c

Selamat

Minggu, 16 November 2025

NASIONAL

14 Januari 2022

14:30 WIB

Pansus BLBI DPD RI Diminta Tak 'Masuk Angin'

Pansus BLBI menjadi salah satu pansus yang dibentuk DPD RI awal tahun ini. Pansus pun diminta fokus pada tujuan, tidak 'masuk angin' dan tak menjadikan Pansus BLBI sebagai ajang barter politik

Pansus BLBI DPD RI Diminta Tak 'Masuk Angin'
Pansus BLBI DPD RI Diminta Tak 'Masuk Angin'
Warga melintas di dekat plang penyitaan aset tanah milik obligor BLBI di kawasan Kelapa Dua, Kabupaten Tangerang, Banten, Jumat (3/9/2021).dok. Antara

JAKARTA – Dewan Perwakilan Daerah (DPD RI)  diminta tidak menjadikan Panitia Khusus Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (Pansus BLBI) ini sebagai kuda troya kepentingan politik. Sebaliknya, pansus BLBI DPD RI ini harus benar-benar maksimal bekerja mengurai benang kusut kasus mega skandal keuangan negara ini.

“Kami sebagai elemen civil society akan terus mengawal kerja Pansus BLBI DPD RI ini. Jangan sampai mereka masuk angin dan menjadikan Pansus BLBI sebagai ajang barter politik,” ujar Sekjen Gerakan Hidupkan Masyarakat Sejahtera (HMS) Hardjuno Wiwoho dalam keterangannya, Jumat (13/1).

Seperti diketahui, DPD RI mengesahkan pembentukan tiga pansus pada awal tahun 2022. Tiga Pansus yang dibentuk DPD RI adalah, Pansus Polymerase Chain Reaction  (PCR), Pansus Undang-Undang Cipta Kerja (Ciptaker) dan Pansus BLBI.

“Mempertimbangkan efektivitas dan efisiensi waktu kerja pansus dalam membahas isu-isu terkait, langsung dapat bekerja setelah disahkan dan disetujui komposisi dan keanggotaan pansus pada sidang kali ini,” ucap Wakil Ketua DPD RI Nono Sampono pada pembukaan Sidang Paripurna, Selasa (11/1).

Hardjuno menegaskan, kasus BLBI adalah peristiwa extra ordinary cryme yang merupakan peristiwa kejahatan ketika negara sedang mengalami transisi dari pemerintah Orde Baru ke era Reformasi. Untuk itu, dia berharap Pansus BLBI DPD RI ini harus bekerja semaksimal mungkin untuk membuka kotak pandora agar kasus BLBI bisa terungkap.

"Kasus BLBI terjadi karena patut diduga ada kongkalikong tingkat tinggi. Adanya permainan yang sangat canggih dari para pejabat perbankan pada waktu itu,” terangnya.

Sekadar mengingatkan, skema BLBI yang disebut kejahatan BLBI merupakan skema bantuan atau pinjaman yang diberikan Bank Indonesia (BI) kepada bank-bank yang mengalami masalah likuiditas, pada saat terjadinya krisis 1998 di Indonesia.

“Dan sampai kini tak ada penuntasan," serunya.

Satgas BLBI sendiri sebelumnya sudah menyatakan akan mengejar sekitar Rp110 triliun hak tagih negara kepada sejumlah obligor BLBI. Namun, Hardjuno berharap satgas bisa lebih trengginas, tak hanya fokus mengejar Rp110 triliun, mengingat potensi kerugian negara dari skandal keuangan tersebut nilainya mencapai sekitar Rp1.000 triliun.

“Kami mendorong agar Satgas BLBI ini lebih proaktif mengejar kerugian negara dari skandal BLBI ini. Jangan fokus ke angka Rp110 Triliun. Ini terlalu kecil,” kata Hardjuno.

Selama ini jelas Hardjuno telah banyak upaya politik untuk menuntaskan skandal BLBI ini. Namun sayangnya, ending-nya tidak jelas. Karena itu, dia berharap agar Pansus BLBI DPD RI ini bukan sekadar lips service semata, tapi bisa bekerja sepenuh hati untuk membongkar skandal itu.

“Jadi, saya ingatkan agar Pansus BLBI ini bukan sebuah kepura-puraan, tapi benar-benar mengungkap kebenaran demi kepentingan rakyat. Tunjukan kepada kami bahwa Pansus BLBI DPD RI ini serius. Dan bukan Pansus pura-pura untuk menyenangkan rakyat,” ucapnya.

