JAKARTA - Duta Besar Indonesia untuk Singapura, Suryo Pratomo mengatakan, Paulus Tannos tersangka kasus tindak pidana korupsi pengadaan Kartu Tanda Penduduk Elektronik (e-KTP) untuk sementara akan ditahan di Singapura selama 45 hari.
Suryo menjelaskan, penahanan ini dilakukan setelah Pengadilan Singapura mengabulkan Procisional Arrest Request/PAR (permintaan penahanan sementara) yang diajukan Indonesia.
"PT ditangkap dan ditahan di Singapura pada tanggal 17 Januari 2025 setelah pukul 14.20 Pengadilan Singapura mengabulkan provisional arrest request (permintaan penahanan sementara alias PAR) yang diajukan Pemerintah RI," kata Suryo, di Jakarta, Sabtu (25/1).
Dalam jangka waktu itu, kata dia, Pemerintah Indonesia akan mengirimkan permintaan ekstradisi secara formal. Saat ini, KBRI memfasilitasi proses PAR sejak awal permintaan diajukan melalui koordinasi dengan lembaga-lembaga berwenang di Singapura, termasuk Kejaksaan Agung Singapura dan lembaga anti rasuah Singapura (CPIB).
"Ini merupakan exercise pertama implementasi ET RI Singapura. Dan hal ini menunjukkan bahwa kedua negara memiliki komitmen sama dalam menegakkan hasil kesepakatan. Sebagaimana ET dan prinsip ekstradisi pada umumnya, tujuan ekstradisi terhadap PT adalah untuk criminal prosecution (penuntutan pidana), maka kedua negara memastikan pemenuhan seluruh persyaratan sesuai hukum acara," tambah Suryo.
KPK menangkap Paulus Tannos di Singapura. Paulus Tannos sendiri menjadi warga negara Afrika Selatan dan Singapura.
Dalam kasus ini, KPK mengumumkan empat orang sebagai tersangka baru dalam pengembangan penyidikan kasus korupsi pengadaan KTP elektronik.
Empat tersangka tersebut adalah Direktur Utama PT Sandipala Arthaputra Paulus Tannos, Direktur Utama Perum Percetakan Negara RI (PNRI) Isnu Edhi Wijaya, anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI periode 2014–2019 Miryam S. Haryani, dan mantan Ketua Tim Teknis Teknologi Informasi Penerapan KTP elektronik Husni Fahmi.