15 Februari 2025
17:31 WIB
Pencalonan Kembali Prabowo Jadi Capres 2029, Tepis Isu Hanya Dua Tahun Menjabat
Artinya Prabowo menegaskan dirinya siap menjalani dua periode kepemimpinan, sekaligus menepis spekulasi, ia hanya akan dua tahun menjabat, lalu menyerahkan posisi presiden kepada Gibran tanpa pemilu
Presiden yang juga Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto menghadiri perayaan HUT Ke-17 Partai Gerindra di Sentul International Convention Center, Bogor, Jawa Barat, Sabtu (15/2/2025). ANTARA FOTO/ Hafidz Mubarak A
JAKARTA - Kongres Luar Biasa (KLB) Partai Gerindra baru saja menetapkan lima poin keputusan strategis. Salah satu poin yang paling menarik perhatian adalah keputusan meminta Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto, kembali maju sebagai calon presiden dalam Pemilihan Presiden (Pilpres) 2029.
Keputusan ini menjadi sejarah baru dalam politik Indonesia. Pasalnya, belum genap 100 hari pemerintahan baru berjalan, Partai Gerindra sudah menetapkan calon presidennya untuk lima tahun kedua. Pengamat Hukum dan Pembangunan, Hardjuno Wiwoho menilai, langkah ini merupakan sinyal kuat bagi para politisi muda, termasuk Gibran Rakabuming Raka, untuk tidak berandai-andai dalam kontestasi politik 2029.
"Dengan keputusan ini, artinya Prabowo Subianto menegaskan dirinya siap menjalani dua periode kepemimpinan. Spekulasi bahwa ia hanya akan menjabat selama dua tahun lalu menyerahkan posisi presiden kepada Gibran tanpa pemilu, terbantahkan. Ini juga menegaskan, Prabowo dalam kondisi sehat dan siap memimpin selama dua periode penuh," ujar Hardjuno di Jakarta, Jumat (14/2).
Hardjuno juga menyinggung isu utang budi dalam politik. Menurutnya, tidak ada yang salah jika Prabowo memilih untuk fokus pada kepentingan bangsa dibandingkan dengan ikatan personal. Apalagi, ia menambahkan, Prabowo pernah mengatakan, dirinya siap mati untuk bangsa.
“Jika nyawa saja dia serahkan untuk bangsa, apalagi sekadar urusan pertemanan. Jangan sampai seorang pemimpin merasa berutang budi kepada individu atau kelompok tertentu, tetapi ia harus sadar bahwa utang budinya adalah kepada 280 juta rakyat Indonesia yang memilihnya. Urutan emosional harus menjadi prioritas terakhir, karena sumpah jabatan diucapkan kepada Tuhan dan rakyat, bukan kepada individu tertentu," bebernya.
Untuk diketahui, dalam acara perayaan Hari Ulang Tahun (HUT) Ke-17 Partai Gerindra di Sentul, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, Sabtu, Sekretaris Jenderal Partai Gerindra Ahmad Muzani mengatakan, kader partai tersebut meminta agar Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto kembali mencalonkan diri menjadi presiden pada 2029.
Hal itu disampaikan Muzani ketika memberikan sambutan "Seluruh kader Partai Gerindra meminta agar Partai Gerindra dalam Pemilu Presiden 2029 yang akan datang, kembali mencalonkan Haji Prabowo Subianto sebagai Presiden Republik Indonesia periode kedua," ucapnya.
Sejak keputusan itu ditetapkan, kata dia, seluruh kader Gerindra, mulai dari tingkat pengurus ranting, dewan pengurus cabang (DPC) hingga dewan pengurus pusat (DPP) menyatakan siap bekerja guna mewujudkan keinginan tersebut. "Seluruhnya siap menyukseskan pemilihan presiden 2029," ucapnya.
Penegakan Hukum
Sementara itu, Hardjuno melanjutkan, salah satu janji besar Prabowo Subianto adalah memastikan, tidak ada yang kebal hukum di masa pemerintahannya. Isu korupsi menjadi perhatian utama, terutama dalam kasus Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) dan obligasi rekap yang telah merugikan negara hingga ribuan triliun rupiah.
