentasi. Sebab program bansos tersebar di berbagai kementerian/lembaga.
"Tentu kalau terfragmentasi ada potensi tumpang tindih yang jauh lebih besar dibanding dia dikendalikan oleh satu lembaga atau dua lembaga," ujar Yanu dalam acara peluncuran buku Dilema Bansos di Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Rabu (24/1).
Kedua, lanjutnya, program bansos kerap berganti nama atau inkonsisten. Hal ini menimbulkan kebingungan dan ketidakpastian bagi masyarakat.
Ketiga, program bansos terbilang responsif karena kemunculannya menjawab situasi di tengah masyarakat. Namun, karena bersifat responsif, pendataannya bisa jadi tidak akurat. Cakupan penerima bansos pun menjadi kecil.
"Cakupannya tidak masif kepada mereka yang membutuhkan. Sehingga, banyak inclusion-exclusion error," tambahnya.
Keempat, kata dia, program bansos tidak memiliki peta jalan yang jelas. Hal ini membuat program bansos dapat berjalan sesuai keinginan pemerintah tanpa panduan yang pasti. Masyarakat juga tidak bisa mengetahui dengan jelas apakah mereka menjadi penerima bansos.
"Kalau JKN atau BPJS Ketenagakerjaan itu punya Undang-Undang SJSN (Sistem Jaminan Sosial Nasional). Tahu siapa operatornya, ada iuran dan sebagainya, penyelenggara, pengawas, dan seterusnya. Sangat clear...bansos nggak ada," paparnya.
Kelima, bansos juga disebutnya kerap dipolitisasi dan dipersonalisasi oleh pejabat publik untuk kepentingan politik.
Untuk memperbaiki masalah-masalah itu, menurut Yanu, ada beberapa hal yang bisa dilakukan. Pertama, fragmentasi diubah dengan mengonsentrasikan program bansos di suatu lembaga khusus. Kedua, inkonsistensi program bansos mesti diubah menjadi konsistensi.
Ketiga, cakupan bansos perlu diperluas tak hanya untuk rumah tangga miskin, tapi juga kelompok rentan lainnya. Keempat, peta jalan bansos perlu disusun. Kelima, perlu penegakan hukum dan partisipasi masyarakat untuk mengawasi politisasi dan personalisasi bansos.
"Bansos rentan politisasi-personalisasi dan itu mungkin kategori korupsi," tutupnya.