28 Juni 2025
15:17 WIB
Pemisahan Pemilu Dinilai Bisa Sebabkan Biaya Politik Tinggi
Pemisahan pemilu dinilai akan memberatkan kerja-kerja calon anggota legislatif (caleg) nasional yang harus menjangkau pemilih dalam skala besar di wilayah teritorial yang sangat luas
Penulis: Aldiansyah Nurrahman
Editor: Nofanolo Zagoto
Ilustrasi pemilu. Shutterstock/Muhammad IQbal
JAKARTA - Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan penyelenggaraan pemilihan umum atau pemilu di tingkat nasional dilakukan terpisah dengan penyelenggaraan pemilu tingkat daerah atau kota.
Kepala Badan Riset dan Inovasi Strategis DPP Partai Demokrat Ahmad Khoirul Umam menilai keputusan MK tersebut berdampak signifikan terhadap sistem pemilu, dan juga model demokrasi di Indonesia.
“Oleh karena itu, memang ada sejumlah catatan, baik dari sisi keunggulan maupun dari sisi tantangan dari skema pemisahan rezim pemilu nasional dan lokal ini,” ujarnya, Sabtu (28/6).
Pemisahan ini dinilainya akan memunculkan tantangan. Umam menyebut, salah satunya adalah memunculkan fragmentasi siklus politik nasional versus lokal.
“Karena selama ini caleg nasional dan lokal selalu bekerja, bekerja sama misalnya untuk menggarap basis konstituen di masing-masing dapil (daerah pemilihan),” jelasnya.
Pemilu nasional dan lokal yang dipisah dinilainya akan memberatkan kerja-kerja calon anggota legislatif (caleg) nasional yang harus menjangkau pemilih dalam skala besar di wilayah teritorial yang sangat luas.
“Lagi-lagi endingnya ini akan menciptakan politik biaya tinggi,” pungkasnya.
Kualitas Pemilu Lokal
Di sisi lain, pemisahan pemilu ini kata dia juga bisa meningkatkan fokus dan juga kualitas pemilu lokal. Isu-isu lokal tidak akan lagi tertutup oleh dinamika politik pemilu nasional, utamanya pemilihan presiden.
Menurutnya, masyarakat bisa lebih fokus mengevaluasi dan juga memilih kepala daerah dan wakil rakyat di daerahnya berdasarkan pada kebutuhan lokal, bukan sekadar ikut arus nasional.
“Karena itu, ini juga menuntut inovasi kebijakan partai dan juga pendekatan yang lebih adaptif terhadap aspirasi masyarakat akar rumput di berbagai daerah,” tambahnya.
Selain itu, ia menjelaskan, pemisahan bisa mengurangi kompleksitas pemilu serentak dengan lima surat suara seperti yang terjadi di Pemilu 2019-2014.
Umam menerangkan, penyelenggaraan Pemilu 2019-2014 terbukti cukup kompleks dan bisa memicu kelelahan pemilih dan petugas pemilu. Selain itu, mempersulit pengawasan terkait dengan praktik jual-beli suara.
“Karena itu, pemisahan ini dapat mengurangi beban teknis penyelenggara pemilu di mana resiko kegagalan distribusi logistik bisa ditekan secara signifikan,” tambahnya.
Sementara itu, Wakil Ketua Komisi II DPR RI Zulfikar Arse Sadikin mengatakan, DPR akan menyelaraskan materi muatan Undang-undang (UU) ke depan dengan putusan MK Nomor 135/PUU-XXII/2024 tersebut.
“Kita harus segera merespons dengan cepat, karena ini kita berbicara dengan waktu. Semakin banyak waktu yang tersedia untuk kita menyiapkan, menyusun, termasuk membahas perubahan UU Pemilu itu semakin bagus. Sebab, engineering kita terhadap UU Pemilu yang diarahkan juga oleh keputusan MK itu kan membutuhkan ramuan dari berbagai macam pikiran,” tuturnya.
Zulfikar menambahkan, keputusan MK tersebut bagus bagi partai politik (parpol). Parpol akan semakin bergerak dinamis dalam bekerja menjalankan fungsinya, karena dalam satu periode itu mereka harus menyiapkan diri untuk daerah dan menyiapkan diri untuk nasional.
“Dengan begitu bagi partai, pemilu itu bukan lagi momen periodik, momen lima tahunan, tapi day to day itu pemilu,” ujarnya.
Dia menjelaskan, dengan keputusan ini parpol juga akan lebih sering berinteraksi dengan publik. Hal ini akan memunculkan budaya politik baru.
Sebagai informasi, MK dalam putusannya selain memisahkan pemilu nasional dan lokal juga memutuskan pemilu lokal diselenggarakan paling singkat dua tahun atau paling lama 2,5 tahun setelah pemilu nasional.
Adapun pemilu nasional adalah pemilu anggota DPR, DPD, dan presiden dan wakil presiden, sementara pemilu lokal terdiri atas pemilu anggota DPRD provinsi/kabupaten/kota serta pemilihan kepala dan wakil kepala daerah.