"Kita melihat bagaimana debitur BLBI yang dulu mengalami masalah finansial, kini justru menjadi lebih kaya hingga ratusan bahkan ribuan kali lipat. Pemerintah harus berani menegakkan hak tagih atas dana BLBI yang dijamin oleh para debitur. Jika ini tidak dilaksanakan, maka ada konspirasi yang terjadi di dalamnya," kata Hardjuno.
Menurutnya, pemberantasan korupsi harus dimulai dari kasus-kasus besar, bukan sekadar Operasi Tangkap Tangan (OTT) terhadap kasus-kasus kecil.
"KPK memiliki bukti kejahatan BLBI, namun hingga saat ini masih ditutup-tutupi. Jangan sampai hanya menargetkan kasus-kasus kecil, sementara kasus besar dibiarkan lolos. Jika penegakan hukum hanya berkutat pada OTT, maka korupsi tidak akan pernah selesai karena nilainya terlalu kecil dibandingkan kejahatan besar yang masih dibiarkan," jelas Hardjuno.
Prabowo juga menyoroti pentingnya kepastian hukum dalam menarik investasi. Ia menyatakan, jika pemerintahan bisa dipercaya dan memiliki kepastian hukum, maka investasi akan datang dengan sendirinya tanpa perlu meminta-minta.
"Negara maju tidak akan mengeluarkan uangnya jika ada potongan yang tidak jelas. Percuma ada bantuan jika ujungnya tetap dikorupsi dan rakyat tetap miskin. Bantuan Langsung Tunai (BLT) berkali-kali dibagikan, tetapi angka kemiskinan tidak turun karena dana tersebut digunakan untuk judi online, rokok, atau dikorupsi. Ini harus dihentikan," ungkapnya.
Misi Besar
Hardjuno juga mengkritik kebijakan ekonomi yang masih membiarkan eksploitasi sumber daya alam tanpa memperhatikan kesejahteraan rakyat. Ia menyoroti bagaimana proyek strategis nasional (PSN) justru sering kali mengorbankan lahan pertanian yang subur.
"Indonesia memiliki lahan pertanian yang subur, tetapi justru banyak yang dikonversi menjadi beton dalam proyek strategis nasional. Bagaimana bisa kita berharap swasembada pangan jika lahan pertanian terus berkurang? Misi PSN seharusnya adalah memperbaiki bangsa, bukan justru menciptakan ketimpangan sosial," tegasnya.
Dalam konteks global, Hardjuno juga menyoroti kondisi ekonomi dunia, termasuk Amerika Serikat yang kini sedang berjuang mengatasi defisit anggaran.
"Elon Musk sendiri menyatakan jika AS tidak memangkas anggaran sebesar 2 triliun dolar, maka mereka bisa bangkrut. Jika negara sekuat AS saja memiliki tantangan ekonomi yang berat, bagaimana dengan Indonesia? Kita bukan pencetak dolar, tetapi justru pembeli dolar. Jadi, kita harus lebih berhati-hati dalam mengelola keuangan negara," jelasnya.
Dengan kondisi politik dan ekonomi yang kompleks, lanjutnya, rakyat berharap Prabowo Subianto bisa menjadi pemimpin yang tegas dalam menegakkan hukum dan memberantas korupsi. Hardjuno menegaskan, tanpa kepastian hukum, Indonesia akan sulit keluar dari krisis yang berlarut-larut.
Menurutnya, jika kita ingin bangkit, maka presiden harus mengambil alih penuh penegakan hukum di Indonesia. “Sejak 1998, kita justru mundur dalam kepastian hukum. Kejahatan bertambah besar, utang negara melonjak dari 60 miliar dolar AS menjadi hampir 5000 miliar dolar AS. Dengan GDP per kapita yang masih rendah, banyak rakyat yang masih hidup dalam kemiskinan. Artinya, kita harus serius dalam membangun fondasi hukum yang kuat," tegasnya.
Dengan berbagai tantangan yang dihadapi, Prabowo Subianto diharapkan bisa benar-benar merealisasikan janjinya, tidak ada yang kebal hukum di masa pemerintahannya. “Jika komitmen ini bisa diwujudkan, maka Indonesia memiliki peluang besar untuk bangkit dan menjadi negara yang lebih maju serta Sejahtera,” pungkasnya.