31 Desember 2024
08:43 WIB
Pegiat Lingkungan Tolak Kegiatan Penambang Rakyat Disebut Ilegal
Pada perkara korupsi PT Timah, penambang rakyat disebut sebagai penambang ilegal.
Editor: Leo Wisnu Susapto
Terdakwa korupsi izin usaha pertambangan (IUP) PT Timah tahun 2015-2022 Helena Lim sidang pembacaan putusan di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Senin (30/12/2024). ANTARA FOTO/Akbar Nugroho Gumay.
JAKARTA - Pegiat Lingkungan Provinsi Bangka Belitung (Babel) Elly Rebuin menolak penyebutan penambang ilegal bagi penambang rakyat yang bekerja di wilayah izin usaha pertambangan (IUP) PT Timah Tbk (Persero).
Menurut dia, penambang ilegal adalah mereka yang menambang di hutan lindung atau di areal yang tidak memiliki izin.
"Jika penambang rakyat terus disebut penambang ilegal dan pihak penampung dijadikan koruptor dan divonis bersalah maka hentikan saja industri timah di Bangka," papar Elly dalam keterangan tertulis di Jakarta, Senin (30/12) seperti dikutip dari Antara.
Menurut Elly, pola seperti itu ke depannya akan terus terjadi dan akan ada terus tuduhan tindak pidana korupsi. Dengan demikian, kata dia, penambang rakyat tetap dituduh ilegal meski bekerja dalam kontrak kerja dan IUP yang jelas.
Maka dari itu, dirinya menilai konstruksi dalam kasus korupsi timah tidak adil dan masuk akal bagi masyarakat Babel lantaran masyarakat wilayah itu sudah menderita karena menjadi provinsi termiskin di Indonesia dan terus-menerus dicap ilegal.
Padahal, lanjut dia, seluruh ketentuan undang-undang telah dipenuhi serta jaminan reklamasi sudah dibayar.
Elly pun turut menyoroti adanya peningkatan volume produksi dan keuntungan dari kerja sama smelter dengan PT Timah.
"Jadi sebetulnya yang menjadi musuh industri tambang timah itu adalah penyelundup (smokel), bukan smelter atau tambang timah," ungkap dia.
Dalam perkara ini, majelis hakim Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin (30/12) menghukum eks Dirut PT Timah periode 2016-2021, Mochtar Riza Pahlevi Tabrani divonis pidana penjara selama delapan tahun. Majelis hakim yang dipimpin Rianto Adam Pontoh juga mengharuskan terdakwa membayar denda sebesar Rp750 juta subsider kurungan selama enam bulan.
Terdakwa dinyatakan bersalah sesuai dakwaan Pasal 2 ayat 1 juncto Pasal 18 Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.
Majelis juga menghukum Direktur Keuangan PT Timah periode 2016-2020, Emil Ermindra dan Direktur PT Stanindo Inti Perkasa (SIP) MB Gunawan.
Emil dihukum penjara selama delapan tahun dan denda Rp750 juta. Sementara MB Gunawan divonis pidana penjara lima tahun dan enam bulan serta pidana denda Rp500 juta subsider empat bulan kurungan.
Majelis hakim juga menghukum manajer PT Quantum Skyline Exchange, Helena Lim yang dikenal sebagai crazy rich Pantai Indah Kapuk (PIK) dengan lima tahun penjara.
Dia juga harus membayar denda Rp750 juta subsider enam bulan kurungan. Lantaran terbukti melakukan TPPU, Helena dihukum mengembalikan uang Rp900 juta.