Komnas Pengendalian Tembakau menilai cukai rokok harus dinaikkan untuk melindungi masyarakat
Konferensi pers bertajuk "Merespons Rencana Pemerintah tentang Cukai Hasil Tembakau 2026" yang digelar di Yayasan Jantung Indonesia, Jakarta, Selasa (30/9). Validnews/Ananda Putri
JAKARTA - Komite Nasional Pengendalian Tembakau (Komnas PT) mengatakan kebijakan Menteri Keuangan (Menkeu), Purbaya Yudhi Sadewa, yang membatalkan kenaikan cukai rokok pada 2026 melanggar Konstitusi. Sebab, penerapan cukai rokok atau cukai hasil tembakau (CHT) telah diatur dalam Undang-Undang (UU) Nomor 39 Tahun 2007 tentang Cukai.
"Ketika Menteri Keuangan ini tidak menaikkan cukai, ya ini sebenarnya pelanggaran terhadap Undang-Undang Cukai dan pelanggaran terhadap konstitusi," ujar Sekretaris Jenderal Komnas PT, Tulus Abadi, dalam konferensi pers di Yayasan Jantung Indonesia, Jakarta, Selasa (30/9).
Dia menjelaskan, UU Cukai telah memandatkan agar produk tembakau dikenakan cukai. Pasal 1 Ayat 1 aturan itu menjelaskan, alasannya karena konsumsi produk tembakau perlu dikendalikan, peredarannya perlu diawasi, pemakaiannya dapat menimbulkan dampak negatif bagi masyarakat atau lingkungan hidup, dan pemakaiannya perlu pembebanan pungutan negara demi keadilan.
Oleh karena itu, Tulus menegaskan tidak ada alasan untuk tidak menaikkan cukai, sekalipun untuk meningkatkan pendapatan negara melalui industri rokok. Hal ini karena penerapan cukai bertujuan untuk melindungi masyarakat.
Sementara itu, Ketua Umum Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat Indonesia (IAKMI), Hermawan Saputra menambahkan, UU Cukai mengamanatkan agar produk tembakau dikenakan cukai dengan tarif paling tinggi 57% dari harga dasar. Saat ini, angka itu belum tercapai karena besaran cukai rokok masih sekitar 52%.
Hermawan mengatakan, besaran cukai 57% pun masih tergolong rendah dibandingkan negara-negara lain. Dia mencontohkan, besaran cukai rokok yang diterapkan di Singapura mencapai 67,5% dan di Australia 72%.
"Lantas kita yang belum sesuai dengan amanah regulasi saja sombong untuk menyikapi dan mengatakan cukai membunuh pabrik rokok dan industrinya," ungkap Hermawan.
Merespons pembatalan kenaikan cukai rokok, koalisi untuk perlindungan masyarakat dari dampak produk tembakau mendesak lima hal kepada pemerintah. Pertama, Menkeu Purbaya harus membatalkan keputusan tidak menaikkan tarif cukai rokok pada 2026.
Kedua, pemerintah harus menaikkan tarif cukai secara signifikan setidaknya 25% per tahun sesuai rekomendasi World Health Organization (WHO). Ketiga, melakukan reformasi struktural berupa penyederhanaan cukai.
Keempat, pemerintah perlu menetapkan kebijakan multi-tahun untuk Cukai Hasil Tembakau (CHT) guna memastikan komitmen melindungi masyarakat dari produk tembakau. Kelima, pemerintah harus menghentikan konflik kepentingan dengan industri rokok dan melibatkan pakar kesehatan dalam mengambil kebijakan kesehatan.
Adapun koalisi untuk perlindungan masyarakat dari dampak produk tembakau terdiri dari Komnas PT, IAKMI, Pusat Kajian Jaminan Sosial Universitas Indonesia (PKJS UI), Yayasan Lentera Anak, dan Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI).