JAKARTA - Peneliti Utama Politik Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Siti Zuhro menjelaskan, penyebab parpol berbasis Islam ditinggalkan masyarakat di Pemilu 2024 karena gagal menonjolkan jati dirinya. Hal ini, menurutnya, mesti diatasi di Pemilu 2029.
Hasil perolehan suara Pemilu 2024 menunjukkan partai berbasis Islam total mendapatkan 46.886.819 suara atau 30,89%. Jumlah ini didapatkan dari total suara Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Partai Amanat Nasional (PAN), Partai Persatuan Pembangunan (PPP), Partai Ummat, dan Partai Bulan Bintang (PBB). Namun, tidak semua lolos ke Senayan.
Zuhro membandingkan partai Islam dengan partai yang tidak berbasis Islam seperti PDIP yang berhasil menunjukkan ke masyarakat sebagai partai wong cilik atau rakyat kecil. Sementara PPP, yang tidak lolos ke DPR, dinilai tidak kreatif.
“Lantas gimana PPP? Partai duafa? Tidak ada. Dia tidak kreatif sama sekali,” jelasnya, dalam diskusi publik di Fatmawati, Jakarta, Jumat (19/9).
Zuhro menyampaikan, tidak semua partai Islam tanggap dengan situasi. Pemilu 2024 yang mayoritas pemilihnya adalah anak muda tidak direspons dengan baik oleh semua partai Islam. Semestinya, partai Islam beradaptasi dengan era digital yang ramah terhadap kalangan pemuda.
“PKB cepat sekali mengubah struktur partai dengan orang muda. Sementara PPP berhenti di partai fosil, karena ribut sendiri di internalnya, karena berkompetisi tanpa memikirkan dampak negatif ke konstituen. Apa sudah diantisipasi PPP untuk 2029,” tambahnya.
Permasalahan partai Islam lainnya, menurut Siti adalah tidak luwes. Kurang bisa menunjukkan empatinya kepada masyarakat.
“Dalil-dalil agama mestinya cukup dioperasionalkan dalam bentuk budaya, bukan dalam bentuk dogma-dogma agama,” pesannya.
Siti menyarankan partai Islam, seperti PPP, untuk benar-benar hadir merespons masalah penduduk muslim Indonesia, semisal kemiskinan dan stunting.