Ia menilai, saat ini, sah-sah saja ketika masyarakat terus menuntut penyelesaian kasus BLBI ini. Apalagi berdasarkan data BPK tahun 2004 juga sudah menjelaskan ada kerugian negara pada kasus ini.

"Jadi menurut saya kalau ada temuan-temuan baru mestinya aparat penegak hukum seperti KPK harus mengusut kembali. Jangan diam saja. Tapi masalahnya KPK selalu berlindung pada UU Formalistik. Karena itu KPK harus kreatif dalam menyelesaikan kasus tersebut," pungkasnya.

Warga melintas di depan plang penyitaan aset tanah milik obligor BLBI di kawasan Jalan Teuku Cik Dit iro, Medan Polonia, Kota Medan, Sumatera Utara, Kamis (2/9/2021). Satuan Tugas Penanganan Hak Tagih Negara BLBI menyita aset milik obligor BLBI berupa 49 bidang lahan seluas 5.291.200 meter persegi di Medan, Pekanbaru, Tangerang, dan Bogor yang merupakan bagian dari pemulihan hak negara dari hak tagih piutang dana BLBI. ANTARA FOTO/Fransisco Carolio. 

Melobi Pemerintah
Sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD menyebutkan, obligor dan debitur Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) memang sejak lama sering melobi pemerintah. Inilah yang membuat pelunasan utangnya tertunda hingga saat ini.

"Di dalam rapat-rapat kami bertanya kenapa, sih, ini kok lama sekali," kata Mahfud.
 
Dia menuturkan, terdapat catatan setiap terjadi pergantian pejabat setingkat menteri dan dirjen, para obligor dan debitur BLBI selalu berupaya menegosiasikan utang mereka kepada pemerintah. Menurut Mahfud, negosiasi itu dilakukan dengan berbagai alasan.
 
"Selalu ada upaya dari obligor dan debitur itu nego ke pemerintah, mengaku tidak punya utang, lah, ingin menghitung kembali lah sehingga tertunda-tunda sampai 22 tahun," papar Ketua Pengarah Satgas BLBI ini.
 
Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi ini menegaskan saat ini pemerintah tidak lagi membuka celah negosiasi lagi dengan obligor dan debitur BLBI.
 
"Ini kan sudah 22 tahun, tidak boleh begitu lagi. Mari diselesaikan sekarang, tidak ada nego lagi sekarang. Datang saja ke kantor jelaskan kalau punya bukti sudah lunas dan itu sah, ya kita nyatakan lunas, tetapi kalau belum dan jaminan masih ada di kita jangan coba-coba dijual, disewakan atau dialihkan kepada pihak lain, itu tidak boleh," papar Mahfud MD.

Baru-baru ini, Mahfud menyebut, obligor BLBI yang berada di Singapura menyerahkan 120 sertifikat tanah kepada Satgas Penagihan Hak Tagih Negara Dana BLBI. "Orangnya ada di Singapura, tapi hitungannya belum cocok sehingga belum diproses," kata Mahfud akhir Desember kemarin. 

Bahkan, lanjut dia, obligor tersebut masih memiliki 200 sertifikat tanah lainnya, namun belum diserahkan lantaran masih diklarifikasi kepada Badan Pertanahan Nasional (BPN). Teranyar, Satgas BLBI menyita aset Grup Texmaco berupa 587 bidang tanah di 5 daerah dengan total luas 4.794.202 meter persegi.

Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi ini menyebutkan, Satgas BLBI total sudah menyita tanah para obligor dengan luas seluruhnya 1.312 hektare. Aset tanah itu diperkirakan senilai Rp20 triliun, dengan rata-rata harga tanah Rp2 juta per meter persegi.

"Tapi, oke lah belasan triliun sudah kita dapat, ratusan miliar sudah kita dapat dalam waktu enam bulan bekerja. Sementara 22 tahun kita berdebat terus pidana, perdata," serunya. 

Sekretaris Satgas BLBI Sugeng Purnomo menambahkan, pihaknya saat ini sedang menyiapkan rancangan regulasi untuk memperkuat tugas dari Satgas BLBI. Sehingga, lanjut Sugeng, nanti Satgas ini bukan hanya bisa bergerak untuk melakukan penyitaan, termasuk barang yang sudah dijanjikan para obligor untuk diserahkan tetapi tidak diserahkan.

"Namun, kami akan lakukan tindakan-tindakan berupa pembatasan hak-hak keperdataan yang nanti akan diatur secara tegas," kata Deputi Bidang Koordinasi Hukum dan Hak Asasi Manusia Kemenko Polhukam ini.

 


KOMENTAR

Silahkan login untuk memberikan komentarLoginatauDaftar