c

Selamat

Minggu, 16 November 2025

NASIONAL

09 November 2021

09:32 WIB

Pedoman Rehabilitasi Narkotika Kejaksaan Tidak Jelas

ICJR dan LeIP urai sejumlah catatan

Editor: Leo Wisnu Susapto

Pedoman Rehabilitasi Narkotika Kejaksaan Tidak Jelas
Pedoman Rehabilitasi Narkotika Kejaksaan Tidak Jelas
Ilustrasi tersangka narkoba di Kantor BNNP Sumut. ANTARA FOTO/Fransisco Carolio/Lmo

JAKARTA – Dua lembaga swadaya masyarakat menilai ada masalah dalam penerapan Pedoman Kejaksaan Nomor 18 Tahun 2021 tentang Penyelesaian Penanganan Perkara Tindak Pidana Penyalahgunaan Narkotika Melalui Rehabilitasi dengan Pendekatan Keadilan Restoratif Sebagai Pelaksanaan Asas Dominus Litis Jaksa.

“Meski demikian, ini perlu diapresiasi sebagai bentuk reorientasi kebijakan pemenjaraan bagi pengguna narkotika,” terang Direktur Eksekutif Lembaga Kajian dan Advokasi untuk Independensi Peradilan (LeIP) Liza Farihah melalui siaran pers, Senin (8/11) malam.

Dia menilai, pedoman ini mendorong optimalisasi penggunaan rehabilitasi bagi pengguna narkotika dibandingkan penjatuhan pidana penjara.

Namun demikian, lanjut Liza, ada sejumlah catatan dalam Pedoman Kejaksaan 18 Tahun 2021. Catatan ini dia harapkan menghadirkan penghindaran pemenjaraan bagi pengguna narkotika dapat berjalan optimal, adil dan minim penyalahgunaan.

Dalam rilis yang sama, peneliti dari Perkumpumpulan The Institute for Criminal Justice Reform (ICJR), Maidina Rahmawati mengapresiasi dalam pedoman ini, pengguna narkotika dapat dilakukan rehabilitasi pada tahap penuntutan.

Sementara, UU Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika tertulis, rehabilitasi adalah kegiatan pengobatan dan pemulihan dari ketergantungan narkotika. Hanya saja, tidak semua pengguna narkotika adalah pecandu ataupun mengalami ketergantungan. 

Solusi untuk pengguna narkotika tidak dengan ketergantungan adalah melakukan pengesampingan perkara (seponeering). Ataupun dapat mengoptimalkan penggunaan tuntutan pidana bersyarat dengan masa percobaan, sesuai dengan Pedoman Kejaksaan 11 Tahun 2021.

Kedua, terdapat ketidakjelaskan mengenai penetapan jaksa untuk rehabilitasi melalui proses hukum. Karena, Hukum Acara Pidana (KUHAP) tidak mengatur bentuk penghentian perkara melalui penetapan. 

Pertanyaannya, apakah penetapan ini dapat disamakan dengan penghentian penuntutan? Apakah dapat diuji melalui lembaga praperadilan? Atau, sebagai bentuk seponeering? Apakah juga, status tersangka tidak lagi ada lagi penuntutan atas perkara yang sama (double jeopardy)? Sementara, penetapan rehabilitasi adalah bentuk tindakan berbasis kesehatan.

Maidina juga menanyakan ketentuan upaya paksa bila tersangka tidak menjalani rehabilitasi melalui proses hukum tanpa alasan yang sah atau menjalani rehabilitasi melalui proses hukum tetapi tidak sesuai penetapan. 

Hal ini menurut dia membuka ketidakjelasan dalam praktik pelaksanaan pedoman itu. Sekaligus memungkinkan jaksa untuk pilih-pilih perkara. 

Ditambah, tidak ada mekanisme uji, maka penerapan pedoman ini membuka peluang penyalahgunaan. Sehingga berdampak ketidakadilan pada pengguna dan pecandu narkotika.


KOMENTAR

Silahkan login untuk memberikan komentarLoginatauDaftar