Pembinaan Anak Nakal Di Barak Militer Dinilai Kebijakan Problematik
Pembinaan anak-anak nakal di barak militer dinilai Akademisi Universitas Muhammadiyah (UM) Surabaya, Radius Setiyawan berisiko menciptakan trauma bagi anak-anak
Sejumlah siswa berjalan memasuki barak militer saat program pendidikan karakter dan kedisiplinan di Dodik Bela Negara Rindam III Siliwangi, Lembang, Kabupaten Bandung Barat, Jawa Barat, Senin (5/5/2025). ANTARA FOTO/Abdan Syakura
JAKARTA - Akademisi Universitas Muhammadiyah (UM) Surabaya, Radius Setiyawan mengatakan, pembinaan anak-anak nakal di barak militer merupakan kebijakan problematik. Kebijakan ini tidak sejalan dengan paradigma pendidikan dan berpotensi berdampak negatif pada perkembangan anak.
"Mengirim anak-anak nakal ke barak militer bukan solusi yang tepat," ujar Radius melalui keterangan tertulis di laman UM Surabaya, Sabtu (10/5).
Dia menjelaskan, barak militer punya tujuan yang sangat berbeda dengan lembaga pendidikan anak. Di barak militer, tentara dilatih untuk memiliki fisik dan mental yang kuat melalui disiplin keras, termasuk bentakan dan hukuman fisik. Pendidikan militer ini tidak seharusnya disamakan dengan pendidikan anak.
Di samping itu, pendekatan militeristik berisiko menciptakan trauma bagi anak-anak yang ditempatkan di lingkungan disiplin ketat. Hal ini bisa menjadi bumerang jika tidak ditangani secara komprehensif.
"Mereka tidak sedang berhadapan dengan musuh negara, melainkan anak-anak yang butuh bimbingan dan rehabilitasi psikologis," tambah Radius.
Selain itu, dia berkata definisi anak nakal harus dipahami secara lebih komprehensif. Kenakalan harus dipandang sebagai gejala dari masalah yang lebih mendasar. Anak nakal juga bukan berarti tidak cerdas atau tidak punya potensi.
Dosen Kajian Budaya dan Media itu pun menekankan, menghasilkan siswa yang berkarakter baik memerlukan pendekatan pendidikan yang lebih konstruktif dan berbasis psikologi perkembangan anak. Intervensi ini harus dilakukan secara sistematis, bukan dengan cara-cara instan yang dapat memperburuk kondisi anak.
"Jika pemerintah serius menangani kenakalan remaja, maka langkah yang harus ditempuh adalah memperkuat peran sekolah, keluarga, dan komunitas," tutup Radius.