05 Agustus 2023
17:42 WIB
Editor: Rikando Somba
JAKARTA – Pengurus Lembaga Penanggulangan Bencana Indonesia (LPBI) Nahdlatul Ulama (NU) meminta Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI untuk merevisi Peraturan Daerah Nomor 10 Tahun 1998 tentang Penyelenggaraan dan Pajak Pemanfaatan Air Bawah Tanah.
Ketua LPBI NU DKI Jakarta Laode Kamaludin mengatakan, Pasal 2 beleid itu harus segera direvisi mengingat Jakarta bukan daerah pertambangan, melainkan daerah industri dan usaha perkotaan.
Menurutnya, semestinya tidak ada kompromi bagi para pelaku usaha bisnis dan industri yang berdomisili di Jakarta, semua wajib untuk berhenti memakai air tanah.
“Pemda DKI Jakarta harus tegas dalam menyikapi persoalan Jakarta tenggelam, jangan juga mengambil hasil pajak akan tetapi tidak memikirkan dampak lingkungannya,” kata Laode Kamaludin dalam sebuah diskusi pada Sabtu (5/8).
Dia mengutip Pasal 2 itu, mengatur bahwa setiap pengambilan air bawah tanah untuk keperluan air minum, rumah tangga, industri, peternakan, pertanian, irigasi pertambangan, usaha perkotaan dewatering, dan untuk kepentingan lainnya. Harusnya tidak ada perkecualian dalam pengambilan air tanah. Apalagi, ancaman penurunan muka tanah terus terjadi di DKI Jakarta.
Hal sama dinyatakan Pengurus LPBI UN lainnya, Arief Rosyid Hasan. Dia mengajak seluruh warga "Nahdliyin" berikhtiar mengatasi penurunan muka tanah di Jakarta.
"Penurunan muka tanah di Jakarta didominasi oleh ekstraksi berlebih air tanah. Siapa yang tutup mata pada masalah alam dan lingkungan yang ada di depan mata, sama dengan menyiapkan generasi anak cucu kita untuk sengsara," katanya.
Potensi Tenggelam
Arief, Doktor dari Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia itu memaparkan data Kementerian PUPR bahwa di awal tahun ini subsidence atau penurunan muka tanah di Jakarta didominasi oleh ekstraksi berlebih air tanah.
"Bukan hanya itu saja, Kementerian PUPR juga menyebutkan, Jakarta mengalami penurunan muka tanah 12--18 cm per tahun," katanya, dikutip dari Antara.
Jika kondisi itu dibiarkan, diprediksi beberapa wilayah di pesisir Jakarta akan tenggelam pada 2050, di antaranya Kamal Muara (di bawah 3 meter), Tanjungan (di bawah 2.10 meter), Pluit (di bawah 4,35 meter), Gunung Sahari (di bawah 2,90 meter), Ancol (di bawah 1,70 meter), Marunda (di bawah 1,30 meter), dan Cilincing (di bawah 1 meter).
"Saya mengajak seluruh warga Nahdiyin agar ikut membersamai ikhtiar LPBI NU DKI, jika kita diam, Jakarta akan tenggelam," katanya.
Sementara, anggota DPRD DKI Jakarta Syarif juga mengkritik Peraturan Gubernur No 93 yang harus diubah total untuk merespons penurunan muka tanah di Jakarta.
"Pergub tersebut tidak ada partisipasi masyarakat, oleh sebab itu harus dicabut dan dikeluarkan Pergub baru sebab penggunaan air di Jakarta ini lebih banyak digunakan oleh sektor komersial," katanya.
Menurut Syarif penggunaan air tanah secara berlebihan sangat berbahaya untuk Jakarta. "Penggunaan air di Jakarta ini lebih banyak digunakan oleh sektor komersial. Apalagi, kalau yang digunakan adalah air tanah, ini sangat berbahaya untuk Jakarta,” imbuhnya.