c

Selamat

Rabu, 5 November 2025

NASIONAL

07 Januari 2025

12:23 WIB

Pemda DIY Temukan 948 Hewan Ternak Terinfeksi PMK

Jika ditemukan hewan ternak, baik sapi maupun kambing dan domba mati di pasar, lalu lintas ternak di pasar tersebut bakal ditutup sementara selama 14 hari untuk proses pembersihan dan desinfeksi

<p>Pemda DIY Temukan 948 Hewan Ternak Terinfeksi PMK</p>
<p>Pemda DIY Temukan 948 Hewan Ternak Terinfeksi PMK</p>

Ilustrasi- Petugas Pemkab Aceh Besar memperlihatkan mulut sapi milik warga yang luka akibat terinfeksi PMK saat melaksanakan pengobatan di Montasik, Aceh Besar, Aceh, Sabtu (21/5/2022). Antara Foto/Irwansyah Putra

YOGYAKARTA - Pemerintah Daerah Istimewa Yogyakarta (Pemda DIY) mencatat, sebanyak 948 ekor hewan ternak jenis sapi dan kambing di provinsi ini terinfeksi penyakit mulut dan kuku (PMK). Sebanyak 64 ekor di antaranya mati sejak Desember 2024.

Kepala Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan (DPKP) DIY Syam Arjayanti di Yogyakarta, Selasa (7/1) mengatakan, kasus PMK tersebut tersebar di empat kabupaten di DIY. "Kambing (terinfeksi PMK) hanya satu ekor di Kulon Progo. Mayoritas sapi," ujar Syam.

Dia menduga tingginya penyebaran kasus PMK berasal dari sapi-sapi luar DIY yang masuk tanpa pengawasan kesehatan secara ketat. "Tertularnya dari sapi-sapi dari luar wilayah DIY yang masuk. Baru sebulanan ini," ucapnya.

Mengacu data sebaran yang dilaporkan dalam sistem informasi kesehatan hewan nasional (iSIKHNAS), Gunungkidul menjadi kabupaten di DIY dengan jumlah kasus PMK tertinggi, yaitu 672 ekor hewan ternak terinfeksi, dengan 27 di antaranya dipotong paksa dan 30 ekor mati akibat penyakit ini.

Berikutnya, di Bantul tercatat ada 161 kasus dengan 25 ekor mati dan 2 ekor dipotong paksa. Lalu , di Sleman 103 kasus, dengan 8 ekor mati dan 4 sembuh, dan di Kulon Progo ditemukan 11 kasus, dengan 1 hewan ternak mati. "Kota Yogyakarta sendiri hingga saat ini belum melaporkan adanya kasus PMK," ujarnya.

Pemda DIY, kata Syam, telah mengambil berbagai langkah untuk mengendalikan penyebaran PMK. Salah satunya dengan memperketat pengawasan lalu lintas ternak di perbatasan wilayah serta di pasar-pasar hewan.

Menurut dia, hewan yang menunjukkan gejala PMK, seperti demam, sariawan, air liur berlebih, batuk, atau pilek, bakal dilarang masuk ke pasar dan diminta kembali ke tempat asalnya. "Kalau tanda-tandanya enggak sehat, diminta untuk pulang, tidak diperdagangkan," ujar dia.

Jika ditemukan hewan ternak, baik sapi maupun kambing dan domba mati di pasar, menurut Syam, lalu lintas ternak di pasar tersebut bakal ditutup sementara selama 14 hari untuk proses pembersihan dan desinfeksi. Selain mengetatkan pengawasan, pihaknya juga terus menggencarkan vaksinasi pada ternak.

Hingga saat ini, sebanyak 1.246 ekor hewan ternak telah divaksinasi yang terdiri atas 375 ekor sapi di Gunungkidul, 274 ekor di Bantul, 328 ekor di Sleman, dan di Kulon Progo 161 ekor, termasuk kambing dan domba. Dia menambahkan sebanyak 108 ekor sapi di Unit Pelaksana Teknis (UPT) Pertanian DIY juga telah mendapatkan vaksin.

Syam mengakui hingga kini masih banyak peternak yang enggan ternaknya divaksinasi karena khawatir dengan efek samping yang ditimbulkan. Untuk itu, DPKP DIY bakal meningkatkan edukasi bagi peternak agar mau melakukan vaksinasi secara mandiri.

