Pemilihan Wakil Ketua MA Harus Bebas Dari Calon Bermasalah
MA disarankan berkonsultasi dengan aparat penegak hukum dan intelijen untuk menyusur dan memastikan calon wakil ketua MA non-yudisial tidak memiliki permasalahan hukum
Gedung Mahkamah Agung di Jakarta. Shutterstock/Salvacampillo
JAKARTA - Mahkamah Agung (MA) rencananya akan menggelar pemilihan wakil ketua MA pada akhir Agustus atau awal September 2025 mendatang. MA diingatkan untuk tidak meloloskan calon–calon bermasalah serta berpotensi memiliki masalah hukum di masa mendatang.
“Masih segar di ingatan kita bagaimana MA dan jajaran di bawahnya mengalami turbulensi hebat terkait kasus–kasus korupsi yang melibatkan hakim di tingkat pertama, tingkat banding dan bahkan hakim agung sekalipun,” kata Ketua Perhimpunan Bantuan Hukum Indonesia (PBHI) Julius Ibrani dalam keterangannya, Kamis (21/8).
Julius mengungkapkan banyak sekali kasus-kasus korupsi yang menghantui MA, termasuk kasus mantan Sekjen MA, Hasbi Hasan, yang baru saja diputus melakukan tindakan suap.
Dalam kasus tersebut, lanjutnya, Hakim Agung Prim Haryadi (kini ketua kamar pidana MA) telah diperiksa berulang kali oleh KPK sebagai saksi. Prim dicecar soal dugaan dilobi eks Komisaris PT Wika Beton Dadan Tri Yudianto (DTY) dan Hasbi Hasan berkaitan perkara di MA.
Julius menyampaikan, sebagaimana dilansir dari pemberitaan media pada 8 Juni 2023 dan dikutip dari Juru Bicara KPK ketika itu, Prim Haryadi dikonfirmasi pengetahuannya antara lain adanya informasi terkait dugaan DTY melalui Hasbi Hasan pernah mencoba melobi saksi agar memenuhi keinginan Heryanto Tanaka terkait putusan perkara yang sedang diurusnya di MA.
Selain perkara di atas, masyarakat kata dia masih ingat betul bagaimana Kejaksaan Agung menangkap mantan petinggi MA, Zarof Ricar, dalam kasus suap menyuap atas bebasnya terdakwa Ronald Tannur.
Dari kasus itu saja, Kejaksaan mengungkap adanya uang sebesar Rp1 triliun tunai di rumah pribadi Zarof yang faktanya adalah hasil uang suap yang dikumpulkan selama Zarof menjabat dan berperan sebagai makelar kasus.
Zarof mengaku uang itu bersumber dari pengurusan perkara yang melibatkan pejabat penting di MA. Dari kasus Zarof, terungkap pula bagaimana makelar kasus bekerja dalam jual beli perkara di MA yang konon katanya melibatkan pejabat teras MA termasuk Hakim Agung Soesilo yang berujung diperiksa terkait proses putusan masasi Ronald Tannur.
Tidak lama setelah kasus Tannur yang melibatkan Zarof, Kejaksaan kembali menangkap hakim – hakim di PN Jakarta Pusat dan Jakarta Selatan yang melibatkan ketua PN Jaksel dan hakim di Jaksel terkait kasus timah yang memutus onslag kasus pemidanaan terhadap korporat-korporat sawit di Indonesia.
“Kedua hakim yang ditangkap ditengarai melakukan jual beli perkara yang melibatkan advokat terkenal ibu kota sekelas Marcella dan Arry Barkie. Lagi–lagi MA tercoreng atas terungkapnya kasus ini,” jelasnya.
Julius menyampaikan, cukup mudah sebetulnya bagi MA untuk berbenah dan memperbaiki diri. Langkah paling dekat dan praktis saat ini adalah untuk memastikan calon–calon yang maju sebagai wakil ketua MA (bidang non-yudisial) adalah calon – calon yang bersih dan tidak memiliki catatan kotor di mata publik dalam proses penegakan hukum atau pelanggaran kode etik.
Hakim-hakim agung yang pernah diperiksa aparat penegak hukum atau pernah dilaporkan ke Komisi Yudisial (KY) karena ditengarai terlibat kasus pidana apapun itu sebaiknya tidak dipilih menjadi wakil ketua MA non-yudisial karena akan menyandera MA di masa depan.
“Bayangkan, wakil ketua MA terpilih dipanggil kembali oleh KPK atau penegak jukum lainnya atas kasus – kasus suap terdahulu. Mengutip dari pernyataan KPK di tahun 2024, mustahil membersihkan suatu institusi menggunakan sapu kotor, maka analogi ini dapat digunakan terhadap MA dimana kasus-kasus korupsi yang melanda MA selama dua tahun terakhir tidak akan dapat dibereskan atau diselesaikan apabila Wakil Ketua MA yang membawahi badan pengawasan, Sekjen MA dan Badilum MA dipilih dari calon yang pernah atau masih bermasalah dengan penegak hukum,” paparnya.
Dalam pemilihan kali ini, ia meminta, MA sebaiknya berkonsultasi dengan aparat penegak hukum dan intelijen untuk menyusur dan memastikan calon yang dipilihnya nanti tidak memiliki permasalahan hukum yang berpotensi mencoreng muka MA.
“Amat disayangkan, Ketua MA Sunarto yang terkenal memiliki integritas dan bersih harus kembali berhadapan dengan pemeriksaan-pemeriksaan melibatkan jajarannya dan calon wakil ketua MA non-yudisial malah menjadi pusat permasalahan dan bukan bagian dari solusi,” tambahnya.
Julius mendesak agar MA sebaiknya mendengarkan suara rakyat dan publik dalam menentukan dan menyaring calon wakil ketua MA non-yudisial.
LSM banyak menyuarakan kekecewaan publik atas banyaknya permasalahan hukum yang mendera MA dalam dua tahun terakhir.
Ia mengatakan, publik merindukan adanya figur pimpinan di MA, khususnya yang membawahi Badan Pengawasan MA, untuk dapat mendampingi Ketua MA Sunarto dalam menjalankan tugasnya.
“Publik menyadari sebagai Ketua MA yang profesional dan berintegritas, beliau perlu didampingi oleh wakil ketua MA non-yudisial yang tidak memiliki dosa masa lampau dan dikenal berani serta juga berintegritas,” ujar Julius.
Ia menegaskan, penting bagi MA dan ketuanya untuk memiliki struktur yang bersih, transparan dan akuntabel serta tidak memiliki beban permasalahan hukum demi menuju MA yang lebih baik.