c

Selamat

Minggu, 16 November 2025

NASIONAL

06 Februari 2025

16:56 WIB

Pemerintah Perlu Perkuat Regulasi Makan Bergizi Gratis

Pemerintah seharusnya menerbitkan regulasi berupa Peraturan Pemerintah (PP) jika ingin menyiapkan Makan Bergizi Gratis sebagai program jangka panjang

Penulis: Ananda Putri Upi Mawardi

Editor: Nofanolo Zagoto

<p><b id="isPasted"><strong>Pemerintah Perlu Perkuat Regulasi Makan Bergizi Gratis</strong></b></p>
<p><b id="isPasted"><strong>Pemerintah Perlu Perkuat Regulasi Makan Bergizi Gratis</strong></b></p>

Siswa menunjukkan menu makanan bergizi pada hari ketiga pelaksanaan Program Makan Bergizi Gratis (MBG) di SMP Negeri 1 Kota Ternate, Maluku Utara, Rabu (8/1/2025). AntaraFoto/Andri Saputra

JAKARTA - Center for Indonesia’s Strategic Development Initiatives (CISDI) mengatakan, pemerintah perlu memperkuat regulasi terkait Makan Bergizi Gratis (MBG). Pasalnya, saat ini payung regulasi MBG masih terbatas. 

"Jika dibandingkan dengan pelaksanaan program penurunan stunting dan praktik baik di negara lain seperti Jepang, Brazil, dan India, pelaksanaan MBG idealnya didukung oleh kerangka regulasi yang paling tidak setingkat Perpres (Peraturan Presiden)," ujar Founder dan CEO CISDI, Diah Satyani Saminarsih, dalam acara diseminasi kajian MBG di Jakarta Pusat, Kamis (6/2).

Dia menjelaskan, pemerintah seharusnya menerbitkan regulasi berupa Peraturan Pemerintah (PP) jika ingin menyiapkan MBG sebagai program jangka panjang. Akan tetapi, penyusunan PP harus menunggu revisi Undang-Undang Gizi, sehingga memakan waktu lebih lama. Oleh karena itu, Perpres tentang MBG menjadi solusi karena bisa diterbitkan dalam waktu singkat.

Perpres ini, kata Diah, berguna untuk memastikan kewenangan kementerian/lembaga dalam program MBG, menentukan indikator capaian, dan mengatur peran pemerintah daerah. 

Perpres juga bisa mengatur pelibatan masyarakat sipil dan memitigasi konflik kepentingan dalam skema kemitraan MBG.

Selain itu, Diah mengkritik cara pemerintah menentukan jumlah penerima manfaat MBG tanpa mengukur efektivitas dan dampak program. Contohnya, pemerintah ingin menambah anggaran MBG sebesar Rp100 triliun untuk menjangkau 82,9 juta penerima.

Padahal, tidak ada naskah akademik yang menunjukkan urgensi memperluas cakupan penerima MBG. Hal ini berisiko meningkatkan inefisiensi program MBG.

Sementara itu, peneliti dari Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (FITRA), Badiul Hadi menambahkan, pemerintah tampak tidak siap mengelola program MBG. Hal ini terlihat dari anggaran menu MBG yang terus berubah.

Mulanya, pada masa kampanye pemilihan presiden, menu MBG per anak dijanjikan sebesar Rp17.500. Angka ini terus turun hingga anggaran menu MBG per anak mencapai angka Rp10.000.

"Kalau pemerintah siap situasi hari ini enggak akan terjadi. Pemerintah bingung cari pembiayaan untuk program ini, efisiensi (anggaran kementerian/lembaga) jalan paling gampang," ujar Badiul.

Dia juga mengingatkan, anggaran MBG yang tidak dikelola dengan baik bukan hanya berpotensi inefisiensi, tapi juga berpotensi besar untuk dikorupsi. Oleh karena itu, dia meminta pemerintah mengantisipasi hal ini sebelum muncul masalah baru.

"Dari tiga puluh jenis korupsi di Indonesia, salah satunya adalah (pengadaan) barang dan jasa. Dan program ini (MBG) adalah bagian dari skema pengadaan barang dan jasa," tandas Badiul.


KOMENTAR

Silahkan login untuk memberikan komentarLoginatauDaftar