"Kami juga meningkatkan mitigasi risiko, kemudian meningkatkan stamina ternak dari pakannya, dari vitaminnya, kebersihan kandang. Ini kan musim hujan, banyak kandang yang tidak bersih," tutur Syam.

Dia mengimbau para peternak yang menemukan gejala PMK pada ternaknya, segera melapor untuk mendapat penanganan cepat melalui call center Kementerian Pertanian di nomor 081111827889. "Kami berproses terus, bergerak terus agar PMK ini tidak meluas," tandasnya.


Pekerja menyemprotkan disinfektan di area kandang ternak sapi di sentra peternakan kawasan Sarirogo, Sidoarjo, Jawa Timur, Kamis (8/6/2023). Antara Foto/Umarul Faruq 

Siaga 1
Sebelumnya, Wakil Menteri Pertanian (Wamentan) Sudaryono meminta peternak sapi di Provinsi Jawa Timur untuk siaga 1 meningkatkan kewaspadaan, terhadap wabah penyakit mulut dan kuku (PMK) yang bisa mengancam populasi sapi di wilayah tersebut.

"Salah satu hal yang perlu kita waspadai adalah bagaimana mengantisipasi wabah PMK. Oleh karena itu, vaksinasi harus dilakukan, baik yang difasilitasi pemerintah maupun secara mandiri," kata Wamentan saat menghadiri acara di PT Bumi Rojo Koyo, Kabupaten Banyuwangi, Jawa Timur, sebagaimana keterangan di Jakarta, Senin.

Wamentan Sudaryono atau yang akrab disapa Mas Dar ini mendorong peternak untuk melakukan vaksinasi secara berkala, agar Indonesia dapat terbebas dari penyakit menular ini. Menurut Wamentan, Jawa Timur memiliki populasi sapi terbesar di Indonesia, yang menjadi sektor vital bagi ketahanan pangan nasional.

Dengan vaksinasi yang sudah dilakukan di sebagian besar populasi sapi, ia menekankan bahwa vaksinasi tidak cukup dilakukan hanya sekali, melainkan harus dilakukan secara berkala agar efeknya maksimal.

"Alhamdulillah, sapi sudah kita vaksin semua. Namun, vaksinasi harus terus dilakukan secara berkala dan diulang," ujar Wamentan.

Wamentan juga mengingatkan pentingnya peran serta pemerintah daerah (Pemda) provinsi, kabupaten/kota dalam menjaga kesiapsiagaan terhadap potensi penyebaran PMK. "Satu sapi yang terinfeksi PMK bisa menular kemana-mana. Oleh karena itu, kita harus bekerja sama menjaga seluruh populasi sapi di Jawa Timur," imbuhnya.

Ia  pun menyatakan, Pemerintah menargetkan peningkatan produksi dan populasi sapi dalam lima tahun mendatang, yang diperkirakan akan mencapai 5 juta ekor. Untuk 2025, pemerintah menargetkan tambahan 200 ribu ekor sapi dengan memperkuat peternak besar, kecil, dan koperasi untuk mendukung program ini.

“Kami sudah ada target total dalam 5 tahun 5 juta. Tahun ini 200 ribu dan regulasinya sudah selesai. Pemerintah menyediakan lahan sudah selesai,” jelasnya.

Dengan upaya vaksinasi yang intensif dan sinergi antara pemerintah dan peternak, Wamentan berharap wabah PMK dapat dicegah. Sehingga sektor peternakan Indonesia dapat berkembang dengan baik serta meningkatkan ketahanan pangan nasional.


Dokter hewan bersiap memberikan suntikan vaksin kepada tenak sapi yang terindikasi Penyakit Mulut da n Kuku (PMK) di pasar hewan Desa Sibreh, Kecamatan Sibreh, Kabupaten Aceh Besar, Aceh, Selasa (11/5/2022). Antara Foto/Ampelsa

Vaksinasi Menyeluruh
Sementara itu, Guru Besar Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Gadjah Mada (UGM) Prof Aris Haryanto menekankan pentingnya vaksinasi pada hewan ternak secara menyeluruh dan berkelanjutan untuk penanganan wabah penyakit mulut dan kuku (PMK) yang kembali merebak di Indonesia.

