c

Selamat

Minggu, 16 November 2025

NASIONAL

25 Juni 2022

16:27 WIB

Pasal Penghinaan Ke Penguasa Di RKUHP Ancam Demokrasi

Penguasa juga sedang berupaya membuat seragam sudut pandang masyarakat lewat paradigma RKUHP

Penulis: Gisesya Ranggawari

Editor: Nofanolo Zagoto

Pasal Penghinaan Ke Penguasa Di RKUHP Ancam Demokrasi
Pasal Penghinaan Ke Penguasa Di RKUHP Ancam Demokrasi
Mahasiswa berunjuk rasa terkait pengesahan RKUHP di kawasan patung Arjuna Wijaya, Jakarta, Selasa (21/6/2022). ANTARA FOTO/Aditya Pradana Putra/rwa.

JAKARTA - Pakar Hukum Tata Negara, Bivitri Susanti, menilai pasal-pasal yang mengandung larangan penghinaan terhadap penguasa di Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) mengancam demokrasi. Kalau pasal-pasal ini disahkan, dia khawatir rakyat menjadi takut untuk bersuara.

"Penguasa melakukan hal itu dengan cara menakuti rakyat, akibatnya akan membungkam rakyat, demokrasi dan hak asasi manusia (HAM) bisa mati," ujar Bivitri yang akrab disapa Vivit dalam diskusi bertajuk Quo Vadis RKUHP, Sabtu (25/6).

Ia mengatakan, penguasa juga sedang membuat seragam sudut pandang masyarakat lewat paradigma RKUHP. Semangat demokrasi jelas-jelas bertentangan dengan itu.

Vivit menilai larangan ini bertujuan agar penguasa bisa mengontrol warga negara dari pasal pidana. Padahal, menurut dia, banyak persoalan yang tidak perlu diatur dalam RKUHP.

"Ini tujuannya untuk menertibkan masyarakat secara berlebihan agar seperti robot yang takut. Masyarakat yang seragam ini bertentangan dengan demokrasi," cetus dia.

Vivit menegaskan, RKUHP yang sedang dibahas di DPR RI ini akan berlaku jangka panjang. Maka, pasal-pasal ini bukan hanya untuk menunjang pemerintahan saat ini saja, melainkan penguasa selanjutnya.

Dia menilai pihak oligarki dan penguasa masih akan sama dalam beberapa tahun ke depan. Hanya tampilan depan dan nama presiden yang akan berubah.

"Jadi, jangan berpikir kita antipemerintah, RKUHP itu berlaku jangka panjang, bukan hanya saat Pak Jokowi saja. Walaupun ya oligarkinya tetap sama, hanya wajahnya saja berbeda. Ini bisa menguntungkan untuk penguasa mana pun," paparnya.

Karakter Kolonial
Anggota Komisi III DPR RI dari Fraksi PKS, Nasir Djamil menilai, beberapa pasal soal penghinaan penguasa di RKUHP ini hanya mengulang semangat kolonialisme pra kemerdekaan. Ia menyebut, pemerintah kolonial saat berkuasa di Indonesia membuat sanksi-sanksi yang cenderung menjaga kekuasaannya.

Misalnya, mempertahankan kekuasaan dan menjaga kehormatan, bermartabat kedudukannya, dan mereka tidak mau diganggu. Segala sesuatu yang bisa menggangu harga diri mereka di zaman kolonial itu akan dipidanakan. 

"Itu kan karakter kolonial, dan memang tidak bisa dipungkiri masih ada sejumlah norma di dalam RKUHP yang sebahagian orang memandang ini seperti mengulang kembali semangat kolonialisme," ujar Nasir.

Untuk itu, Nasir menilai pasal mengenai penyerangan martabat presiden dan wakil presiden sebagai salah satu bentuk contoh pengulangan semangat kolonialisme.

"Di mana para penguasa itu tidak bisa dikritik, tidak bisa dikuliti dalam tanda kutip, dan tidak bisa dikasih second opinion terkait dengan kebijakan-kebijakannya," tutur Nasir. 


KOMENTAR

Silahkan login untuk memberikan komentarLoginatauDaftar