26 Februari 2025
12:29 WIB
Pemerintah Mesti Cari Alternatif Pendanaan Program Kesehatan
Pendanaan program kesehatan terdampak karena penghentian USAID dan efisiensi anggaran.
Editor: Leo Wisnu Susapto
Anggota komunitas Jaringan Lintas Isu (JATI) menunjukkan pita merah saat berunjuk rasa memperingati Hari AIDS sedunia di depan Balai kota Malang, Jawa Timur, Kamis (1/12/2022). Antara Foto/Ari Bowo Sucipto.
JAKARTA - The Indonesian Institute (TII) menyarankan pemerintah mencari alternatif pendanaan lain untuk menutup biaya operasional program kesehatan yang terdampak kebijakan efisiensi anggaran. Serta, mengkaji kebijakan tersebut lebih lanjut agar program-program kesehatan selain MBG tidak terhambat.
“Apalagi, program kesehatan Indonesia, khususnya pencegahan penyakit menular (HIV/AIDS, Tuberkulosis, Malaria), kesehatan ibu dan anak, dan stunting berpotensi terhambat akibat penghentian pendanaan dari USAID,” kata peneliti bidang sosial TII Made Natasya Restu Dewi Pratiwi dikutip dari Antara di Jakarta, Rabu (26/2).
Natasya melanjutkan, kebijakan efisiensi anggaran pemerintah berimplikasi pada berbagai aspek pembangunan, termasuk kesehatan.
Menurut dia, penyediaan alternatif pendanaan menjadi langkah strategis yang dapat dilakukan agar program kesehatan yang biaya operasionalnya dipotong ataupun ditunda tetap berjalan optimal dan tidak merugikan penerima manfaat.
Natasya juga meminta pemerintah Indonesia agar memerhatikan keberlanjutan program kesehatan lainnya, selain Makanan Bergizi Gratis (MBG) yang sedang diprioritaskan pemerintah.
“Keseriusan pemerintah dalam menjaga keberlangsungan program kesehatan lainnya sangat krusial untuk menjaga derajat kesehatan masyarakat Indonesia. Sebab, prevalensi kasus penyakit menular dan tidak menular di Indonesia juga tidak kalah tinggi dengan permasalahan gizi," lanjut dia.
Baca: Trump Tutup USAID, Menkes Cari Negara Donor Lain
Bahkan, dia menambahkan, alokasi pembiayaan pelayanan kesehatan Indonesia menjadi membengkak karena tingginya kasus penyakit katastropik, seperti kanker, jantung, stroke, gagal ginjal. Berdasarkan laporan 2024 BPJS Kesehatan, katanya, sebanyak Rp34.28 triliun dikeluarkan untuk menanggung pelayanan empat penyakit tersebut.
Dia menilai, sudah saatnya pemerintah menjalankan program kesehatan yang lebih komprehensif, dimulai dari keseimbangan antara upaya pencegahan dengan pengobatan.
Selanjutnya, memasifkan kampanye pola hidup sehat, mengoptimalkan program pencegahan penyakit menular agar Indonesia berhasil mencapai target eliminasi pada 2030, hingga meningkatkan cakupan deteksi dini penyakit melalui pelaksanaan program Pemeriksaan Kesehatan Gratis (PKG) yang konsisten.
Dengan peningkatan temuan kasus dini, ujarnya, beban pembiayaan penyakit katastropik dapat ditekan, sehingga Indonesia dapat menghemat pengeluaran anggaran kesehatan dan mencegah kolapsnya sistem kesehatan di tengah efisiensi anggaran.
Ke depannya, kata dia, pemerintah perlu memperkuat sinergi dan kolaborasi lintas sektor untuk menunjang keberlangsungan program kesehatan di Indonesia. Dia juga menyarankan pemerintah untuk mengadaptasi pendekatan HiAP (Health in All Policies) untuk menilai dampak efisiensi anggaran terhadap ketahanan sistem kesehatan guna menjaga dan meningkatkan akuntabilitas serta kualitasnya.
"Kemudian, hasil penilaian dapat dimanfaatkan pemerintah untuk mengidentifikasi strategi pencegahan dampak negatif efisiensi anggaran terhadap sistem kesehatan, sehingga kesehatan dan kesetaraan kesehatan bagi seluruh masyarakat Indonesia dapat dicapai,” kata dia menambahkan.