"Vaksinasi itu harus dilakukan dua kali minimal. Jarak antara vaksin pertama dan kedua itu sebulan. Tapi setelah itu tetap harus divaksin setiap enam bulan sekali," kata Aris dalam keterangannya di Yogyakarta, Senin.

Aris menduga lonjakan kasus PMK di berbagai wilayah dipicu proses vaksinasi ternak yang belum menyeluruh dan berkala. "Kasus PMK kali ini merupakan gelombang kedua, sebelumnya sudah pernah -vaksinasi- dan peternak sekarang sudah terinformasi. Namun karena kasusnya mereda, jumlah vaksinasinya juga menurun," ujarnya.

Penyakit PMK atau bernama lain apthae epizootica (AE), aphthous fever, dan foot and mouth disease (FMD), kata Aris, disebabkan oleh virus RNA, genus Apthovirus yang termasuk dalam keluarga Picornaviridae.

Meskipun virus ini memiliki berbagai serotipe yakni O, A, C, Southern African Territories (SAT -1, SAT - 2 dan SAT - 3) dan Asia -1, menurut dia, kasus di Indonesia diyakini bertipe O. Menurut dia, penyebaran PMK sangat cepat dan menular pada hewan ternak baik secara langsung, tidak langsung, maupun melalui udara.

"Virus ini bisa menyebar secara langsung melalui udara. Jika hewan itu ditempatkan berdampingan, kemungkinan tertularnya besar. Bahkan ada kasus di mana penularannya bisa sampai 200 km jaraknya," ucap dia.

Cepatnya penularan PMK dalam beberapa tahun terakhir menurut Aris berawal dari kasus pertama di Indonesia yang ditemukan di Jawa Timur dan Nangroe Aceh Darussalam (NAD), dan gelombang kedua wabah PMK kali ini juga muncul di kedua daerah tersebut.

Aris mengakui pengembangan vaksin PMK terus digalakkan pemerintah dengan mengembangkan jenis vaksin sesuai tipe virus yang muncul dalam kasus nasional. Sayangnya, produksi vaksin dalam negeri masih belum mencukupi kebutuhan vaksinasi untuk hewan-hewan ruminansia ternak yang rentan terkena PMK.

Soal mitigasi wabah PMK, Aris menilai perlu dilakukan secara bertahap sesuai gejala yang muncul. Pada tahap pertama, hewan yang terkena PMK akan mengalami demam tinggi, berikutnya akan muncul lepuh atau lesi atau sariawan pada rongga mulut, serta luka pada kuku.

Dia berharap peternak bersikap tanggap dengan memberi analgesik dan antibiotik untuk meredakan nyeri dan demam, serta memisahkan dengan hewan lainnya demi mencegah penularan lebih lanjut. "Hewan yang terinfeksi harus diberi antibiotik dan vitamin secara berkala, ini untuk mencegah munculnya infeksi sekunder akibat luka yang terbuka," tutur Aris.

Selama pelaksanaan mitigasi, peternak diharapkan menerapkan biosekuriti yang baik pada area kandang, dengan mengawasi secara ketat akses keluar masuk pada hewan yang terinfeksi. Adapun masa inkubasi virus PMK bisa dalam jangka panjang selama dua hingga lima hari, sedangkan untuk jangka pendek bisa terjadi dalam masa waktu 10 hingga 14 hari.

Faktor yang mempengaruhi masa inkubasi adalah jenis virus dan tata laksana peternak. Karena itu, Aris menegaskan penting bagi peternak untuk langsung melaporkan kasus PMK pada petugas satgas atau dokter hewan terdekat untuk membantu peternak melakukan mitigasi dan penanganan.

"Tidak perlu panik, utamanya segera lapor dan lakukan mitigasi," ucapnya.

Pemerintah bersama Perhimpunan Dokter Hewan Indonesia (PDHI) dan sejumlah pakar pun terus menjalin kerja sama agar jumlah kasus terinformasi dan tertangani dengan baik. Khusus untuk wilayah DIY dan Jawa Tengah, katanya, Fakultas Kedokteran Hewan UGM juga turut berkontribusi menangani kasus PMK melalui PDHI maupun penerjunan mahasiswa secara langsung.


KOMENTAR

Silahkan login untuk memberikan komentarLoginatauDaftar