28 Februari 2025
21:00 WIB
Peneliti BRIN Nilai Revisi UU TNI Berpotensi Bermasalah
Peneliti BRIN menilai rencana perpanjangan usia pensiun TNI dapat menghambat regenerasi pimpinan militer
Editor: Nofanolo Zagoto
Foto ilustrasi TNI. Antara Foto/Asprilla Dwi Adha
JAKARTA - Peneliti Pusat Riset Politik dari Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Muhamad Haripin menilai, Revisi UU 34 tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia (TNI) berpotensi menjadi masalah di kemudian hari. Terutama soal perluasan peran TNI pada jabatan sipil.
"Ada dua permasalahan yang berpotensi mencuat di dalam Revisi UU TNI," ujar Haripin dalam keterangan tertulis, Jumat (28/2).
Potensi masalah pertama menurutnya terkait proses militerisasi birokrasi sipil dengan perluasan peran TNI dalam urusan non-pertahanan. Posisi itu akan melegitimasi perluasan peran militer dalam urusan non-pertahanan dan operasi militer selain perang.
"Dikhawatirkan akan menghambat meritokrasi birokrasi sipil yang akan berdampak pada penghambatan karir bagi aparatur sipil di kementerian dan lembaga tersebut," jelas Haripin.
Kedua, yaitu soal perpanjangan usia pensiun yang akan memunculkan risiko pada pembengkakan anggaran belanja pegawai dan mengorbankan pos anggaran lain seperti pengadaan, pemeliharaan dan perawatan alutsista.
"Masalah ini juga akan menambah daftar perwira non-job dan mendorong penempatan di lembaga sipil yang berkaitan dengan masalah militerisasi di birokrasi sipil," tuturnya.
Perpanjangan usia pensiun pun dikhawatirkan Haripin akan memunculkan permasalahan lain di internal institusi TNI. Karena perpanjangan usia pensiun dapat menghambat regenerasi pimpinan militer.
"Serta risiko politisasi jabatan bagi pemenuhan kepentingan pemerintah yang berkuasa," tandas Haripin.
DPR RI telah memasukkan Revisi UU TNI ke Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas tahun 2025. Hal ini disetujui dalam Rapat Paripurna DPR RI ke-13 masa persidangan II tahun sidang 2024-2025, Selasa (18/2) di Gedung DPR RI.