c

Selamat

Minggu, 16 November 2025

NASIONAL

23 Agustus 2025

11:02 WIB

Peneliti Belanda: Buzzer Sudah Jadi Industri Di Indonesia

Penelitian terbaru menemukan fenomena buzzer telah menjadi industri di Indonesia, banyak elite politik dan elite bisnis mendanai mereka untuk mempengaruhi opini publik di media sosial

Editor: Nofanolo Zagoto

<p>Peneliti Belanda: <em>Buzzer</em> Sudah Jadi Industri Di Indonesia</p>
<p>Peneliti Belanda: <em>Buzzer</em> Sudah Jadi Industri Di Indonesia</p>

Ilustasi buzzer. Shutterstock/everything possible


SEMARANG - Fenomena pendengung atau buzzer di dunia maya sudah menjadi suatu industri di Indonesia. Antropolog politik komparatif University of Amsterdam, Ward Berenschot, menemukan hal ini setelah melakukan riset selama lima tahun di Indonesia bersama Universitas Diponegoro (Undip) dan LP3ES.

"Kami sudah sekitar lima tahun melakukan riset tentang fenomena kejahatan siber di Indonesia," kata Ward saat workshop yang digelar Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Undip Semarang, Jumat (23/8), seperti dilansir Antara.

Risetnya dilakukan dengan cara mewawancarai orang-orang yang melaksanakan pekerjaan itu, mengerti bagaimana cara kerjanya, serta dari mana uang yang digunakan untuk membiayai berasal.

"Temuannya memang menjadi industri karena justru banyak elite politik, elite bisnis yang mendanai tentara siber tersebut untuk mempengaruhi opini publik di media sosial," tambahnya.

Hasil penelitian ini, lanjut dia, diharapkan bisa meningkatkan kesadaran masyarakat tentang fenomena tersebut.

Selain itu, menurut dia, Pemerintah Indonesia juga harus membuat kebijakan untuk menghentikan fenomena tersebut.

"Pemilik suatu akun media sosial harus jujur ketika unggahannya dibayar, harus transparan," katanya.

Sementara Wakil Rektor (Warek) IV Undip Semarang, Wijayanto mengatakan, selain kampus ini, penelitian juga melibatkan University of Amsterdam serta Lembaga Penelitian, Pendidikan dan Penerangan Ekonomi dan Sosial (LP3ES).

Ia menjelaskan, alasan pemilihan penelitian di Indonesia karena negara ini menjadi salah satu pengguna media sosial terbesar serta adanya praktik pemilihan langsung.

Berdasarkan hasil penelitian tersebut, menurut dia, diperoleh kesimpulan tentang perlunya peningkatan literasi digital, etika politik, serta transparansi platform digital.

"Kita harus membantu memastikan ruang publik bebas dari kabar bohong dan tidak mudah dimanipulasi," katanya.


KOMENTAR

Silahkan login untuk memberikan komentarLoginatauDaftar