24 Agustus 2023
12:45 WIB
Editor: Leo Wisnu Susapto
JAKARTA - Pengamat transportasi Djoko Setijowarno menawarkan solusi "pull and push" untuk mengatasi polusi udara di Jakarta.
Pengajar di Unika Soegijapranata itu menguraikan, kebijakan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta untuk atasi polusi udara seperti work from home (WFH), "4 in 1" serta uji emisi kendaraan, hanya menyentuh aspek "push", tetapi tidak menyentuh aspek "pull".
"Hanya menyentuh aspek "push" atau hulu persoalan polusi," kata Djoko yang juga Wakil Ketua Bidang Penguatan dan Pengembangan Kewilayahan Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) dikutip dari Antara di Jakarta, Kamis (24/8).
Ia menyebut, solusi yang perlu diterapkan bukan hanya pada hulu, tetapi juga pada hilir persoalan. Yakni, dengan melengkapi angkutan umum pada kota selain Jakarta, dalam hal ini kota-kota penyangga.
Djoko menyebut, pencemaran udara di Jakarta meningkat pada musim kemarau, periode Juni-Agustus 2023. Polutan terbesar dari sektor transportasi (44%) dan sektor industri (31%).
Data Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan tahun 2022, ada sekitar 25,5 juta kendaraan bermotor yang terdaftar beroperasi di DKI Jakarta. Sebanyak 78% di antaranya merupakan sepeda motor, menghasilkan beban pencemaran per penumpang paling tinggi dibandingkan mobil pribadi bensin dan solar, mobil penumpang, serta bus.
Efisiensi kendaraan, kata Djoko, sangatlah penting. Kalau naik bus, kontribusi pada CO2 akan lebih kecil dibandingkan sepeda motor dan mobil pribadi.
Wilayah DKI Jakarta, kata Djoko, sudah 88% didukung oleh angkutan umum dari TransJakarta. Rerata, kalau warga DKI keluar rumah, maka tidak sampai 500 meter, warga sudah bisa menemukan angkutan kota (angkot). Atau kalau berjalan kaki sedikit lagi, sudah bisa dapat bus TransJakarta.
Namun, lanjut Djoko, keadaan angkutan umum di kota-kota penyangga, seperti Bogor, Depok, Tangerang dan Bekasi tidak demikian. Ketersediaan transportasi umum di kota-kota penyangga itu tidak seperti di Jakarta. Hal tersebut bertemu dengan kenyataan bahwa penyumbang kendaraan bermotor ke Jakarta dari kota-kota penyangga.
Meskipun di Bogor ada TransPakuan Bogor, kata Djoko, dan di Tangerang itu ada bus Tayo yang merupakan subsidi dari pemerintah, kota-kota lain tidak demikian.
"Oleh karena itu ditawarkan solusi "pull and push". Ciptakanlah seperti TransPakuan Bogor itu di Kota Bekasi, Kabupaten Bekasi, Kota Depok, Kota Tangerang Selatan dan Kabupaten Tangerang," kata Djoko.
Ia melanjutkan, jaringan transportasi umum yang kemudian dibangun akan menembus semua wilayah perumahan di wilayah Bodetabek. Karena semua orang sekarang bergerak itu dari tempat tinggal. Jadi harus ada jaringan transportasi umum terlebih dahulu di kota-kota itu, imbuh dia.
Dia menambahkan, dalam transportasi itu ada istilah transport demand management atau mengendalikan kebutuhan transportasi dengan cara strategi "pull and push".
"Pull-nya adalah menyediakan transportasi publik, menyediakan pedestrian yang bagus, syukur-syukur kalau bia disediakan jaringan sepeda," kata Djoko.
Selanjutnya, kata Djoko, jika transportasi umum sudah tersedia di perumahan-perumahan kota penyangga, dan tetap tidak bisa beralih barulah diadakan "push-nya". Seperti, "ganjil-genap", atau tarif parkir yang semakin ke pusat kota semakin mahal, kemudian tarif pajak progresif dan solusi-solusi lainnya.
Strategi "push" itu menekas masyarakat untuk semakin sulit menggunakan kendaraan pribadi.
Selain menyelesaikan polusi udara, kata Djoko, solusi "pull and push" juga dapat menyelesaikan masalah kemacetan.